Jangan Tunggu Zona Merah, Penyekatan Antar Daerah Perlu Dipertimbangkan
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Makassar sebagai daerah yang menyumbang kasus positif Covid-19 tertinggi di Sulsel perlu mengambil langkah taktis dalam mengantisipasi peningkatan kasus Covid-19. Jangan menunggu zona merah, langkah penyekatan perlu dipertimbangkan.
Humas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar , dr Wahyudi Muchsin mengatakan pembatasan mobilitas merupakan salah satu langkah yang penting untuk menekan laju penularan Covid-19. Alasannya, Makassar memiliki tingkat mobilitas yang tinggi sehingga warganya dinilai perlu dibatasi.
"Makassar ini episentrum. Banyak faktor kenapa bisa ada peningkatan, karena Makassar sebagai ibu kota orang semua datangi. Pergerakan dari dalam dan luar tidak bisa dielakkan," terangnya.
Langkah tersebut dapat ditempuh dengan memberlakukan kembali surat keterangan sehat bagi seluruh masyarakat. Selain itu, masyarakat luar yang akan menginap di hotel juga perlu dibatasi.
Wahyudi mengatakan, pemerintah paling tidak bisa memberikan perhatian lebih dengan menempatkan petugas yang berjaga hingga papan bicara di seluruh pintu masuk dan jalan-jalan untuk mengingatkan masyarakat mematuhi prokes.
Selain pembatasan mobilitas antar daerah, mobilitas dalam kota juga patut diwaspadai. Terutama potensi-potensi kerumunan yang menurutnya saat ini masih marak terjadi.
"Jujur masyarakat masih abai menerapkan protokol 3M, makanya saya dukung Makassar Recover dengan satgasnya memperketat pengawasan di keramain," ujarnya.
Dia juga mengharapkan agar testing dimasifkan dalam daerah, menurutnya pemerintah telah memberikan perhatian lebih terhadap Covid-19 lewat program Makassar Recover. Hanya saja, testing dianggap masih lemah dan tidak sesuai dengan standar dari WHO .
Selain itu, zona oranye yang saat ini disandang tidak serta merta menjadi alasan untuk tidak mengetatkan sejumlah prokes.
"Kalau mau zona hijau gampang, hentikan testing tapi ini akan seperti semangka, hijau luar merah dalam. Standarnya kan 1.200 harusnya per hari berbanding jumlah penduduk di Sulsel. Tetapi di luar pasien covid yang kontrol. Ini 300 400 perhari jadi tidak sesuai standar WHO," kata Wahyudi.
"Makassar spesifik, kalau mau dirata-ratakan, kita kan 11% ke atas positif rate, artinya dari 10 ada 3, 4 positif. Kalau mau jujur, banyak orang OTG ini, tapi bukan itu poinnya, itu kalau saya lebih ke preventif," tuturnya.
Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Makassar , Andi Hadijah Iriani mengatakan, pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan adanya double screening di seluruh pintu masuk.
Menurutnya, yang penting diwaspadai adalah wilayah-wilayah merah seperti Pulau Jawa. Wilayah-wilayah tersebut memang sudah harus diwajibkan untuk diberi kebijakan khusus.
"Kan kita sudah tahu, Pak Wali sampaikan bahwa memang kasus yang masuk adalah kasus impor jadi orang yang keluar dan yang masuk, memang Pak Wali wacanakan double screening di bandara," ujarnya.
Dia mengakui Makassar sebagai episentrum memiliki tingkat mobilitas yang tinggi, namun untuk melakukan penyekatan hal ini tetap menjadi kebijakan dari Wali Kota Makassar .
"Kalau darat yah kalau masuk lingkungan Sulsel yah tertumpunya di Makassar karena orang datang ke Makassar datang belanja, berobat ke Makassar. Untuk kebijakan pembatasan dari Dinkes kita menunggu kebijakannya karena ini merupakan kebijakan dari kepala daerah, Pak Wali. Kita tidak punya ranah ke sana," pungkasnya.
Humas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar , dr Wahyudi Muchsin mengatakan pembatasan mobilitas merupakan salah satu langkah yang penting untuk menekan laju penularan Covid-19. Alasannya, Makassar memiliki tingkat mobilitas yang tinggi sehingga warganya dinilai perlu dibatasi.
"Makassar ini episentrum. Banyak faktor kenapa bisa ada peningkatan, karena Makassar sebagai ibu kota orang semua datangi. Pergerakan dari dalam dan luar tidak bisa dielakkan," terangnya.
Langkah tersebut dapat ditempuh dengan memberlakukan kembali surat keterangan sehat bagi seluruh masyarakat. Selain itu, masyarakat luar yang akan menginap di hotel juga perlu dibatasi.
Wahyudi mengatakan, pemerintah paling tidak bisa memberikan perhatian lebih dengan menempatkan petugas yang berjaga hingga papan bicara di seluruh pintu masuk dan jalan-jalan untuk mengingatkan masyarakat mematuhi prokes.
Selain pembatasan mobilitas antar daerah, mobilitas dalam kota juga patut diwaspadai. Terutama potensi-potensi kerumunan yang menurutnya saat ini masih marak terjadi.
"Jujur masyarakat masih abai menerapkan protokol 3M, makanya saya dukung Makassar Recover dengan satgasnya memperketat pengawasan di keramain," ujarnya.
Dia juga mengharapkan agar testing dimasifkan dalam daerah, menurutnya pemerintah telah memberikan perhatian lebih terhadap Covid-19 lewat program Makassar Recover. Hanya saja, testing dianggap masih lemah dan tidak sesuai dengan standar dari WHO .
Selain itu, zona oranye yang saat ini disandang tidak serta merta menjadi alasan untuk tidak mengetatkan sejumlah prokes.
"Kalau mau zona hijau gampang, hentikan testing tapi ini akan seperti semangka, hijau luar merah dalam. Standarnya kan 1.200 harusnya per hari berbanding jumlah penduduk di Sulsel. Tetapi di luar pasien covid yang kontrol. Ini 300 400 perhari jadi tidak sesuai standar WHO," kata Wahyudi.
"Makassar spesifik, kalau mau dirata-ratakan, kita kan 11% ke atas positif rate, artinya dari 10 ada 3, 4 positif. Kalau mau jujur, banyak orang OTG ini, tapi bukan itu poinnya, itu kalau saya lebih ke preventif," tuturnya.
Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Makassar , Andi Hadijah Iriani mengatakan, pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan adanya double screening di seluruh pintu masuk.
Menurutnya, yang penting diwaspadai adalah wilayah-wilayah merah seperti Pulau Jawa. Wilayah-wilayah tersebut memang sudah harus diwajibkan untuk diberi kebijakan khusus.
"Kan kita sudah tahu, Pak Wali sampaikan bahwa memang kasus yang masuk adalah kasus impor jadi orang yang keluar dan yang masuk, memang Pak Wali wacanakan double screening di bandara," ujarnya.
Dia mengakui Makassar sebagai episentrum memiliki tingkat mobilitas yang tinggi, namun untuk melakukan penyekatan hal ini tetap menjadi kebijakan dari Wali Kota Makassar .
"Kalau darat yah kalau masuk lingkungan Sulsel yah tertumpunya di Makassar karena orang datang ke Makassar datang belanja, berobat ke Makassar. Untuk kebijakan pembatasan dari Dinkes kita menunggu kebijakannya karena ini merupakan kebijakan dari kepala daerah, Pak Wali. Kita tidak punya ranah ke sana," pungkasnya.
(agn)