Perang Bubat, Hilangnya Kepercayaan Majapahit dan Retaknya Dwitunggal Hayam Wuruk-Gajah Mada

Sabtu, 25 Desember 2021 - 06:30 WIB
loading...
Perang Bubat, Hilangnya Kepercayaan Majapahit dan Retaknya Dwitunggal Hayam Wuruk-Gajah Mada
Perang Bubat memicu retaknya dwitunggal Hayam Wuruk-Gajah Mada yang disegani nusantara.Foto/ilustrasi
A A A
Kerajaan Majapahit sempat kehilangan kepercayaan dari Kerajaan Sunda yang memiliki hubungan akrab. Hilangnya kepercayaan itu disebabkan kegagalan pernikahan Dyah Pitaloka Citraresmi dengan Hayam Wuruk berdampak panjang terhadap Majapahit dan Gajah Mada.

Bahkan permintaan maaf yang telah disampaikan secara terbuka oleh Raja Hayam Wuruk tak bisa diterima begitu saja oleh Patih Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati. Dikisahkan pada buku "Perang Bubat 1279 Saja : Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit" tulisan Sri Wintala Achmad, Bunisora Suradipati yang menjabat sebagai pejabat sementara raja Sunda dibuat marah dan geram atas ulah Kerajaan Majapahit.

Baca juga: Panglima TNI Bakal Pecat 3 Oknum TNI yang Terlibat Tewasnya Hendi dan Salsabila

Kegagalan pernikahan Dyah Pitaloka Citraresmi, putri Raja Sunda Maharaja Linggabuana Wisesa dengan Hayam Wuruk telah membuat hubungan akrab yang telah bertahun-tahun lamanya antara Majapahit dan Sunda berakhir. Hayam Wuruk bahkan merasa sangat kehilangan pasca ditinggal meninggal bunuh diri sang kekasih pujaan yang akan dinikahinya.

Tetapi pada fakta sejarah sepeninggal kegagalan pernikahan dengan Dyah Pitaloka Citraresmi, Hayam Wuruk dikisahkan sempat menikahi Sri Sudewi atau Indudewi.

Di sisi lain, ulah Gajah Mada yang dianggap biang kerok kegagalan pernikahan dengan Dyah Pitaloka Citraresmi membuatnya tak memiliki wewenang lagi. Cita-citanya untuk merealisasikan gagasan Nusantara dan Sumpah Palapa-nya, seakan-akan langsung kandas saat itu juga.

Bahkan Gajah Mada sempat akan ditangkap oleh pejabat istana Majapahit yang mengejar dan mencarinya. Namun ia berhasil melarikan diri dengan melakukan moksa, alias wafat tanpa meninggalkan raganya.

Baca juga: Detik-detik Kades di Blora Buka Pintu Darurat Pesawat yang Hendak Terbang

Di sisi lain, pasca Perang Bubat dwitunggal Hayam Wuruk - Gajah Mada kandas. Hubungan kedua petinggi Majapahit yang disegani di seantero Nusantara ini tak lagi berbekas. Luka Hayam Wuruk seolah tak bisa disembuhkan, karena begitu kecewa dan patah hatinya gagal menikah dengan perempuan cantik putri Raja Sunda Maharaja Linggabuana Wisesa.

Hayam Wuruk pun memberi Gajah Mada tanah di Madakaripura Probolinggo, yang dapat diartikan sebagai anjuran halus agar Gajah Mada mulai mempertimbangkan pensiun. Tanah yang terletak jauh dari Kotaraja Majapahit ini membuat Gajah Mada mulai mengundurkan diri dari hingar perpolitikan Majapahit.

Bisa disimpulkan bahwa pasca Perang Bubat, Hayam Wuruk mulai mengurangi peran dan fungsi Gajah Mada. Ia tak lagi mempercayai Gajah Mada dan tidak terlalu bergantung padanya. Sejak Perang Bubat itu, Hayam Wuruk lebih terlibat dalam pemerintahan dan berusaha mengambil keputusan sendiri.

Hayam Wuruk menyusun sistem pemerintahan baru yang membuat penguasa dapat aktif secara langsung, dan meminta pertimbangan dari keluarga dan pejabat senior, sebelum mengambil sebuah kebijakan. Ia juga mulai melainkan perjalanan ke berbagai daerah, untuk mengetahui kondisi masyarakatnya.

Rakyat pun menjadi terkesan dengan sistem pemerintahan Hayam Wuruk yang dianggap lebih terbuka. Walaupun saat itu selang beberapa waktu, Gajah Mada masih menjabat sebagai Mahapatih Amangkubhumi, namun kekuasaannya tidak sebesar dulu
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1423 seconds (0.1#10.140)