Siasat Cerdik Panembahan Senopati Gunakan Perempuan Cantik Taklukkan Madiun
loading...
A
A
A
Pasukan besar dikerahkan Panembahan Senopati, untuk menaklukkan Jawa bagian Timur. Pasukan Kerajaan Mataram itu, bergerak menuju Surabaya, melalui Blora. Pasukan besar itu, sempat beristirahat di wilayah Jipang.
Pergerakan pasukan besar dari Mataram ini, sudah diketahui oleh telik sandi Surabaya. Adipati Surabaya, dengan cekatan mempersiapkan kekuatan terbesarnya untuk menghadapi serangan dari Kerajaan Mataram.
Adipati Surabaya mengumpulkan seluruh bupati yang ada di bawahnya, mulai Bupati Tuban, Lamongan, Gresik, Lumajang, Kertasana, Malang, Pasuruan, Kediri, Blitar, Pringgabaya, Lasem, Madura, Sumenep, Pakacangan, dan Pragunan.
Penyerbuan Surabaya, oleh pasukan Mataram yang dipimpin Panembahan Senopati ini, digambarkan Peri Mardiono dalam bukunya yang berjudul "Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II".
Ekspansi Panembahan Senopati ke Surabaya ini juga melibatkan Sunan Giri. Hal ini bertujuan agar Sunan Giri bisa memberikan andil untuk menghindari pertumpahan darah lebih hebat. Alhasil Surabaya bisa ditaklukkan dan mengakui kedaulatan Mataram.
Setelah berhasil membuat Surabaya tunduk, Panembahan Senopati kemudian bergerak menuju Madiun dengan bala tentaranya. Di sana ia berusaha menduduki Madiun, tetapi jumlah prajurit Madiun jauh lebih banyak dari pada Mataram.
Saat itu Adipati Madiun, juga tengah mengumpulkan para bupati untuk mempersiapkan pasukan masing-masing menghadapi gelombang serangan dari Mataram. Bentrokan pun pecah antara kedua kekuatan itu. Mataram menghadapi serangan besar dari Madiun, dan Ponorogo.
Tetapi Panembahan Senopati adalah komandan yang cerdas, sadar jumlah pasukannya kalah. Panembahan Senopati menjalankan strategi tipu muslihat dengan pura-pura menyerah kepada Madiun.
Pernyataan menyerahnya itu ia tulis di dalam sebuah surat yang diantarkan seorang wanita ke Madiun. Setelah surat diterima oleh Adipati Madiun, maka isi surat itu langsung disebarkan ke seluruh bupati yang awalnya membantu Madiun.
Pengumuman ini membuat para bupati dan pasukannya bubar serta menarik diri untuk pulang. Ketika sekutu Madiun sudah mulai pulang, maka Madiun tinggallah sendirian. Saat itulah, Panembahan Senopati langsung bergerak menuju Kota Madiun, menggerakkan pasukan dan melakukan penyerangan.
Serangan Panembahan Senopati yang sifatnya mendadak ini, membuat Madiun kalang kabut dan adipatinya pun lari meninggalkan pura. Madiun pun berhasil dikuasai oleh Mataram dan Panembahan Senopati secara mudah. Kemudian Mataram bisa langsung mencaplok wilayah Pasuruan, Kediri, dan Ponorogo.
Tetapi, pengerahan pasukan besar-besaran oleh Panembahan Senopati ke wilayah Jawa bagian timur ini, gagal menaklukkan Blambangan, Panarukan, dan Bali. Ketiga wilayah itu masih tetap menjadi sebuah wilayah merdeka.
Sementara di wilayah barat, sejumlah wilayah yang masih merdeka alias belum dikuasai oleh Mataram di masa pemerintahan Panembahan Senopati adalah Kedu, Bagelen, Banyumas, dan bagian selatan Cirebon.
Sedangkan wilayah di pesisir utara Jawa, yakni Rembang, Pati, Demak, dan Pekalongan, berhasil ditundukkan oleh Mataram. Awalnya, Pati bersama Demak juga melakukan perlawanan terhadap Mataram. Bahkan tentara mereka sempat mendekati Mataram. Tetapi pada akhirnya Pati dan Demak, berhasil ditaklukkan oleh Panembahan Senopati dan pasukan kudanya.
Pergerakan pasukan besar dari Mataram ini, sudah diketahui oleh telik sandi Surabaya. Adipati Surabaya, dengan cekatan mempersiapkan kekuatan terbesarnya untuk menghadapi serangan dari Kerajaan Mataram.
Adipati Surabaya mengumpulkan seluruh bupati yang ada di bawahnya, mulai Bupati Tuban, Lamongan, Gresik, Lumajang, Kertasana, Malang, Pasuruan, Kediri, Blitar, Pringgabaya, Lasem, Madura, Sumenep, Pakacangan, dan Pragunan.
Penyerbuan Surabaya, oleh pasukan Mataram yang dipimpin Panembahan Senopati ini, digambarkan Peri Mardiono dalam bukunya yang berjudul "Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II".
Ekspansi Panembahan Senopati ke Surabaya ini juga melibatkan Sunan Giri. Hal ini bertujuan agar Sunan Giri bisa memberikan andil untuk menghindari pertumpahan darah lebih hebat. Alhasil Surabaya bisa ditaklukkan dan mengakui kedaulatan Mataram.
Setelah berhasil membuat Surabaya tunduk, Panembahan Senopati kemudian bergerak menuju Madiun dengan bala tentaranya. Di sana ia berusaha menduduki Madiun, tetapi jumlah prajurit Madiun jauh lebih banyak dari pada Mataram.
Saat itu Adipati Madiun, juga tengah mengumpulkan para bupati untuk mempersiapkan pasukan masing-masing menghadapi gelombang serangan dari Mataram. Bentrokan pun pecah antara kedua kekuatan itu. Mataram menghadapi serangan besar dari Madiun, dan Ponorogo.
Tetapi Panembahan Senopati adalah komandan yang cerdas, sadar jumlah pasukannya kalah. Panembahan Senopati menjalankan strategi tipu muslihat dengan pura-pura menyerah kepada Madiun.
Pernyataan menyerahnya itu ia tulis di dalam sebuah surat yang diantarkan seorang wanita ke Madiun. Setelah surat diterima oleh Adipati Madiun, maka isi surat itu langsung disebarkan ke seluruh bupati yang awalnya membantu Madiun.
Pengumuman ini membuat para bupati dan pasukannya bubar serta menarik diri untuk pulang. Ketika sekutu Madiun sudah mulai pulang, maka Madiun tinggallah sendirian. Saat itulah, Panembahan Senopati langsung bergerak menuju Kota Madiun, menggerakkan pasukan dan melakukan penyerangan.
Serangan Panembahan Senopati yang sifatnya mendadak ini, membuat Madiun kalang kabut dan adipatinya pun lari meninggalkan pura. Madiun pun berhasil dikuasai oleh Mataram dan Panembahan Senopati secara mudah. Kemudian Mataram bisa langsung mencaplok wilayah Pasuruan, Kediri, dan Ponorogo.
Tetapi, pengerahan pasukan besar-besaran oleh Panembahan Senopati ke wilayah Jawa bagian timur ini, gagal menaklukkan Blambangan, Panarukan, dan Bali. Ketiga wilayah itu masih tetap menjadi sebuah wilayah merdeka.
Sementara di wilayah barat, sejumlah wilayah yang masih merdeka alias belum dikuasai oleh Mataram di masa pemerintahan Panembahan Senopati adalah Kedu, Bagelen, Banyumas, dan bagian selatan Cirebon.
Sedangkan wilayah di pesisir utara Jawa, yakni Rembang, Pati, Demak, dan Pekalongan, berhasil ditundukkan oleh Mataram. Awalnya, Pati bersama Demak juga melakukan perlawanan terhadap Mataram. Bahkan tentara mereka sempat mendekati Mataram. Tetapi pada akhirnya Pati dan Demak, berhasil ditaklukkan oleh Panembahan Senopati dan pasukan kudanya.
(eyt)