Banyak Pasien COVID-19 Isoman Meninggal Dunia, Ini Penyebabnya
loading...
A
A
A
SURABAYA - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Jawa Timur (Jatim) meminta pasien COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri dengan gejala ringan tetapi memiliki komorbid agar melakukan perawatan di Rumah Sakit (RS) Darurat Lapangan. Hal ini untuk mengantisipasi agar keadaan pasien tidak semakin memburuk yang berakibat pada kematian.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Jatim, dr. Makhyan Jibril mengakui saat ini banyak pasien COVID-19 yang meninggal dunia ketika menjalani isoman atau perawatan mandiri.
Baca juga: Serapan Anggaran Penanganan COVID-19, Plh Sekdaprov Jatim: Tak Ada Teguran Mendagri
Namun begitu, dirinya tidak mengetahui angka detail jumlahnya secara pasti. "Pasien isoman di rumah tetap memerlukan perhatian. Terutama dalam tata cara pengobatan yang sesuai dengan anjuran dokter," katanya, Selasa (27/7/2021).
Sejauh ini, kata dia, Satgas Penanganan COVID-19 Jatim masih melakukan analisa penyebab secara pasti banyak pasien COVID-19 yang isoman dan meninggal dunia. Apakah akibat dari varian Delta ataukah ada penyebab lain.
"Kemungkinan besar, isoman yang tidak dirawat atau tidak diobati dengan cara yang pas, atau bahkan mereka tidak mau tes, itu yang kemudian meninggal dunia. Jadi ada banyak faktor yang mempengaruhi kenapa isoman banyak meninggal,” ujarnya.
Dia menambahkan, rata-rata yang terjadi saat ini, orang yang isoman pada hari ke 6 tiba-tiba kondisi drop yang ditandai dengan menurunnya saturasi. Padahal selama isoman beberapa hari sebelumnya seperti tidak ada apa-apa. Pasien isoman perlu mendapat pengawasan. Sebab jika saturasi turun dan tidak segera ditangani dengan baik akan lebih berbahaya. Bahkan, kondisi saat ini banyak orang isoman dengan mengkonsumsi obat-obatan dari rekomendasi orang lain.
"Yang mengawasi pasien isoman harus tenaga medis. Pasien isoman tidak bisa diobati secara ngawur dari rekomendasi obat ABC. Padahal OTG (orang tanpa gejala) belum butuh antivirus, atau sebaliknya gejala sedang butuh obat tetapi tidak mendapatkan obat yang seharusnya,” katanya.
Menurutnya, jika pasien isoman merasa tidak bisa merawat diri dengan optimal sebaiknya segera datang ke RS lapangan atau karantina. Sehingga bisa mendapat pengawasan dari tenaga kesehatan. Pemerintah sendiri sudah banyak menyediakan tempat-tempat isolasi seperti RS Lapangan Indrapura, RS Lapangan Tembak, RS Lapangan di Gelora Bung Tomo dan lainnya.
“Rata-rata, pasien isoman yang kondisinya terlalu parah atau dengan saturasi oksigen di bawah 80 baru dibawa ke rumah sakit. Padahal dengan kondisi yang sudah drop lebih sulit untuk menolongnya," tandas Jibril.
Berdasarkan data di laman infocovid-19.jatimprov.go.id per 26 Juli 2021, tercatat jumlah kasus meninggal baru sebanyak 386 orang. Sehingga total kumulatif yang meninggal mencapai 18.899 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16.664 orang meninggal akibat COVID-19, dan sebanyak 2.235 orang meninggal akibat memiliki komorbid sekaligus positif COVID-19.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Jatim, dr. Makhyan Jibril mengakui saat ini banyak pasien COVID-19 yang meninggal dunia ketika menjalani isoman atau perawatan mandiri.
Baca juga: Serapan Anggaran Penanganan COVID-19, Plh Sekdaprov Jatim: Tak Ada Teguran Mendagri
Namun begitu, dirinya tidak mengetahui angka detail jumlahnya secara pasti. "Pasien isoman di rumah tetap memerlukan perhatian. Terutama dalam tata cara pengobatan yang sesuai dengan anjuran dokter," katanya, Selasa (27/7/2021).
Sejauh ini, kata dia, Satgas Penanganan COVID-19 Jatim masih melakukan analisa penyebab secara pasti banyak pasien COVID-19 yang isoman dan meninggal dunia. Apakah akibat dari varian Delta ataukah ada penyebab lain.
"Kemungkinan besar, isoman yang tidak dirawat atau tidak diobati dengan cara yang pas, atau bahkan mereka tidak mau tes, itu yang kemudian meninggal dunia. Jadi ada banyak faktor yang mempengaruhi kenapa isoman banyak meninggal,” ujarnya.
Dia menambahkan, rata-rata yang terjadi saat ini, orang yang isoman pada hari ke 6 tiba-tiba kondisi drop yang ditandai dengan menurunnya saturasi. Padahal selama isoman beberapa hari sebelumnya seperti tidak ada apa-apa. Pasien isoman perlu mendapat pengawasan. Sebab jika saturasi turun dan tidak segera ditangani dengan baik akan lebih berbahaya. Bahkan, kondisi saat ini banyak orang isoman dengan mengkonsumsi obat-obatan dari rekomendasi orang lain.
"Yang mengawasi pasien isoman harus tenaga medis. Pasien isoman tidak bisa diobati secara ngawur dari rekomendasi obat ABC. Padahal OTG (orang tanpa gejala) belum butuh antivirus, atau sebaliknya gejala sedang butuh obat tetapi tidak mendapatkan obat yang seharusnya,” katanya.
Menurutnya, jika pasien isoman merasa tidak bisa merawat diri dengan optimal sebaiknya segera datang ke RS lapangan atau karantina. Sehingga bisa mendapat pengawasan dari tenaga kesehatan. Pemerintah sendiri sudah banyak menyediakan tempat-tempat isolasi seperti RS Lapangan Indrapura, RS Lapangan Tembak, RS Lapangan di Gelora Bung Tomo dan lainnya.
“Rata-rata, pasien isoman yang kondisinya terlalu parah atau dengan saturasi oksigen di bawah 80 baru dibawa ke rumah sakit. Padahal dengan kondisi yang sudah drop lebih sulit untuk menolongnya," tandas Jibril.
Berdasarkan data di laman infocovid-19.jatimprov.go.id per 26 Juli 2021, tercatat jumlah kasus meninggal baru sebanyak 386 orang. Sehingga total kumulatif yang meninggal mencapai 18.899 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16.664 orang meninggal akibat COVID-19, dan sebanyak 2.235 orang meninggal akibat memiliki komorbid sekaligus positif COVID-19.
(msd)