Beratnya Karantina Mandiri Tanpa Bantuan Kebutuhan Sehari-hari
loading...
A
A
A
TASIKMALAYA - Halaman seukuran lapangan sepak bola mini itu sepi. Tak ada anak yang bermain atau para ibu berkumpul. Rumah itu seperti tak berpenghuni. Tetiba pintu rumah terbuka. Seseorang perempuan melambaikan tangan kepada SINDOnews.
”Saya ingin bisa segera sehat, bisa segera beraktivitas, Pak. Saya saat ini bekerja sendiri dan harus tetap memenuhi kebutuhan anak-anak. Saya ingin bisa segera berkumpul lagi dengan mereka,” kata perempuan itu.
Keinginan itu disampaikan Neng, sebut saja nama perempuan itu demikian, melalui pesan whatsapp. Maklum, dia memang tidak bisa sembarangan tamu karena harus menjalani karantina mandiri setelah dinyatakan positif corona.
Siang itu, Minggu (19/4/2020), tepat sepekan Neng menjalani karantina mandiri. Tak ada sanak saudara di rumah itu. Dia tinggal sendiri. Dua anaknya dititipkan ke rumah sang nenek, sekitar 50 meter dari rumah tersebut.
"Tetangga di sini baik, tapi kelihatan masih takut. Suami tidak bisa pulang karena bekerja di luar kota, zona merah," balas dia. (Baca : Perangi Corona, Indonesia Datangkan Reagen PCR dan APD dari Korea Selatan)
Neng dipulangkan dari rumah sakit tempatnya dirawat pada 11 April lalu karena sudah dianggap sehat. Namun, Neng mengaku baru menerima hasil tes swab dari puskesmas pada 16 April.
Hasil tes swab pertama itu cukup menggembirakan karena negatif. Namun dia masih harus menjalani isolasi mandiri sembari menunggu hasil tes swab kedua pekan ini.
Bagi Neng, menjalani isolasi bukanlah perkara mudah, apalagi ia biasa berkegiatan sosial. Kini, dia mesti mengasingkan diri dan sama sekali dilarang melakukan kontak dengan masyarakat.
”Belum ada kepastian sampai kapan isolasi. Cuma dianjurkan untuk isolasi yang benar, dan akan dilakukan swab tes kedua,” ujarnya.
Hingga saat ini, Neng masih dihantui rasa tidak percaya atas nasib yang menimpanya. Neng yang tidak pernah bepergian ke luar kota ternyata bisa terpapar corona. Tiap hari dia hanya pulang pergi dari rumah ke kantor dan sebaliknya. Tapi pada 27 Maret dinyatakan positif saat mengikuti rapid test corona.
"Sudah takdir seperti ini. Tapi entah sampai kapan karena obat pun tak ada yang dikonsumsi. Katanya sudah cukup saat di rumah sakit," tuturnya. (Baca : Masa Kerja dari Rumah PNS Diperpanjang Sampai 13 Mei 2020)
Kondisi ini membuat Neng pasrah. Uang persediaan menipis karena uang gaji dipakai membiayai pengasuh anak. Tabungan anak pun sudah terkuras untuk kebutuhan mereka. Neng tetap mengutamakan anak agar tidak terlantar. "Kasihan kalau diasuh neneknya terus karena sudah tua," kata Neng.
Bahkan untuk makan sehari-hari, Neng hanya mengandalkan belas kasihan orang tua. Makanan yang dikirimkan ditaruh di depan. Neng akan mengambilnya ketika si pengantar sudah pergi. ”Saya makan apa saja yang ada, Pak. Tidak banyak permintaan karena kasian juga orang tua,” kata Neng.
Neng yang tinggal di sebuah kampung yang cukup asri berjarak 7 kilometer dari pusat Kota Tasikmalaya, boleh jadi hanya satu dari sekian banyak korban pandemi corona yang mengalami kesulitan serupa. Tidak banyak yang diinginkannya. Neng hanya meminta pemerintah bisa lebih memikirkan rakyat kecil karena dia yakin banyak yang lebih menderita dibandingkan dirinya.
"Mudah-mudahan ini mewakili suara rakyat kecil terjangkit corona. Harus isolasi mandiri tapi semakin susah karena tak ada bantuan sehari-hari," ujar Neng mengakhiri percakapan.
”Saya ingin bisa segera sehat, bisa segera beraktivitas, Pak. Saya saat ini bekerja sendiri dan harus tetap memenuhi kebutuhan anak-anak. Saya ingin bisa segera berkumpul lagi dengan mereka,” kata perempuan itu.
Keinginan itu disampaikan Neng, sebut saja nama perempuan itu demikian, melalui pesan whatsapp. Maklum, dia memang tidak bisa sembarangan tamu karena harus menjalani karantina mandiri setelah dinyatakan positif corona.
Siang itu, Minggu (19/4/2020), tepat sepekan Neng menjalani karantina mandiri. Tak ada sanak saudara di rumah itu. Dia tinggal sendiri. Dua anaknya dititipkan ke rumah sang nenek, sekitar 50 meter dari rumah tersebut.
"Tetangga di sini baik, tapi kelihatan masih takut. Suami tidak bisa pulang karena bekerja di luar kota, zona merah," balas dia. (Baca : Perangi Corona, Indonesia Datangkan Reagen PCR dan APD dari Korea Selatan)
Neng dipulangkan dari rumah sakit tempatnya dirawat pada 11 April lalu karena sudah dianggap sehat. Namun, Neng mengaku baru menerima hasil tes swab dari puskesmas pada 16 April.
Hasil tes swab pertama itu cukup menggembirakan karena negatif. Namun dia masih harus menjalani isolasi mandiri sembari menunggu hasil tes swab kedua pekan ini.
Bagi Neng, menjalani isolasi bukanlah perkara mudah, apalagi ia biasa berkegiatan sosial. Kini, dia mesti mengasingkan diri dan sama sekali dilarang melakukan kontak dengan masyarakat.
”Belum ada kepastian sampai kapan isolasi. Cuma dianjurkan untuk isolasi yang benar, dan akan dilakukan swab tes kedua,” ujarnya.
Hingga saat ini, Neng masih dihantui rasa tidak percaya atas nasib yang menimpanya. Neng yang tidak pernah bepergian ke luar kota ternyata bisa terpapar corona. Tiap hari dia hanya pulang pergi dari rumah ke kantor dan sebaliknya. Tapi pada 27 Maret dinyatakan positif saat mengikuti rapid test corona.
"Sudah takdir seperti ini. Tapi entah sampai kapan karena obat pun tak ada yang dikonsumsi. Katanya sudah cukup saat di rumah sakit," tuturnya. (Baca : Masa Kerja dari Rumah PNS Diperpanjang Sampai 13 Mei 2020)
Kondisi ini membuat Neng pasrah. Uang persediaan menipis karena uang gaji dipakai membiayai pengasuh anak. Tabungan anak pun sudah terkuras untuk kebutuhan mereka. Neng tetap mengutamakan anak agar tidak terlantar. "Kasihan kalau diasuh neneknya terus karena sudah tua," kata Neng.
Bahkan untuk makan sehari-hari, Neng hanya mengandalkan belas kasihan orang tua. Makanan yang dikirimkan ditaruh di depan. Neng akan mengambilnya ketika si pengantar sudah pergi. ”Saya makan apa saja yang ada, Pak. Tidak banyak permintaan karena kasian juga orang tua,” kata Neng.
Neng yang tinggal di sebuah kampung yang cukup asri berjarak 7 kilometer dari pusat Kota Tasikmalaya, boleh jadi hanya satu dari sekian banyak korban pandemi corona yang mengalami kesulitan serupa. Tidak banyak yang diinginkannya. Neng hanya meminta pemerintah bisa lebih memikirkan rakyat kecil karena dia yakin banyak yang lebih menderita dibandingkan dirinya.
"Mudah-mudahan ini mewakili suara rakyat kecil terjangkit corona. Harus isolasi mandiri tapi semakin susah karena tak ada bantuan sehari-hari," ujar Neng mengakhiri percakapan.
(muh)