Tradisi Wayang Menolak Punah di Tengah Gerusan Zaman

Senin, 08 November 2021 - 05:40 WIB
loading...
Tradisi Wayang Menolak...
Pertunjukan wayang dilakukan dalam rangkaian Dies Natalis ke-61 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang dilakukan secara hybrid. Foto/Dok. ITS
A A A
SURABAYA - Gegap gempita teknologi menjadi arus deras yang mempengaruhi kehidupan manusia. Termasuk dalam hal dalam hal pilihan tontonan masyarakat modern, yang kian dimanjakan dengan tontonan digital yang tanpa batas.



Keberadaan budaya wayang sebagai warisan tradisi, tak akan pernah tergerus zaman. Pada peringatan Hari Wayang yang jatuh pada Minggu (7/11/2021), eksistensi wayang masih ada di hati masyarakat Indonesia.



Bahkan, pertunjukan wayang masih bisa masuk ke kelompok muda. Hal itu dibuktikan dengan pagelaran wayang yang dilakukan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang dilakukan secara hybrid.



Mereka pun membuat pagelaran wayang orang yang dipadukan dengan wayang kulit yang diperankan oleh para profesor yang tergabung dalam Dewan Profesor ITS dengan mengusung cerita Harjuna Sasrabahu.

Wayang yang tak pernah usang juga mewujudkan perwajahannya dengan inovasi mengombinasikan pertunjukan wayang kulit dengan wayang orang yang didalangi oleh ketua Dewan Profesor ITS, Imam Robandi.

Pagelaran wayang yang ditampilkan secara virtual ini, ditonton bareng di halaman Gedung Rektorat ITS, serta siaran langsung melalui kanal YouTube ITS TV yang sudah ditonton lebih dari 5.300 kali malam itu.



Menariknya lagi, para profesor yang melakonkan wayang orang tersebut berasal dari berbagai suku daerah di Indonesia, dan rata-rata baru kali pertama ini bermain dalam wayang orang.

Para profesor yang menjadi pemeran wayang dalam pagelaran ini, antara lain Rektor ITS, Mochamad Ashari sebagai Harjuna Sasrabahu, Wakil Rektor I ITS Adi Soeprijanto sebagai Sumantri, Surya Rosa Putra sebagai Patih Suroto, Tri Yogi Yuwono sebagai Prabu Citra Sudarma, dan Muhammad Sigit Darmawan sebagai Kumbakarna.

Selain itu ada Ridho Bayuaji sebagai Raden Citra Kesuma, Hamzah Fansuri sebagai Wibisono, Agus Rubiyanto sebagai Dosomuko, Nadjadji Anwar sebagai Semar, Suasmoro sebagai Bagong, Budisantoso Wirjodirdjo sebagai Petruk, dan Bangun Muljo Sukojo sebagai Gareng.



Dalang Imam Robandi mengisahkan, Harjuna Sasrabahu yang ingin melamar Dewi Citrowati, namun Harjuna atau Arjuna harus bersaing dengan Dosomuko yang ingin melamar perempuan yang sama.

Arjuna membuat sayembara untuk membunuh Dosomuko dengan memerintahkan Sumantri. Singkat cerita, Sumantri ceroboh dalam melaksanakan tugasnya. Cerita diakhiri dengan Sumantri yang dinasihati oleh Arjuna untuk selalu ingat delapan karakter dasar manusia.

Sementara Mochamad Ashari menuturkan, fokus ITS tidak hanya mengembangkan teknologi, namun sekaligus menggabungkan teknologi dengan budaya daerah. Wayang dipilih menjadi tradisi pagelaran setiap Dies Natalis ITS karena budaya daerah ini terkandung banyak filosofi hidup. "Harapannya melalui pagelaran wayang ini, kami berkomitmen untuk melestarikan budaya daerah," katanya.

Acara nonton bersama pagelaran wayang ini juga, mendapat apresiasi yang luar biasa dari Ki Sigit Ariyanto selaku dalang pada pagelaran wayang kulit pembukaan Dies Natalis ke-61 ITS. Dalam apresiasinya, Sigit menyampaikan bahwa pertunjukkan wayang ini layak untuk mendapat penghargaan. "Saya sangat terkagum, sebab belum tentu setiap dalang mampu menciptakan pertunjukkan wayang seperti ini," jelasnya.
(eyt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2974 seconds (0.1#10.140)