Blitar Gempar, Wali Kota Digugat Rp 2 M karena Izinkan Pembangunan Hotel Berbintang
loading...
A
A
A
BLITAR - Keputusan Wali Kota Blitar Santoso yang memberikan izin pembangunan hotel berbintang di lingkungan Sendang, Kelurahan Bendogerit, Kota Blitar , terus ditentang warga setempat.
Bahkan reaksi warga membuat gempar karena pembangunan hotel tetap lanjut, sehingga warga yang berjumlah 124 kepala keluarga (KK) di kawasan itu menggugat walikota dan jajarannya atas pembangunan hotel berbintang yang hampir rampung itu.
Gugatan perdata terhadap Wali Kota Blitar selaku Tergugat 1, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Tergugat 2, serta PT Bumi Artha Mas selaku Turut Tergugat, telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Blitar .
Warga yang mengatasnamakan Forum Masyarakat Lingkungan dan Komunitas Sendang (Formalitas) khawatir keberadaan hotel akan menganggu sumber mata air di permukiman. "Sesuai titik koordinat satelit hanya berjarak sekitar 90 meter dari Sumber Air Sendang yang merupakan sumber air yang dilindungi," ujar Moh Trijanto selaku koordinator warga kepada wartawan, Rabu (11/8/2021).
Bangunan hotel berbintang ini berada di Jalan Raya Ir Soekarno. Bertingkat delapan dan saat ini tinggal proses finishing. Informasi yang dihimpun, nilai investasi yang dikucurkan untuk pembangunan sekitar Rp 50 miliar lebih.
Menurut Trijanto, lokasi hotel tidak sesuai Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).Dengan jarak hanya 90 meter dari sumber air, warga khawatir hotel akan menyedot sumber air dalam.
Warga mencemaskan sumur-sumur mengering. Kemudian selama proses pembangunan, muncul masalah polusi udara dan suara. “Sesuai peraturan Menteri PUPR No 28 Tahun 2015 Tentang Penetapan Garis Sepadan Sungai dan Danau, disyaratkan minimal 200 meter," terang Trijanto.
Pada bulan Juli 2021, gugatan telah didaftarkan ke PN Blitar. Dua kali dilakukan mediasi, namun gagal. Jika pembangunan hotel tetap berlanjut, warga menuntut ganti rugi materiil Rp 1 miliar dan imateriil Rp 1 miliar. Sebelum didaftarkan ke PN, warga juga sudah menyampaikan aspirasi ke Pemkot Blitar dan legislatif. "Tapi responsnya tidak memuaskan. Terkesan menyepelekan," tegasnya.
Dalam gugatan yang dilayangkan ke PN Blitar, warga juga meminta majelis hakim menyatakan seluruh izin yang diterbitkan Wali Kota Blitar atau Tergugat 1, cacat hukum dan sekaligus tidak berkekuatan hukum tetap. Menyikapi mediasi yang gagal, kuasa hukum tergugat 1, kata Trijanto, meminta waktu dua minggu untuk mediasi lanjutan.
Kepala DPM-PTSP Kota Blitar Suharyono membenarkan adanya gugatan warga. Tidak hanya IMB. Seluruh perizinan pembangunan hotel juga digugat. "Seluruhnya digugat. Perijinan dan pembangunannya," ujar Suharyono.
Terkait izin pembangunan, Suharyono menegaskan, semua sudah lengkap. Mengenai jarak garis sepadan hotel dengan sumber air, Suharyono justru balik bertanya jarak dengan rumah warga.“Dekat mana antara sumber air dengan rumah warga dibanding dengan bangunan hotel?,” ketusnya.
Bahkan reaksi warga membuat gempar karena pembangunan hotel tetap lanjut, sehingga warga yang berjumlah 124 kepala keluarga (KK) di kawasan itu menggugat walikota dan jajarannya atas pembangunan hotel berbintang yang hampir rampung itu.
Gugatan perdata terhadap Wali Kota Blitar selaku Tergugat 1, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Tergugat 2, serta PT Bumi Artha Mas selaku Turut Tergugat, telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Blitar .
Warga yang mengatasnamakan Forum Masyarakat Lingkungan dan Komunitas Sendang (Formalitas) khawatir keberadaan hotel akan menganggu sumber mata air di permukiman. "Sesuai titik koordinat satelit hanya berjarak sekitar 90 meter dari Sumber Air Sendang yang merupakan sumber air yang dilindungi," ujar Moh Trijanto selaku koordinator warga kepada wartawan, Rabu (11/8/2021).
Bangunan hotel berbintang ini berada di Jalan Raya Ir Soekarno. Bertingkat delapan dan saat ini tinggal proses finishing. Informasi yang dihimpun, nilai investasi yang dikucurkan untuk pembangunan sekitar Rp 50 miliar lebih.
Menurut Trijanto, lokasi hotel tidak sesuai Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).Dengan jarak hanya 90 meter dari sumber air, warga khawatir hotel akan menyedot sumber air dalam.
Warga mencemaskan sumur-sumur mengering. Kemudian selama proses pembangunan, muncul masalah polusi udara dan suara. “Sesuai peraturan Menteri PUPR No 28 Tahun 2015 Tentang Penetapan Garis Sepadan Sungai dan Danau, disyaratkan minimal 200 meter," terang Trijanto.
Pada bulan Juli 2021, gugatan telah didaftarkan ke PN Blitar. Dua kali dilakukan mediasi, namun gagal. Jika pembangunan hotel tetap berlanjut, warga menuntut ganti rugi materiil Rp 1 miliar dan imateriil Rp 1 miliar. Sebelum didaftarkan ke PN, warga juga sudah menyampaikan aspirasi ke Pemkot Blitar dan legislatif. "Tapi responsnya tidak memuaskan. Terkesan menyepelekan," tegasnya.
Dalam gugatan yang dilayangkan ke PN Blitar, warga juga meminta majelis hakim menyatakan seluruh izin yang diterbitkan Wali Kota Blitar atau Tergugat 1, cacat hukum dan sekaligus tidak berkekuatan hukum tetap. Menyikapi mediasi yang gagal, kuasa hukum tergugat 1, kata Trijanto, meminta waktu dua minggu untuk mediasi lanjutan.
Kepala DPM-PTSP Kota Blitar Suharyono membenarkan adanya gugatan warga. Tidak hanya IMB. Seluruh perizinan pembangunan hotel juga digugat. "Seluruhnya digugat. Perijinan dan pembangunannya," ujar Suharyono.
Terkait izin pembangunan, Suharyono menegaskan, semua sudah lengkap. Mengenai jarak garis sepadan hotel dengan sumber air, Suharyono justru balik bertanya jarak dengan rumah warga.“Dekat mana antara sumber air dengan rumah warga dibanding dengan bangunan hotel?,” ketusnya.
(nic)