Kiai Bukhori Tolak Pakai Piring Keramik, Simbol Perlawanan saat Dibuang Belanda ke Banda Neira
loading...
A
A
A
"Sampai sekarang pohon Pala itu masih ada. Dan sepulang dari ekspedisi Banda Neira saya juga membawa bibit pala juga," kata Gus Bobby.
Kembali dari pengasingan (tahun 1938), Kiai Bukhori kembali aktif ngaji di Ponpes Jatinom Blitar. Terutama kitab kuning. Pesantren Jatinom sejak awal berdiri tidak mengajarkan santri ilmu kanuragan. Kiai Bukhori lebih mengedepankan tradisi literasi.
Menurut Gus Bobby, tradisi mengaji Alquran beserta tafsir, hadist, Nahwu Sharaf, Ilmu Fiqih dan sejumlah kitab klasik terus berjalan hingga kini. "Di pesantren Jatinom tidak mengajarkan kanuragan. Tetapi lebih ke literasi," terang Gus Bobby.
Dari pernikahannya dengan Khadijah, Kiai Bukhori dikaruniai 9 anak, yang dua di antaranya putra. Saat pemilu pertama di Indonesia tahun 1955. Kiai Shofwan, salah satu putra Kiai Bukhori merupakan pendiri sekaligus Ketua Partai NU Blitar. Kiai Bukhori tutup usia pada tahun 1945 dan dimakamkan di lingkungan Ponpes Jatinom, Kanigoro, Kabupaten Blitar.
Sampai akhir hayat, sikapnya terhadap kolonialisme tidak berubah, tetap menolak menggunakan piring keramik dan menganggap keberadaan Belanda di Indonesia adalah ilegal.
Kembali dari pengasingan (tahun 1938), Kiai Bukhori kembali aktif ngaji di Ponpes Jatinom Blitar. Terutama kitab kuning. Pesantren Jatinom sejak awal berdiri tidak mengajarkan santri ilmu kanuragan. Kiai Bukhori lebih mengedepankan tradisi literasi.
Menurut Gus Bobby, tradisi mengaji Alquran beserta tafsir, hadist, Nahwu Sharaf, Ilmu Fiqih dan sejumlah kitab klasik terus berjalan hingga kini. "Di pesantren Jatinom tidak mengajarkan kanuragan. Tetapi lebih ke literasi," terang Gus Bobby.
Dari pernikahannya dengan Khadijah, Kiai Bukhori dikaruniai 9 anak, yang dua di antaranya putra. Saat pemilu pertama di Indonesia tahun 1955. Kiai Shofwan, salah satu putra Kiai Bukhori merupakan pendiri sekaligus Ketua Partai NU Blitar. Kiai Bukhori tutup usia pada tahun 1945 dan dimakamkan di lingkungan Ponpes Jatinom, Kanigoro, Kabupaten Blitar.
Sampai akhir hayat, sikapnya terhadap kolonialisme tidak berubah, tetap menolak menggunakan piring keramik dan menganggap keberadaan Belanda di Indonesia adalah ilegal.
(nic)