LPSK Tawarkan Perlindungan untuk Bocah Korban Cungkil Mata di Gowa
loading...
A
A
A
SUNGGUMINASA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menurunkan tim untuk menawarkan bantuan dan perlindungan terhadap korban dan saksi kasus dugaan pencungkilan mata di Kabupaten Gowa. Terdapat dua orang yang bakal mendapat perlindungan LPSK yakni korban berinisial AP (6) dan paman korban, Bayu.
Wakil Ketua LPSK , Edwin Partogi Pasaribu, membenarkan pihaknya siap memberikan perlindungan terhadap AP dan Bayu. Diketahui, insiden itu terjadi pada 1 September lalu di Kecamatan Tinggimoncong, dimana pelakunya adalah kedua orang tua AP bersama paman dan kakek korban.
Menurut Edwin, timnya telah datang menjenguk AP dan Bayu di RSUD Syekh Yusuf Gowa pada Kamis (9/9) kemarin. "Kemarin tim bertemu dengan korban dan pamannya yang menjadi saksi," kata dia, dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat (10/9).
Kedatangan tim itu difasilitasi Unit Pelayanan Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Gowa. Di sana, Edwin mengaku dapat informasi jika rehabilitasi medis maupun psikologis korban ditanggung oleh Pemkab Gowa.
"Ini kita apresiasi karena pemda telah menunjukan kehadiran bagi warganya yang membutuhkan. Langkah ini patut jadi contoh bagi pemda lain dalam memberikan perlindungan kepada warganya yang menjadi korban tindak pidana," ungkapnya.
Terlebih, kata Edwin, dalam Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan menyatakan tidak semua korban kejahatan bisa dicover BPJS. "Hal ini membuat banyak korban kesulitan dalam upaya rehabilitasi medisnya, disinilah seharusnya Pemda hadir bagi warganya," jelasnya.
Menurutnya, kondisi kesehatan korban sudah membaik meski lukanya cukup parah karena ada luka robekan yang cukup panjang di mata kanan. Dokter RSUD Syekh Yusuf, kata Edwin, harus melakukan tindakan reposisi bola mata.
"Alhamdulillah, sekarang penglihatan mata kanan korban masih bisa berfungsi. Kami sangat apresiasi tindakan tim dokter RSUD Syekh Yusuf dalam menyelamatkan penglihatan korban," paparnya.
Dia menerangkan korban belum mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK, sebab Pemkab Gowa selama ini menjamin perlindungan dan pelayanan kesehatan untuk AP. Selain itu dinas terkait masih berembuk dengan pihak keluarga korban mengenai perwalian anak.
Menurut Edwin perwalian penting karena sebagai anak, perlindungan baru bisa diberikan jika ada persetujuan dari orang tua atau wali. Sementara dalam kasus yang dimana orang tua sebagai pelaku tindak pidana terhadap anaknya, maka permohonan bisa diajukan oleh wali.
Ketentuan diatur dalam pasal 29A UU Perlindungan Saksi dan Korban. Pada pasal yang sama dijelaskan bahwa LPSK dapat meminta penetapan pengadilan terkait perwalian korban dalam rangka pengajuan permohonan.
"Artinya belum menutup kemungkinan bagi korban untuk dilindungi oleh kami. LPSK terus menjalin komunikasi dengan DP3A Kabupaten Gowa dan keluarga serta pengadilan terkait kemungkinan tersebut," jelas Edwin.
Meski korban belum mengajukan permohonan perlindungan, namun paman korban, Bayu tetap mengajukan permohonan perlindungan berupa pemenuhan hak prosedural. Sebab, Bayu merupakan salah satu saksi yang melihat terjadinya peristiwa tersebut.
Bayu jugalah yang melaporkan peristiwa tersebut ke perangkat desa dan Babinsa yang kemudian mengevakuasi AP ke rumah sakit. "Paman korban kemungkinan memiliki keterangan yang bisa membantu pengungkapan perkara ini, sehingga yang bersangkutan mengajukan permohonan perlindungan terkait proses hukum yang mungkin akan dijalaninya sebagai saksi," jelas Edwin.
Selain melihat korban di RS Syekh Yusuf, tim LPSK juga mendatangi Polres Gow a untuk mengetahui informasi terkait perkara tersebut. Dimana dalam kasus tersebut, polisi telah menetapkan bapak, ibu, paman, dan kakek anak tersebut sebagai tersangka.
"Atas dugaan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak. Informasi dari penyidik tersebut akan menjadi bahan pertimbangan LPSK dalam memutuskan perlu atau tidaknya perlindungan kepada paman korban," tutur Edwin.
LPSK, kata dia, akan memproses permohonan perlindungan dari paman korban. Keputusan memberi perlindungan ditentukan oleh pimpinan. "Kami akan melihat sifat pentingnya keterangan, ancaman yang diterima saksi, dan juga rekam jejak pidananya," tegas Edwin.
LPSK berharap agar kasus kekerasan terhadap anak bisa dihindari karena dampak kekerasan terhadap anak bisa jadi akan sangat panjang. Terutama yang meninggalkan luka fisik kepada korban. "Kami berharap semua pihak, terutama orang tua, bisa menjadi pelindung bagi anaknya, bukan justru jadi pelaku atas kekerasan terhadap anak mereka," pungkas Edwin.
Wakil Ketua LPSK , Edwin Partogi Pasaribu, membenarkan pihaknya siap memberikan perlindungan terhadap AP dan Bayu. Diketahui, insiden itu terjadi pada 1 September lalu di Kecamatan Tinggimoncong, dimana pelakunya adalah kedua orang tua AP bersama paman dan kakek korban.
Menurut Edwin, timnya telah datang menjenguk AP dan Bayu di RSUD Syekh Yusuf Gowa pada Kamis (9/9) kemarin. "Kemarin tim bertemu dengan korban dan pamannya yang menjadi saksi," kata dia, dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat (10/9).
Kedatangan tim itu difasilitasi Unit Pelayanan Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Gowa. Di sana, Edwin mengaku dapat informasi jika rehabilitasi medis maupun psikologis korban ditanggung oleh Pemkab Gowa.
"Ini kita apresiasi karena pemda telah menunjukan kehadiran bagi warganya yang membutuhkan. Langkah ini patut jadi contoh bagi pemda lain dalam memberikan perlindungan kepada warganya yang menjadi korban tindak pidana," ungkapnya.
Terlebih, kata Edwin, dalam Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan menyatakan tidak semua korban kejahatan bisa dicover BPJS. "Hal ini membuat banyak korban kesulitan dalam upaya rehabilitasi medisnya, disinilah seharusnya Pemda hadir bagi warganya," jelasnya.
Menurutnya, kondisi kesehatan korban sudah membaik meski lukanya cukup parah karena ada luka robekan yang cukup panjang di mata kanan. Dokter RSUD Syekh Yusuf, kata Edwin, harus melakukan tindakan reposisi bola mata.
"Alhamdulillah, sekarang penglihatan mata kanan korban masih bisa berfungsi. Kami sangat apresiasi tindakan tim dokter RSUD Syekh Yusuf dalam menyelamatkan penglihatan korban," paparnya.
Dia menerangkan korban belum mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK, sebab Pemkab Gowa selama ini menjamin perlindungan dan pelayanan kesehatan untuk AP. Selain itu dinas terkait masih berembuk dengan pihak keluarga korban mengenai perwalian anak.
Menurut Edwin perwalian penting karena sebagai anak, perlindungan baru bisa diberikan jika ada persetujuan dari orang tua atau wali. Sementara dalam kasus yang dimana orang tua sebagai pelaku tindak pidana terhadap anaknya, maka permohonan bisa diajukan oleh wali.
Ketentuan diatur dalam pasal 29A UU Perlindungan Saksi dan Korban. Pada pasal yang sama dijelaskan bahwa LPSK dapat meminta penetapan pengadilan terkait perwalian korban dalam rangka pengajuan permohonan.
"Artinya belum menutup kemungkinan bagi korban untuk dilindungi oleh kami. LPSK terus menjalin komunikasi dengan DP3A Kabupaten Gowa dan keluarga serta pengadilan terkait kemungkinan tersebut," jelas Edwin.
Meski korban belum mengajukan permohonan perlindungan, namun paman korban, Bayu tetap mengajukan permohonan perlindungan berupa pemenuhan hak prosedural. Sebab, Bayu merupakan salah satu saksi yang melihat terjadinya peristiwa tersebut.
Bayu jugalah yang melaporkan peristiwa tersebut ke perangkat desa dan Babinsa yang kemudian mengevakuasi AP ke rumah sakit. "Paman korban kemungkinan memiliki keterangan yang bisa membantu pengungkapan perkara ini, sehingga yang bersangkutan mengajukan permohonan perlindungan terkait proses hukum yang mungkin akan dijalaninya sebagai saksi," jelas Edwin.
Selain melihat korban di RS Syekh Yusuf, tim LPSK juga mendatangi Polres Gow a untuk mengetahui informasi terkait perkara tersebut. Dimana dalam kasus tersebut, polisi telah menetapkan bapak, ibu, paman, dan kakek anak tersebut sebagai tersangka.
"Atas dugaan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak. Informasi dari penyidik tersebut akan menjadi bahan pertimbangan LPSK dalam memutuskan perlu atau tidaknya perlindungan kepada paman korban," tutur Edwin.
LPSK, kata dia, akan memproses permohonan perlindungan dari paman korban. Keputusan memberi perlindungan ditentukan oleh pimpinan. "Kami akan melihat sifat pentingnya keterangan, ancaman yang diterima saksi, dan juga rekam jejak pidananya," tegas Edwin.
LPSK berharap agar kasus kekerasan terhadap anak bisa dihindari karena dampak kekerasan terhadap anak bisa jadi akan sangat panjang. Terutama yang meninggalkan luka fisik kepada korban. "Kami berharap semua pihak, terutama orang tua, bisa menjadi pelindung bagi anaknya, bukan justru jadi pelaku atas kekerasan terhadap anak mereka," pungkas Edwin.
(tri)