Pawon Rabi'ah dan Impian Besar Bersama Ikan Asap
loading...
A
A
A
Ia sengaja memisahkannya biar bisa menjaga asap terus mengepul dengan pekat ketika ikan sudah dinaikan ke tatakan. "Semua ikan harus sudah siap pukul 08.00 WIB, jadi pukul 09.00 WIB sudah dijual di Porong," ungkapnya.
Dari balik pintu kecil yang terbuat dari bambu itu, Rabi'ah selalu teringat pada ayahnya Asfi yang meninggal empat bulan lalu karena COVID-19. Anak bungsunya yang diharapan bisa meneruskan tradisi keluarga berbisnis ikan asap. Anak yang dulunya masih berlarian ketika dirinya mengolah ikan.
Ia tak mau terus terpuruk setelah kehilangan. Pandemi telah mengubah banyak sisi kehidupannya, namun ia meyakinkan dirinya untuk terus bangkit. Pawon kecilnya kini bisa lebih banyak mengolah ikan asap setelah Pertagas mendampingi warga di Penatarsewu. "Dulu kecil tepat pengasapan, sekarang lebih besar. Bisa cepat kalau mengasapi ikan," sambungnya.
Matahari sudah mulai merayap masuk celah-celah rumahnya. Asap yang membumbung setiap hari selalu berkejaran dengan impiannya untuk bisa terus menyekolahkan anak dan cucunya. Dari pawon kecil itu, empat anaknya sudah menyelesaikan sekolah dan bisa mandiri.
Ia mulai bercerita di awal 1990-an, ketika orang-orang di kampungnya hidup dalam kesulitan. Pendapatan dari nelayan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari. Banyak yang memilih merantau ke luar kota, bahkan ke luar pulau untuk mengubah jalannya nasib.
Di tengah mengenang masa sulit itu, suara ketukan datang dari depan. Kendaraan terparkir. Mobil pickup dengan beberapa boks kecil berwarna merah langsung masuk ke gang kecilnya di sebelah sungai. "100 kg dulu, nanti siang ambil lagi untuk dikirim ke Surabaya," kata Maulana, salah satu pelanggannya.
Lelaki berperawakan dempal itu setiap hari mengambil ikan asap dari Pawon Robi'ah. Ia membawanya ke Surabaya untuk dijual bijian di Pasar Wonokromo dan Banyuurip. Robi'ah menjualnya kiloan, harga per kilonya Rp40-50 ribu, tergantung besar dan kecilnya ikan yang diangkut. "Saya jualnya bijian, biasanya di kisaran Rp8 ribu sampai Rp15 ribu tiap ekor," kata Maulana.
Belum pukul 07.00 WIB, Rabi'ah kembali menambah serabut kelapa di dasar tungku. Suara kokok ayam dari belakang terus bersahutan. Matanya langsung tertuju ke pintu tengah ketika Asfi yang bangun dari tidur dan meminta air putih.
Ia langsung membalasnya dengan senyuman, kerut pipinya membuncah dan segera mengandeng cucunya ke meja kecil. Mereka pun larut dalam candaan, Rabi'ah mengajak cucunya untuk duduk di dekat pintu pawon, memandang matahari yang kini mulai terlihat gagah.
Dari balik pintu kecil yang terbuat dari bambu itu, Rabi'ah selalu teringat pada ayahnya Asfi yang meninggal empat bulan lalu karena COVID-19. Anak bungsunya yang diharapan bisa meneruskan tradisi keluarga berbisnis ikan asap. Anak yang dulunya masih berlarian ketika dirinya mengolah ikan.
Ia tak mau terus terpuruk setelah kehilangan. Pandemi telah mengubah banyak sisi kehidupannya, namun ia meyakinkan dirinya untuk terus bangkit. Pawon kecilnya kini bisa lebih banyak mengolah ikan asap setelah Pertagas mendampingi warga di Penatarsewu. "Dulu kecil tepat pengasapan, sekarang lebih besar. Bisa cepat kalau mengasapi ikan," sambungnya.
Matahari sudah mulai merayap masuk celah-celah rumahnya. Asap yang membumbung setiap hari selalu berkejaran dengan impiannya untuk bisa terus menyekolahkan anak dan cucunya. Dari pawon kecil itu, empat anaknya sudah menyelesaikan sekolah dan bisa mandiri.
Ia mulai bercerita di awal 1990-an, ketika orang-orang di kampungnya hidup dalam kesulitan. Pendapatan dari nelayan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari. Banyak yang memilih merantau ke luar kota, bahkan ke luar pulau untuk mengubah jalannya nasib.
Di tengah mengenang masa sulit itu, suara ketukan datang dari depan. Kendaraan terparkir. Mobil pickup dengan beberapa boks kecil berwarna merah langsung masuk ke gang kecilnya di sebelah sungai. "100 kg dulu, nanti siang ambil lagi untuk dikirim ke Surabaya," kata Maulana, salah satu pelanggannya.
Lelaki berperawakan dempal itu setiap hari mengambil ikan asap dari Pawon Robi'ah. Ia membawanya ke Surabaya untuk dijual bijian di Pasar Wonokromo dan Banyuurip. Robi'ah menjualnya kiloan, harga per kilonya Rp40-50 ribu, tergantung besar dan kecilnya ikan yang diangkut. "Saya jualnya bijian, biasanya di kisaran Rp8 ribu sampai Rp15 ribu tiap ekor," kata Maulana.
Belum pukul 07.00 WIB, Rabi'ah kembali menambah serabut kelapa di dasar tungku. Suara kokok ayam dari belakang terus bersahutan. Matanya langsung tertuju ke pintu tengah ketika Asfi yang bangun dari tidur dan meminta air putih.
Ia langsung membalasnya dengan senyuman, kerut pipinya membuncah dan segera mengandeng cucunya ke meja kecil. Mereka pun larut dalam candaan, Rabi'ah mengajak cucunya untuk duduk di dekat pintu pawon, memandang matahari yang kini mulai terlihat gagah.