Nyi Mas Gandasari, Luruh dalam Alunan Ayat Suci Alquran

Sabtu, 01 Januari 2022 - 05:52 WIB
loading...
Nyi Mas Gandasari, Luruh dalam Alunan Ayat Suci Alquran
Lukisan kaca Nyi Mas Gandasari. Foto: Endang Adi Sutomo/Istimewa
A A A
NYI Mas Gandasari. Begitulah orang-orang banyak mengingat namanya. Wanita bernama asli Muthmainah atau Nyi Muthmainah ini merupakan puteri angkat Raja Caruban Larang, Sri Mangana.

Fisiknya memiliki tinggi, melebihi rata-rata gadis Sunda kebanyakan. Matanya bulat indah dengan bulu mata lebat. Wajahnya bulat, dan hidungnya mancung. Singkatnya, Nyi Mas Gandasari merupakan wanita idaman.

Dari ibunya, dia mewarisi darah Hindustan dan Mongolia. Leluhurnya adalah keturunan Jenghiz Khan, penakluk Hindustan dan pendiri Dinasti Moghul. Sedang dari ayahnya, mengalir darah Arab-Hindustan-Campa.



Darah Campa berasal dari nenek sang ayah, seorang Muslimah asal Campa yang tinggal di Malaka. Karena adanya campuran darah inilah, Nyi Mas Gandasari jadi berbeda dengan wanita Sunda kebanyakan.

Dia biasa menggunakan pakaian warna hitam lengan panjang, dengan kain penutup tubuh hingga bawah. Pada dadanya, selalu nampak keris yang siap dihunus kapan saja. Tidak hanya cantik, Nyi Mas Gandasari juga jago silat.

Menurut cerita rakyat Caruban Larang, Nyi Mas Gandasari merupakan anak Syaikh Datuk Sholeh yang diangkat anak oleh Raja Caruban Larang untuk dijadikan Panglima Perang melawan Galuh Pakuan.



Konon, Yang Dipertuan Galuh, Ratu Aji Surawisesa, sang putera mahkota Pakuan Pajajaran, yang tidak lain merupakan saudara lain ibu Mangana, tidak bisa dikalahkan siapapun kecuali oleh seorang perempuan.

Sedangkan menurut cerita rakyat Galuh Pakuan, Nyi Mas Gandasari disiapkan sebagai alat merebut takhta Pakuan Pajajaran yang merupakan hak Ratu Aji Surawisesa, sang putera Prabu Guru Dewata Prana dari permaisuri.

Meski terjadi konflik menarik di situ, umumnya masyarakat tidak peduli saat pembahasan Nyi Mas Gandasari. Padahal, sosok Nyi Mas Gandasari dalam konflik itu sangat penting dan patut mendapat penghargaan.



Tetapi, kecantikannya telah banyak membutakan mata dan hati masyarakat. Sehingga, mereka lebih tertarik mendengar cerita cinta Nyai Mas Gandasari. Pada suasana itulah ulasan Cerita Pagi tentang Nyai Mas Gandasari ini dibuat.

Dimulai saat Sri Mangana mengutus Nyi Mas Gandasari untuk mewakilinya berunding dengan pihak Rajagaluh. Saat itu, Nyi Mas Gandasari diminta menemui Chakraningrat untuk perdamaian Caruban Larang dengan Rajagaluh.

Nyi Mas Gandasari lalu berangkat dengan ditemani Ki Waruanggang, Ki Tameng, Ki Tedeng, dan Ki Sukawiyana. Mereka lalu bersama berangkat dari Kuta Rajagaluh menemui Prabu Chakraningrat.



Rombongan Nyi Mas Gandasari tiba dari sisi selatan. Mereka disambut prajurit bersenjata lengkap. Namun, para prajurit yang kebanyakan pria itu hanya terbengong-bengong melihat kecantikan Nyi Mas Gandasari.

Meski demikian, mereka tetap waspada memperhatikan Nyi Mas Gandasari beserta rombongannya. Tanpa kesulitan, akhirnya Nyi Mas Gandasari berhasil menemui Prabu Chakraningrat yang saat itu sudah paruh baya.

Sama dengan prajuritnya, Prabu Chakraningrat begitu terpesona dan birahinya langsung menutupi akal pikirannya. Dia menjadi lengah dan hanya bisa memikirkan birahinya. Tanpa disangka, mereka terkena sihir Nyi Mas Gandasari.



Prabu Chakraningrat baru sadarkan diri saat melihat Nyi Mas Gandasari berbalik badan dan mengambil kandaga emas di Paninggih. Tetapi dia sudah terlambat, karena secepat kilat pukulan Nyi Mas Gandasari menghantam.

Terkena pukulan telak, Prabu Chakraningrat langsung jatuh tersungkur. Nyi Mas Gandasari langsung melompat keluar bersama para prajurit yang mengawalnya. Sedang prajurit Rajagaluh tidak berdaya menghadapi kesaktian mereka.

Sebenarnya, misi kedatangan Nyi Mas Gandasari bukan untuk berdamai. Tetapi mengambil kandaga emas berisi abu jenazah guru Prabu Chakraningrat yang dimasukkan ke dalam cupu emas berbentuk ular yang disebut oray mas.



Pada kisah lainnya, Nyi Mas Gandasari membuat sayembara mencari suami. Pria yang bisa mengalahkan kesaktiannya, maka akan dijadikan suaminya. Pada awalnya, tidak ada yang menang melawan Nyi Mas Gandasari.

Nyi Mas Gandasari baru menemukan lawan setimpal saat menghadapi pria berambut gondrong bernama Soka. Dalam pertarungan itu, Sunan Gunung Jati yang menjadi juri. Pertempuran adu sakti pun terjadi.

Selendang Nyi Mas Gandasari beradu dengan rambut panjang Soka yang sakti. Akhirnya, selendang Nyi Mas Gandasari berhasil melilit tubuh Soka. Sebaliknya, tubuh Nyi Mas Gandasari juga terlilit rambut sakti Soka.



Karena tidak ada yang mau mengalah, Sunan Gunung Jati akhirnya turun tangan menengahi. Pertarungan dianggap seri, tetapi Sunan Gunung Jati mengatakan Soka bisa menjadi suami Nyi Mas Gandasari, namun Nyi Mas menolak.

Selanjutnya, Soka menjadi murid Sunan Gunung Jati dan memeluk agama Islam. Dia belajar ilmu tasawuf Sunan Gunung Jati. Bagi warga Karang Kendal, Soka dikenal juga sebagai Syeh Magelang Sakti.

Singkat cerita, Soka terkenang kembali dengan Nyi Mas Gandasari dan pergi ke rumahnya. Tetapi, orang yang dicarinya tidak ada. Dengan hati berat, Soka akhirnya kembali ke Pesanggrahan Karang Kendal.



Di tengah jalan, dia menginap di gubuk kosong dan rusak, karena ditinggal pemiliknya. Dia lalu berdoa kepada Allah, dan membuka kitab suci Alquran, lalu membacanya. Suaranya terdengar merdu, marasuk ke dalam kalbu.

Di waktu bersamaan, Nyi Mas Gandasari melintas bersama keluarganya. Dia mendengar suara orang mengaji dengan khusuk, sambil berdoa di dalam hati akan menikahi pria itu jika dia belum beristri. Ternyata, orang itu adalah Soka.

Nyi Mas Gandasari merasa sangat terkejut. Namun, Soka telah mengalahkan hatinya. Keduanya lalu pergi menemui Sunan Gunung Jati dan meminta restu. Sebelum menikah, rambut panjang sakti Soka dipotong.

Keduanya lalu menikah dan hidup bahagia. Soka melanjutkan dakwahnya menyebarkan agama Islam di pesisir utara Jawa. Demikian ulasan singkat Cerita Pagi ini diakhiri. Semoga memberikan manfaat.

Sumber tulisan:
Agus Sunyoto, Buku 3: Sang Pembaharu, Perjuangan dan Ajaran Syaikh Siti Jenar, LKis Yogyakarta, 2004.
Agus Sunyoto, Buku 5: Sang Pembaharu, Perjuangan dan Ajaran Syaikh Siti Jenar, LKis Yogyakarta, 2004.
Alik al Adhim, Sunan Gunung Jati-Peletak Dasar Kerajaan Islam di Jawa, JPBOOKS, 2016.
(hsk)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1749 seconds (0.1#10.140)