Harga Cabai Hancur, Petani di Majalengka Biarkan Tanaman Kering lalu Membakarnya

Sabtu, 28 Agustus 2021 - 04:03 WIB
loading...
Harga Cabai Hancur, Petani di Majalengka Biarkan Tanaman Kering lalu Membakarnya
Sejumlah petani membakar tanaman cabai mereka yang telah dibiarkan kering dan terbengkalai. Foto/MPI/inin nastain
A A A
MAJALENGKA - Sejumlah petani cabai keriting di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat mengeluhkan rendahnya harga jual di pasaran. Sebagai bentuk kekesalan, mereka membiarkan tanaman cabainya terlantar.

Seperti dilakukan sejumlah petani Cabai di Desa Argalingga, Kecamatan Argapura. Alih-alih memanen, mereka justru membiarkan cabai-cabai tanamannya membusuk di pohonnya. Sebagian di antaranya memiarkan tanaman padi mereka mengering untuk kemudian dibakar.

“Kalaupun dipanen tetap merugi, jadi dibakar aja. Ini cabai merah keriting,” kata salah seorang petani, Dadi.

Baca juga: Krisis Oksigen di Lima Rumah Sakit Rujukan COVID-19 Tertangani

Saat ini, jelas dia, harga cabai merah keriting di kalangan petani di kisaran Rp6 ribu per kilogram. Bagi dia, idealnya, harga cabai di kisaran Rp 14 ribu. Dengan harga di kisaran itu, para petani bisa mendapat keuntungan.

“Sekarang satu kilogram itu Cuma Rp6 ribu. Kalau mau dapat untung itu di kisaran Rp14 ribu. Ini sudah terjadi tiga bulanan. Jadi ya begini aja, dibakar. Ada yang didiemin sampai membusuk juga,” jelas dia.

PPKM disinyalir kuat menjadi pemicu anjloknya harga Cabai di pasaran. Bulan-bulan ini biasanya ramai warga yang menggelar hajat, yang berdampak terhadap tingginya permintaan Cabai di pasaran.

“Pertama, hajatan dilarang, kedua rumah makan banyak yang tutup. Cabai ini kan larinya kesana, buat acara hajatan sama rumah makan,” kata petani Cabai lainnya, Tatang.

Baca juga: Ibu dan Anak Gadisnya Ditelanjangi dan Dibunuh, Polisi Kantongi Bukti Kuat

Tatang menjelaskan, kondisi serupa juga sejatinya terjadi untuk jenis cabai lainnya, seperti cabai merah besar dan cabai rawit merah. Anjloknya harga Cabai-cabai di pasaran itu, jelas dia, sudah terjadi selama dua tahun, sejak tahun pertama terjadi Pandemi Covid 19.

“Tahun ini mah agak mending, tahun kemarin lebih parah harganya dari sekarang. Selama pandemi ini lahan yang ditanami cabai di sini juga berkurang dari 100 hektare menjadi hanya sekitar 50 hektare saja,” jelas dia.

“Bingung, mau gimana lagi ini teh. Karena modal sudah habis. Petani banyak milih yang nggak manen, karena kalau dipanen kan pakai ongkos lagi buat bayar orang. Ada yang didiemin, ada yang dibakar. Ada yang beralih tanam juga,” lanjut Tatang.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1660 seconds (0.1#10.140)