Ridwan Kamil Tegaskan Tidak Ada Pelonggaran PSBB di Provinsi Jabar
loading...
A
A
A
BANDUNG - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menegaskan, tidak ada pelonggaran dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jabar untuk menekan persebaran virus Corona (COVID-19). Bahkan PSBB tingkat Provinsi Jabar dilanjutkan secara proporsional hingga 29 Mei 2020.
"Saya katakan tidak ada relaksasi dari PSBB ini, tetap ketat, yang ada kita memberikan data apa adanya, memberikan treatment kedisiplinan sesuai dengan proporsinya," tegas Ridwan Kamil, Kamis (21/5/2020). (Baca juga; Jelang Lebaran, Gubernur Khawatir Kasus Positif COVID-19 di Jabar Melonjak )
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu berharap, melalui pengawasan yang ketat, pergerakan masyarakat dapat terus dibatasi, sehingga potensi penularan COVID-19 pun dapat ditekan semaksimal mungkin. "Kita tidak berharap ada gelombang kedua (penyebaran) COVID-19," ucapnya.
Lebih lanjut Kang Emil mengatakan, selain memperketat pengawasan, aparat TNI/Polri akan menyosialisasikan pembagian wilayah berdasarkan indeks kewaspadaan sesuai hasil evaluasi PSBB skala provinsi yang berakhir pada Selasa, 19 Mei 2020 lalu itu.
"Kelurahan dan desa yang berbeda warna akan disosialisasikan anggota TNI dan Polri. Jangan sampai desa yang status hijau didatangi warga dari (wilayah) bertatus merah atau hitam," tandasnya. (Baca juga; Mayoritas Desa/Kelurahan di Jawa Barat Berstatus Zona Kuning COVID-19 )
Diketahui, evaluasi PSBB skala provinsi meliputi analisa risiko kesehatan dan non-kesehatan. Berdasarkan hasil analisa tersebut, seluruh kabupaten/kota, termasuk kecamatan dan desa dibagi berdasarkan level kewaspadaan. Berdasarkan perhitungan aspek kewaspadaan, setiap wilayah mendapatkan skoring secara ilmiah. Jika skornya rendah antara 8-11, maka daerah yang bersangkutan masuk level 5 atau zona hitam (kritis).
Selanjutnya, skor menengah antara 12-14 masuk pada level 4 atau zona merah (waspada berat), skor 15-17 masuk level 3 atau zona kuning, dan skornya 21-24 masuk level 1 atau zona hijau. Mengacu pada level kewaspadaan, pembatasan aktivitas setiap daerah pun menjadi berbeda. Pada wilayah level 5, pergerakan masyarakat harus mendekati 0%.
Sementara pada level 4, pergerakan masyarakat dibatasi hingga 30%, level 3 hingga 60%, level 2 boleh 100% dengan syarat tetap menjaga jarak dan menerapkan protokol kesehatan.
"Saya katakan tidak ada relaksasi dari PSBB ini, tetap ketat, yang ada kita memberikan data apa adanya, memberikan treatment kedisiplinan sesuai dengan proporsinya," tegas Ridwan Kamil, Kamis (21/5/2020). (Baca juga; Jelang Lebaran, Gubernur Khawatir Kasus Positif COVID-19 di Jabar Melonjak )
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu berharap, melalui pengawasan yang ketat, pergerakan masyarakat dapat terus dibatasi, sehingga potensi penularan COVID-19 pun dapat ditekan semaksimal mungkin. "Kita tidak berharap ada gelombang kedua (penyebaran) COVID-19," ucapnya.
Lebih lanjut Kang Emil mengatakan, selain memperketat pengawasan, aparat TNI/Polri akan menyosialisasikan pembagian wilayah berdasarkan indeks kewaspadaan sesuai hasil evaluasi PSBB skala provinsi yang berakhir pada Selasa, 19 Mei 2020 lalu itu.
"Kelurahan dan desa yang berbeda warna akan disosialisasikan anggota TNI dan Polri. Jangan sampai desa yang status hijau didatangi warga dari (wilayah) bertatus merah atau hitam," tandasnya. (Baca juga; Mayoritas Desa/Kelurahan di Jawa Barat Berstatus Zona Kuning COVID-19 )
Diketahui, evaluasi PSBB skala provinsi meliputi analisa risiko kesehatan dan non-kesehatan. Berdasarkan hasil analisa tersebut, seluruh kabupaten/kota, termasuk kecamatan dan desa dibagi berdasarkan level kewaspadaan. Berdasarkan perhitungan aspek kewaspadaan, setiap wilayah mendapatkan skoring secara ilmiah. Jika skornya rendah antara 8-11, maka daerah yang bersangkutan masuk level 5 atau zona hitam (kritis).
Selanjutnya, skor menengah antara 12-14 masuk pada level 4 atau zona merah (waspada berat), skor 15-17 masuk level 3 atau zona kuning, dan skornya 21-24 masuk level 1 atau zona hijau. Mengacu pada level kewaspadaan, pembatasan aktivitas setiap daerah pun menjadi berbeda. Pada wilayah level 5, pergerakan masyarakat harus mendekati 0%.
Sementara pada level 4, pergerakan masyarakat dibatasi hingga 30%, level 3 hingga 60%, level 2 boleh 100% dengan syarat tetap menjaga jarak dan menerapkan protokol kesehatan.
(wib)