Ahli Biologi Sel: COVID-19 Menyebar Global Bermutasi Jadi Virus Lokal
loading...
A
A
A
MALANG - Virus Corona jenis baru, COVID-19 , membuat resah dunia, karena selain mematikan, penyebarannya virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China tersebut, begitu cepat dan menjangkau seluruh wilayah di dunia.
(Baca juga: Darurat COVID-19, Kemendag Bongkar Permainan Harga Gula )
Bahkan, menurut guru besar bidang biologi sel Universitas Brawijaya (UB) Malang, Sutiman B. Sumitro, virus Corona ini menyebar secara global, namun mampu bermutasi menjadi virus lokal.
Virus ini menurutnya, seolah melakukan gerakan anti globalisasi. Perilaku ini menyulitkan orang membuat vaksin ataupun obat yang orientasinya satu jenis vaksin atau obat untuk semua orang tidak memandang kelokalan. "Inilah penghalang utama konsep berpikir industri bidang kesehatan dalam menemukan vaksin atau obat," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jamu sebagai minuman kesehatan tradisional khas Indonesia, bukanlah obat untuk penyakit tertentu, karena konsepnya adalah untuk menjaga kualitas hidup.
"Di saat inilah jamu dapat dipikirkan daya manfaatnya untuk mengatasi COVID-19 . Bukan dengan konsep membunuh virus, namun mendukung sistem tubuh agar mampu bertahan dan mengatasi penyakit. Kearifan lokal kita seolah menemukan momen untuk menunjukkan eksistensinya yang selama ini terpinggirkan oleh konsep kedokteran modern," ungkapnya.
Hal lain yang sangat merepotkan dari COVID-19 , menurut Sutiman, adalah adanya Orang Tanpa Gejala (OTG) atau orang terinfeksi namun tidak merasakan simtom sama sekali. Sebagian besar populasi adalah OTG. Merasa sehat-sehat saja sehingga beraktivitas biasa dan berpotensi menularkan ke orang lain.
"Di sinilah kita diuntungkan dengan indeks UV yang tinggi, karena virus akan mengalami inaktivasi sehingga jumlah orang terinfeksi tidak setinggi daerah subtropis dengan udara tercemar karena UV tidak berperanan secara nyata," pungkasnya.
(Baca juga: Darurat COVID-19, Kemendag Bongkar Permainan Harga Gula )
Bahkan, menurut guru besar bidang biologi sel Universitas Brawijaya (UB) Malang, Sutiman B. Sumitro, virus Corona ini menyebar secara global, namun mampu bermutasi menjadi virus lokal.
Virus ini menurutnya, seolah melakukan gerakan anti globalisasi. Perilaku ini menyulitkan orang membuat vaksin ataupun obat yang orientasinya satu jenis vaksin atau obat untuk semua orang tidak memandang kelokalan. "Inilah penghalang utama konsep berpikir industri bidang kesehatan dalam menemukan vaksin atau obat," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jamu sebagai minuman kesehatan tradisional khas Indonesia, bukanlah obat untuk penyakit tertentu, karena konsepnya adalah untuk menjaga kualitas hidup.
"Di saat inilah jamu dapat dipikirkan daya manfaatnya untuk mengatasi COVID-19 . Bukan dengan konsep membunuh virus, namun mendukung sistem tubuh agar mampu bertahan dan mengatasi penyakit. Kearifan lokal kita seolah menemukan momen untuk menunjukkan eksistensinya yang selama ini terpinggirkan oleh konsep kedokteran modern," ungkapnya.
Hal lain yang sangat merepotkan dari COVID-19 , menurut Sutiman, adalah adanya Orang Tanpa Gejala (OTG) atau orang terinfeksi namun tidak merasakan simtom sama sekali. Sebagian besar populasi adalah OTG. Merasa sehat-sehat saja sehingga beraktivitas biasa dan berpotensi menularkan ke orang lain.
"Di sinilah kita diuntungkan dengan indeks UV yang tinggi, karena virus akan mengalami inaktivasi sehingga jumlah orang terinfeksi tidak setinggi daerah subtropis dengan udara tercemar karena UV tidak berperanan secara nyata," pungkasnya.
(eyt)