Kuasa Hukum Honorer Nakes Diduga Terlibat Narkoba Bakal Temui DPR
loading...
A
A
A
PALEMBANG - Kuasa hukum terdakwa Debi Destiana yang divonis delapan tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang siap mengajukan banding. Selain itu, pihak kuasa hukum juga akan menemui Komisi III DPR RI untuk membahas perkara yang dinilai tidak menderminkan rasa keadilan.
Jasmadi selaku kuasa jukum banding Debi Destiana mengatakan, pihaknya tidak terima atas vonis delapan tahun penjara yang dijatuhkan oleh majelis hakim PN Palembang.
"Secara umum kami sangat menghormati keputusan majelis hakim, namun kami menilai putusan itu tidak memenuhi rasa keadilan bagi Debi Destiana. Dan secara tegas kami akan menyampaikan banding terhadap putusan itu. Dan kami juga akan menemui Komisi III DPR RI untuk membahas perkara ini," ujar Jasmadi, Sabtu (15/1/2022).
Jasmadi menjelaskan, dalam fakta persidangan putusan tersebut telah terjadi perbedaan pendapat antar hakim anggota, yakni satu hakim anggota menyatakan terdakwa Debi Destiana tidak bersalah, sementara dua hakim lainnya mengatakan terbukti bersalah.
"Kami melihat banyak sekali kejanggalan fakta-fakta persidangan yang terjadi dalam pembuktian perkara terhadap klien kami Debi Destiana, yang mana menurutnya dalam perkara ini Debi tidak memenuhi unsur dua alat bukti sebagai terdakwa," jelas Jasmadi.
Kasus yang menimpa honorer tenaga kesehatan (nakes) ini pun mendapat simpati masyarakat. Setelah sebelumnya puluhan massa dari Aliansi Untuk Keadilan menggelar aksi demonstrasi menuntut pembebasan Debi, kini Gelora Rakyat Akan Keadilan (GRAK) juga memberikan dukungan serupa.
Ketua GRAK, Dini Aria Ismail mengatakan, terdakwa Debi Destiana yang berprofesi sebagai honorer tenaga kesehatan di salah satu rumah sakit pemerintah merupakan korban oknum aparat penegak hukum yang semena-mena.
"Pada prinsipnya GRAK sependapat bahwa siapa saja pelaku tindak pidana narkotika harus dihukum seberat-beratnya. Namun apabila menurut pandangan hakim, bahwa setiap terdakwa yang diajukan ke persidangan adalah bersalah maka untuk apa adanya lembaga peradilan," ujar Dini, Sabtu (15/1/2022).
Menurutnya, hukum dan peradilan tidak bisa dibentuk begitu saja tanpa memperhatikan keadilan, karena keadilan tersebut termasuk pengertian hakiki suatu tata hukum dan peradilan.
Jasmadi selaku kuasa jukum banding Debi Destiana mengatakan, pihaknya tidak terima atas vonis delapan tahun penjara yang dijatuhkan oleh majelis hakim PN Palembang.
"Secara umum kami sangat menghormati keputusan majelis hakim, namun kami menilai putusan itu tidak memenuhi rasa keadilan bagi Debi Destiana. Dan secara tegas kami akan menyampaikan banding terhadap putusan itu. Dan kami juga akan menemui Komisi III DPR RI untuk membahas perkara ini," ujar Jasmadi, Sabtu (15/1/2022).
Jasmadi menjelaskan, dalam fakta persidangan putusan tersebut telah terjadi perbedaan pendapat antar hakim anggota, yakni satu hakim anggota menyatakan terdakwa Debi Destiana tidak bersalah, sementara dua hakim lainnya mengatakan terbukti bersalah.
"Kami melihat banyak sekali kejanggalan fakta-fakta persidangan yang terjadi dalam pembuktian perkara terhadap klien kami Debi Destiana, yang mana menurutnya dalam perkara ini Debi tidak memenuhi unsur dua alat bukti sebagai terdakwa," jelas Jasmadi.
Kasus yang menimpa honorer tenaga kesehatan (nakes) ini pun mendapat simpati masyarakat. Setelah sebelumnya puluhan massa dari Aliansi Untuk Keadilan menggelar aksi demonstrasi menuntut pembebasan Debi, kini Gelora Rakyat Akan Keadilan (GRAK) juga memberikan dukungan serupa.
Ketua GRAK, Dini Aria Ismail mengatakan, terdakwa Debi Destiana yang berprofesi sebagai honorer tenaga kesehatan di salah satu rumah sakit pemerintah merupakan korban oknum aparat penegak hukum yang semena-mena.
"Pada prinsipnya GRAK sependapat bahwa siapa saja pelaku tindak pidana narkotika harus dihukum seberat-beratnya. Namun apabila menurut pandangan hakim, bahwa setiap terdakwa yang diajukan ke persidangan adalah bersalah maka untuk apa adanya lembaga peradilan," ujar Dini, Sabtu (15/1/2022).
Menurutnya, hukum dan peradilan tidak bisa dibentuk begitu saja tanpa memperhatikan keadilan, karena keadilan tersebut termasuk pengertian hakiki suatu tata hukum dan peradilan.