Butuh Rp48 Miliar, TPP Nakes Disebut Bakal Memberatkan Keuangan Daerah
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Tenaga Kesehatan (Nakes) di Kota Makassar menuntut diberikan Tambahan Penghasilan Pegawai ( TPP ). Permintaan ini dinilai akan memberatkan keuangan daerah, sebab kebutuhan untuk membayar TPP nakes mencapai Rp48 miliar.
Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Makassar , Agus Djaja Said mengatakan, jumlah tersebut hanya untuk mengakomodir 1.291 nakes yang bekerja di puskesmas. Belum termasuk nakes di rumah sakit.
"Para nakes harus memilih, apakah mau jasa medik atau TPP. Keuangan daerah tidak cukup. Tidak bisa dipaksakan. Khusus puskesmas saja kita sudah hitung mencapai Rp48 miliar," kata Agus, belum lama ini.
Dia menerangkan, sudah ada tim yang sebelumnya dibentuk agar mengkaji pemberian TPP ini dan hasilnya tetap tak bisa diperjuangkan. Nakes tetap tidak terakomodir menerima TPP.
"Ini berat. Keuangan tak cukup. Apalagi, sudah ada tunjangan medis yang pada dasarnya tak ada bedanya dengan TPP. Nakes harus mengerti ini, jangan asal tuntut saja sebab bukan hanya mereka yang harus ditanggung oleh negara," ungkap dia.
Terlebih jika nakes menuntut TPP dan jasa medik, itu akan sangat memberatkan di tengah pandemi Covid-19 ini. Pasalnya, anggaran pemerintah kota difokuskan untuk menangani pandemi Covid-19.
"Kalau diminta juga TPP dan jasa medik, bisa dibayangkan kita biaya dua kali lipat," beber Agus.
Olehnya itu, Agus menyarankan, agar para nakes bisa bekerja lebih baik lagi ke depannya apabila ingin mendapatkan honor jasa medik yang besar. Sebab, jasa medik tersebut dihitung berdasarkan dengan kinerja masing-masing.
"Jadi jangan heran kalau ada yang memperoleh honor jasa medik rendah atau besar dibandingkan dengan yang lainnya. Yah, itu jasa medik ini dinilai berdasarkan pelayan," ujarnya.
Penilaian ini, kata dia, dihitung dengan dua metode. Pertama berdasarkan luas wilayah dan paling tertinggi jumlah pesertanya.
"Jadi semakin banyak pesertanya (pasien) sudah pasti semakin banyak pula jasa medik yang mereka para nakes akan terima," terangnya.
Sebaliknya, apabila pelayanan para nakes buruk atau tak disukai oleh pasien. Kemudian pindah ke puskesmas lain untuk berobat, maka hampir bisa dipastikan mereka (nakes) akan mendapat honor yang sedikit pula.
"Sekarang itu, orang sudah bisa pindah-pindah puskesmas untuk berobat. Kalau di Puskesmas Anda pelayanannya tak baik, maka sudah pasti kurang pula pemasukan Anda," bebernya.
Olehnya itu, Agus berharap, para nakes yang saat ini bekerja di Puskesmas agar kiranya sedikit bersabar. Tak menuntut terlalu banyak. Apalagi kalau meminta agar jasa medik dan TPP juga diberikan.
"Kalau kita paksakan jasa medik dan kemudian TPP juga diberikan, hampir pasti sangatlah berat. Harus pilih salah satunya," tutupnya.
Ilham, salah seorang nakes Puskesmas Pulau Kodingareng menganggap, pemberian TPP dan jasa medik sekaligus bukan tidak harus dijadikan dalih membebani negara. Pasalnya, penganggarannya sudah diatur dalam Permenkes dan Permendagri.
"Jangan salah, Pak. Kenapa kami menuntut. Itu karena dalam Permenkes Nomor 21 tahun 2016 jelas diatur pemberian jasa medik dan TPP juga demikian, jelas diatur di Permendagri yang diperjelas di Perwali," bebernya.
Belum lagi, kata Ilham, sumber anggarannya sudah ada dan begitu jelas. Sisa penentu kebijakan, mau atau tidak mengalokasikannya. Bila disebut bakal memberatkan keuangan daerah, itu sangat kecil kemungkinan karena masing-masing ada alokasi anggarannya.
"Kenapa kami menuntut? Itu karena ada aturannya dan sangat jelas anggarannya ada," sesal Ilham.
Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Makassar , Agus Djaja Said mengatakan, jumlah tersebut hanya untuk mengakomodir 1.291 nakes yang bekerja di puskesmas. Belum termasuk nakes di rumah sakit.
"Para nakes harus memilih, apakah mau jasa medik atau TPP. Keuangan daerah tidak cukup. Tidak bisa dipaksakan. Khusus puskesmas saja kita sudah hitung mencapai Rp48 miliar," kata Agus, belum lama ini.
Dia menerangkan, sudah ada tim yang sebelumnya dibentuk agar mengkaji pemberian TPP ini dan hasilnya tetap tak bisa diperjuangkan. Nakes tetap tidak terakomodir menerima TPP.
"Ini berat. Keuangan tak cukup. Apalagi, sudah ada tunjangan medis yang pada dasarnya tak ada bedanya dengan TPP. Nakes harus mengerti ini, jangan asal tuntut saja sebab bukan hanya mereka yang harus ditanggung oleh negara," ungkap dia.
Terlebih jika nakes menuntut TPP dan jasa medik, itu akan sangat memberatkan di tengah pandemi Covid-19 ini. Pasalnya, anggaran pemerintah kota difokuskan untuk menangani pandemi Covid-19.
"Kalau diminta juga TPP dan jasa medik, bisa dibayangkan kita biaya dua kali lipat," beber Agus.
Olehnya itu, Agus menyarankan, agar para nakes bisa bekerja lebih baik lagi ke depannya apabila ingin mendapatkan honor jasa medik yang besar. Sebab, jasa medik tersebut dihitung berdasarkan dengan kinerja masing-masing.
"Jadi jangan heran kalau ada yang memperoleh honor jasa medik rendah atau besar dibandingkan dengan yang lainnya. Yah, itu jasa medik ini dinilai berdasarkan pelayan," ujarnya.
Penilaian ini, kata dia, dihitung dengan dua metode. Pertama berdasarkan luas wilayah dan paling tertinggi jumlah pesertanya.
"Jadi semakin banyak pesertanya (pasien) sudah pasti semakin banyak pula jasa medik yang mereka para nakes akan terima," terangnya.
Sebaliknya, apabila pelayanan para nakes buruk atau tak disukai oleh pasien. Kemudian pindah ke puskesmas lain untuk berobat, maka hampir bisa dipastikan mereka (nakes) akan mendapat honor yang sedikit pula.
"Sekarang itu, orang sudah bisa pindah-pindah puskesmas untuk berobat. Kalau di Puskesmas Anda pelayanannya tak baik, maka sudah pasti kurang pula pemasukan Anda," bebernya.
Olehnya itu, Agus berharap, para nakes yang saat ini bekerja di Puskesmas agar kiranya sedikit bersabar. Tak menuntut terlalu banyak. Apalagi kalau meminta agar jasa medik dan TPP juga diberikan.
"Kalau kita paksakan jasa medik dan kemudian TPP juga diberikan, hampir pasti sangatlah berat. Harus pilih salah satunya," tutupnya.
Ilham, salah seorang nakes Puskesmas Pulau Kodingareng menganggap, pemberian TPP dan jasa medik sekaligus bukan tidak harus dijadikan dalih membebani negara. Pasalnya, penganggarannya sudah diatur dalam Permenkes dan Permendagri.
"Jangan salah, Pak. Kenapa kami menuntut. Itu karena dalam Permenkes Nomor 21 tahun 2016 jelas diatur pemberian jasa medik dan TPP juga demikian, jelas diatur di Permendagri yang diperjelas di Perwali," bebernya.
Belum lagi, kata Ilham, sumber anggarannya sudah ada dan begitu jelas. Sisa penentu kebijakan, mau atau tidak mengalokasikannya. Bila disebut bakal memberatkan keuangan daerah, itu sangat kecil kemungkinan karena masing-masing ada alokasi anggarannya.
"Kenapa kami menuntut? Itu karena ada aturannya dan sangat jelas anggarannya ada," sesal Ilham.
(agn)