Kiai Bukhori Tolak Pakai Piring Keramik, Simbol Perlawanan saat Dibuang Belanda ke Banda Neira

Minggu, 24 Oktober 2021 - 17:13 WIB
loading...
A A A
Hazeu seorang Belanda ahli kebudayaan Jawa. Ia murid Snouck Hurgonje yang pada akhir tahun 1907 rutin mengunjungi masjid-masjid di Pulau Jawa. Catatan Hazeu menyebut Kiai Bukhori adalah seorang guru ngaji di pesantren Jatinom Blitar yang pandangannya membahayakan Belanda.

Terutama dalam menafsirkan bab Jihad dari Kitab fikih Fathul Qorib. Dalam pidato-pidatonya, Kiai Bukhori menyebut kedudukan Belanda di Indonesia adalah ilegal. Karenannya umat Islam wajib melawan, memeranginya. "Catatan Hazeu, Pemerintah Belanda harus hati-hati dengan orang ini (Kiai Bukhori)," terang Gus Bobby.

Saat SI pecah, Kiai Bukhori memilih bergabung dengan SI Merah yang sikap perlawanannya terhadap kolonial Belanda lebih radikal. Sejumlah tokoh radikal yang kemudian dicap sebagai komunis berada di Sarekat Rakyat. Semaun, Alimin, Darsono, Tan Malaka dan Haji Misbach.

SI Merah berkantor pusat di Semarang. Sedangkan SI Putih yang kepemimpinannya dipegang Agus Salim, Abdul Moeis, Suryopranoto dan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, berpusat di Yogyakarta.

Bagi Gus Bobby, komunis tahun 1926 berbeda dengan komunis tahun 1965. "Pandangan komunis 1926 berbeda dengan komunis 1965," papar Gus Bobby. Pemerintah Kolonial Belanda menangkap Kiai Bukhori pada tahun 1928.

Selain Kiai Bukhori, Belanda juga meringkus Kiai Abdullah Fakih dari Plosokerep, Blitar. Penangkapan Kiai Bukhori muncul dalam pemberitaan surat kabar saat itu. Ada sebanyak 7 koran yang menurunkan laporan, yakni salah satunya koran Belanda De Locomotife. Semua menyebut, penangkapan Kiai Bukhori, seorang adviser de sarekat rakyat kelahiran Kaligintung, Kulonprogo, Yogyakarta.

"Adviser de sarekat rakyat ini mungkin jabatan penasehat atau semacam Dewan Syuro Sarekat Rakyat," kata Gus Bobby. Kiai Bukhori memang berasal dari Kaligintung, Kulonprogo, Yogyakarta.



Sebagaimana laskar Diponegoro yang lain. Paska kalah dalam Perang Jawa (1825-1830), Kiai Bukhori menyelamatkan diri ke Timur. Ia sempat singgah di Ponorogo, Nganjuk dan Pare Kediri, sebelum akhirnya memutuskan bermukim di Blitar.

Pada tahun 1886. Setelah menikahi Khadijah, putri KH Hasan Mustar atau KH Qomarudin yang juga veteran laskar Diponegoro, Kiai Bukhori mendirikan Pondok Pesantren di Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2624 seconds (0.1#10.140)