Dokter Dituding Untung Besar dari Penanganan Covid-19, IDI Makassar: Itu Fitnah

Minggu, 07 Juni 2020 - 17:25 WIB
loading...
Dokter Dituding Untung Besar dari Penanganan Covid-19, IDI Makassar: Itu Fitnah
Humas IDI Kota Makassar, dr Wachyudi Muchsin. Foto: Istimewa
A A A
MAKASSAR - Beberapa hari belakangan, isu tentang dokter dan tenaga medis yang dapat keuntungan dari penanganan pandemi virus corona atau Covid-19 ramai dibincangkan masyarakat. Isu itu muncul seiring dengan penetapan status pasien, baik pasien dalam pengawasan (PDP), maupun positif yang kerap diprotes warga.

Atas isu tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar sebagai organisasi profesi dokter angkat bicara. Lewat dr Wachyudi Muchsin, Humas IDI Kota Makassar, isu itu disebut fitnah.

"Mewakili dokter, pertama ingin mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada seluruh masyarakat yang keluarganya meninggal terpapar virus corona. Baik itu dalam status PDP maupun positif Covid. Baik itu masyarakat biasa, maupun dokter serta tenaga medis yang gugur," ujar dokter Wachyudi dalam siaran pers yang diterima SINDOnews.



IDI Kota Makassar menilai, saat ini yang menjadi kelemahan di Indonesia adalah lambannya proses diagnosa terhadap Covid-19. Kemampuan laboratorium masih sangat terbatas, sehingga sampel harus mengantre untuk diperiksa, membuat hasil diagnosa baru keluar 1 hingga 2 minggu.Hal inilah kata Yudi, sapaan Wachyudi yang menjadi persoalan untuk dicarikan solusi.

Khusus kasus PDP yang meninggal dunia, pemerintah melalui tim gugus Covid-19 mengambil pilihan yang dianggap lebih aman dengan memakamkan sesuai protokol Covid-19. Tujuannya, menekan laju penyebaran penyakit yang sangat cepat. Di sini kata dia, terkadang timbul persolan, di mana hasil swab keluar setelah pasien dimakamkan dengan protokol Covid-19. Kejadian inilah yang menjadi peringatan ke pemerintah.

Menurut Yudi, ini akan menjadi persoalan baru. Lantaran, penetapan pasien Covid-19 memunculkan stigma rumah sakit dan tenaga medis menjadikannya untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah. Stigma tersebut kata Yudi, bahwa setiap yang ditetapkan sebagai pasien Covid-19. maka rumah sakit akan mendapat keuntungan besar untuk penangannya.

"Itu semua tidak benar dan fitnah. Pertanyaannya negara dapat uang dari mana ratusan juta dikalikan semua pasien Covid se-Indonesia?," kata dr Yudi.

Ia meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi informasi tidak benar. Seperti pernyataan keluarga pasien corona meninggal yang videonya viral. Keluarga pasien itu menyebut, rumah sakit akan menerima dana sangat besar dari Kementerian Keuangan untuk setiap pasien Covid-19 yang ditangani. Informasi yang belum tentu kebenarannya tersebut kata Yudi berimbas ke dokter serta paramedis.

"Seperti yang kita ketahui, bahwa PDP adalah status resiko, bukan suatu diagnosis," imbuh dokter Yudi.

Yudi meyakini, semua pihak tidak ingin bersentuhan dengan masalah corona. Terutama bagi keluarga pasien yang meninggal. Tak hanya duka, keluarga pasien diakui Yudi akan mendapat beban stigma dari sebagian masyarakat yang memahami Covid-19 adalah aib.

Ketua Kempo Kota Makassar ini berkata, status PDP adalah kondisi di mana pasien mengalami suatu penyakit yang disertai gejala mengarah ke Covid-19. Kebanyakan kata dia, kasus Covid-19 yang meninggal, lantaran ada penyakit bawaan sebelumnya. Karena ganasnya virus penyebab Covid-19, pasien kata Yudi meninggal sebelum swab keluar, lalu dimakamkan dengan protokol Covid-19.

Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia ini mengatakan, proses pemakaman jenazah bukan dokter yang mengurus, namun melalui tim gugus. Seperti disampaikan Letjen Doni Monardo.

“Yurianto, telah menjelaskan bahwa ada sejumlah kasus, sejumlah peristiwa, jenazah pasien Covid-19 yang wafat dimakamkan dengan cara Covid-19. Karena belum dilakukan tes dan hasil tes belum keluar, maka seluruh pasien Covid-19 itu tetap dimakamkan secara Covid-19,” ujar Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Letjen Doni Monardo.



"Ini mengacu terhadap beberapa peristiwa beberapa minggu yang lalu. Di mana salah seorang pejabat ada yang meninggal kemudian dimakamkan dengan standar reguler. Setelah beberapa hari ternyata ditemukan positif Covid-19,” sambung Doni.

Karena itu, Doni mengatakan pemerintah enggan mengambil risiko. Pemerintah juga enggan gegabah dalam menangani jenazah pasien terkait Covid-19.

“Untuk hindari agar tidak terjadi lagi pasien yang meninggal Covid-19 maupun non-Covid-19, salah dalam melakukan analisa, salah dalam ambil keputusan, maka semua pasien pasien meninggal dunia diperlakukan sebagai pasien Covid-19 dan setelah ada hasilnya, Kemenkes baru bisa memutuskan pasien itu positif atau negatif,” jelasnya.
(luq)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6897 seconds (0.1#10.140)