Keselamatan Terancam, Komunitas Wartawan Susun Panduan K3 Jurnalis
loading...
A
A
A
SURABAYA - Tingginya risiko pekerjaan yang ditanggung jurnalis memantik kesadaran tentang pentingnya penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Untuk itu, lebih dari 50 pewarta yang tergabung dalam Komunitas Wartawan Peduli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Jawa Timur mengambil langkah bersejarah.
Para pewarta ini menginisiatori pembuatan Panduan K3 khusus untuk wartawan. Para jurnalis menggandeng Asosiasi Ahli K3 (A2K3) yang telah mumpuni membuat dan mengawal penerapan K3 di berbagai sektor.
Dipadu dengan para pelaku bisnis di sektor pertambangan dan pelabuhan, para jurnalis mengidentifikasi bahaya-bahaya yang mengancam keselamatan dan kesehatan jurnalis.
Salah satu proses dalam pembuatan Panduan K3 untuk Jurnalis ini adalah Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Usulan Panduan Identifikasi Budaya dan Perilaku Risiko K3 Wartawan.
Dalam perumusan K3 ini, awak media menggandeng para ahli yang sudah berkopeten di bidang K3. Mereka terdiri dari Kabid Pengawasan Disnakertrans Provinsi Jatim, Sigit Priyanto, Katamsi Ginano selaku General Manager External Affairs PT Merdeka Copper Gold dan Edi Priyanto sebagai Direktur SDM PT Pelindo III (Persero) sekaligus anggota Asosiasi Ahli K3 (A2K3).
Kabid Pengawasan Disnakertrans Provinsi Jatim Sigit Priyanto memberikan apresiasi luar biasa terhadap inisiatif Komunitas Wartawan Peduli K3 Jawa Timur.
Menurut Sigit, panduan K3 bagi jurnalis sangatlah penting. Sebab pekerjaan jurnalis penuh risiko.
"Apalagi, sampai hari ini belum ada panduan K3 bagi jurnalis seperti halnya panduan K3 bagi sektor industri lainnya," katanya.
Menurut Sigit, jurnalis atau wartawan mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar. Mereka menulis, menganalisis, dan melaporkan suatu peristiwa kepada khalayak melalui media massa secara teratur.
Jurnalis memperoleh dan menjaga informasi akurat untuk disampaikan ke publik.
Berita yang disampaikan para wartawan melalui media massa dapat merupakan sarana pendidikan, memberikan pencerahan serta memberikan informasi yang obyektif.
"Lalu, waktu kerja wartawan juga tidak pasti. Sumber berita yang akan diliput bisa siang maupun malam sekali pun," imbuhnya.
Terkait dengan hubungan kerja, kata Sigit, yang sering terjadi adalah hubungan kerja dengan pemberi kerja adalah pekerjaan dengan waktu tertentu. Untuk sisi psikologis, ada tekanan dari pihak lain.
"Bentuk perlindungan lain adalah jaminan sosial tenaga kerja dan pendampingan terhadap masalah yang dialami oleh wartawan, seperti tekanan-tekanan dari pihak lain," tuturnya.
General Manager External Affairs PT Merdeka Copper Gold, Katamsi Ginano, memberikan beberapa perbandingan dalam penerapan K3 sektor pertambangan.
Menurutnya ada dua cara dalam penerapan K3. Yakni pemaksaan melalui aturan dan membentuk kesadaran (budaya).
"Keselamatan seharusnya adalah hal pertama yang harus dibahas sebelum urusan kerja," tegasnya.
Mantan wartawan ini juga memberikan gambaran bahwa aturan dan budaya keselamatan adalah nomor satu dalam menghindari risiko kecelakaan kerja. Tetapi berpikir keselamatan, derajatnya lebih tinggi dibanding aturan dan budaya K3.
Sementara itu, Edi Priyanto sebagai anggota Asosiasi Ahli K3 (A2K3) menyuguhkan materi berjudul “Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko K3 Jurnalis”.
Menurut Edi, proses identifikasi bahaya ini penting dilakukan sebagai bahan penilaian derajat risiko K3 para junalis. Setelah risiko ini diidentifikasi dan diukur, maka akan bisa dilakukan mitigasi atau pencegahan, agar kejadian yang sama tidak terulang di lain hari.
"Pertanyaannya? apakah semua stake holder pers (kita) menerapkan K3 di dunia jurnalistik?," terang Edi.
Edi optimistis bahwa K3 bisa diterapkan di dunia jurnalistik. Sebab K3 diciptakan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja tanpa mengecualikan industri apapun.
"Masalahnya, mau atau tidak mau. Tidak hanya wartawan yang harus mau, tetapi perusahaannya juga harus mau," kata dia.
Secara umum, Edi menjelaskan ada lima jenis bahaya dalam pekerjaan. Yakni bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya biologi, bahaya psikososial dan bahaya ergonomi.
Baca juga: Pemuda Tuban Tewas Mengenaskan Diseruduk Truk Boks di Jalur Pantura
Bahaya fisik antara lain kebisingan, radiasi, getaran, panas, pencahayaan, ketinggian. Lalu bahaya kimia meliputi bahan mudah meledak, bahan mudah terbakar, bahan korosif, bahan karsinogenik, bahan beracun.
Lalu bahaya biologi meliputi bahaya mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) dan bahaya makroorganisme (ular, serangga, lebah).
Baca juga: Banser Jatim Berencana Bentuk Satu Pleton Pasukan di Tiap Desa
Ada pula bahaya psikososial antara lain stress, hubungan kerja, jam kerja, kekerasan/intimidasi. Dan bahaya ergonomi meliputi layout, manual handling, desain pos kerja dan desain pekerjaan.
Untuk itu, lebih dari 50 pewarta yang tergabung dalam Komunitas Wartawan Peduli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Jawa Timur mengambil langkah bersejarah.
Para pewarta ini menginisiatori pembuatan Panduan K3 khusus untuk wartawan. Para jurnalis menggandeng Asosiasi Ahli K3 (A2K3) yang telah mumpuni membuat dan mengawal penerapan K3 di berbagai sektor.
Dipadu dengan para pelaku bisnis di sektor pertambangan dan pelabuhan, para jurnalis mengidentifikasi bahaya-bahaya yang mengancam keselamatan dan kesehatan jurnalis.
Salah satu proses dalam pembuatan Panduan K3 untuk Jurnalis ini adalah Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Usulan Panduan Identifikasi Budaya dan Perilaku Risiko K3 Wartawan.
Dalam perumusan K3 ini, awak media menggandeng para ahli yang sudah berkopeten di bidang K3. Mereka terdiri dari Kabid Pengawasan Disnakertrans Provinsi Jatim, Sigit Priyanto, Katamsi Ginano selaku General Manager External Affairs PT Merdeka Copper Gold dan Edi Priyanto sebagai Direktur SDM PT Pelindo III (Persero) sekaligus anggota Asosiasi Ahli K3 (A2K3).
Kabid Pengawasan Disnakertrans Provinsi Jatim Sigit Priyanto memberikan apresiasi luar biasa terhadap inisiatif Komunitas Wartawan Peduli K3 Jawa Timur.
Menurut Sigit, panduan K3 bagi jurnalis sangatlah penting. Sebab pekerjaan jurnalis penuh risiko.
"Apalagi, sampai hari ini belum ada panduan K3 bagi jurnalis seperti halnya panduan K3 bagi sektor industri lainnya," katanya.
Menurut Sigit, jurnalis atau wartawan mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar. Mereka menulis, menganalisis, dan melaporkan suatu peristiwa kepada khalayak melalui media massa secara teratur.
Jurnalis memperoleh dan menjaga informasi akurat untuk disampaikan ke publik.
Berita yang disampaikan para wartawan melalui media massa dapat merupakan sarana pendidikan, memberikan pencerahan serta memberikan informasi yang obyektif.
"Lalu, waktu kerja wartawan juga tidak pasti. Sumber berita yang akan diliput bisa siang maupun malam sekali pun," imbuhnya.
Terkait dengan hubungan kerja, kata Sigit, yang sering terjadi adalah hubungan kerja dengan pemberi kerja adalah pekerjaan dengan waktu tertentu. Untuk sisi psikologis, ada tekanan dari pihak lain.
"Bentuk perlindungan lain adalah jaminan sosial tenaga kerja dan pendampingan terhadap masalah yang dialami oleh wartawan, seperti tekanan-tekanan dari pihak lain," tuturnya.
General Manager External Affairs PT Merdeka Copper Gold, Katamsi Ginano, memberikan beberapa perbandingan dalam penerapan K3 sektor pertambangan.
Menurutnya ada dua cara dalam penerapan K3. Yakni pemaksaan melalui aturan dan membentuk kesadaran (budaya).
"Keselamatan seharusnya adalah hal pertama yang harus dibahas sebelum urusan kerja," tegasnya.
Mantan wartawan ini juga memberikan gambaran bahwa aturan dan budaya keselamatan adalah nomor satu dalam menghindari risiko kecelakaan kerja. Tetapi berpikir keselamatan, derajatnya lebih tinggi dibanding aturan dan budaya K3.
Sementara itu, Edi Priyanto sebagai anggota Asosiasi Ahli K3 (A2K3) menyuguhkan materi berjudul “Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko K3 Jurnalis”.
Menurut Edi, proses identifikasi bahaya ini penting dilakukan sebagai bahan penilaian derajat risiko K3 para junalis. Setelah risiko ini diidentifikasi dan diukur, maka akan bisa dilakukan mitigasi atau pencegahan, agar kejadian yang sama tidak terulang di lain hari.
"Pertanyaannya? apakah semua stake holder pers (kita) menerapkan K3 di dunia jurnalistik?," terang Edi.
Edi optimistis bahwa K3 bisa diterapkan di dunia jurnalistik. Sebab K3 diciptakan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja tanpa mengecualikan industri apapun.
"Masalahnya, mau atau tidak mau. Tidak hanya wartawan yang harus mau, tetapi perusahaannya juga harus mau," kata dia.
Secara umum, Edi menjelaskan ada lima jenis bahaya dalam pekerjaan. Yakni bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya biologi, bahaya psikososial dan bahaya ergonomi.
Baca juga: Pemuda Tuban Tewas Mengenaskan Diseruduk Truk Boks di Jalur Pantura
Bahaya fisik antara lain kebisingan, radiasi, getaran, panas, pencahayaan, ketinggian. Lalu bahaya kimia meliputi bahan mudah meledak, bahan mudah terbakar, bahan korosif, bahan karsinogenik, bahan beracun.
Lalu bahaya biologi meliputi bahaya mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) dan bahaya makroorganisme (ular, serangga, lebah).
Baca juga: Banser Jatim Berencana Bentuk Satu Pleton Pasukan di Tiap Desa
Ada pula bahaya psikososial antara lain stress, hubungan kerja, jam kerja, kekerasan/intimidasi. Dan bahaya ergonomi meliputi layout, manual handling, desain pos kerja dan desain pekerjaan.
(boy)