Peta Baper, Inovasi Pemetaan Batas Desa Lutra Didorong Ikut Kompetisi Nasional
loading...
A
A
A
LUWU UTARA - Pemetaan berbasis partisipatif Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu Utara melalui Bappeda kini bersaing menjadi inovasi terbaik di level Provinsi Sulsel. Saat ini, inovasi ini sudah menembus top 30 kompetisi inovasi pelayanan publik (KIPP) tingkat provinsi.
Inovasi yang kemudian diberi nama Peta Baper ini, merupakan inovasi "keroyokan” alias kolaboratif. Banyak stakeholder terlibat di dalamnya, di antaranya pemerintah daerah, kecamatan, desa, NGO, dan masyarakat.
Inovasi ini berangkat dari masalah bahwa belum tersedianya peta tematik batas desa untuk mempertegas letak dan posisi wilayah antardesa. Sekaligus menyelesaikan setiap konflik batas desa yang acap kali terjadi. Tak hanya di Luwu Utara, tapi juga di seluruh Indonesia.
Padahal Presiden Joko Widodo sejak 2016 telah meluncurkan program Kebijakan Satu Peta. Ada 85 peta tematik yang harus diselesaikan. 84 di antaranya selesai. Sisa satu yang belum, yaitu peta batas desa.
Salah satu kebaruan inovasi ini adalah penggunaan dana desa dalam menyelesaikan pemetaan batas desa. Bahkan Luwu Utara yang pertama memetakan batas desa menggunakan dana desa. Atas inovasi ini, Kemendagri mengapresiasi Peta Baper sebagai inovasi visioner.
“Penyelesaian batas desa menjadi perhatian Presiden. Beliau ingin mempercepat penyelesaian peta batas desa menggunakan dana desa. Nah, Luwu Utara pertama melakukannya,” kata Kasubdit Fasilitasi Tata Wilayah Desa Kemendagri , Sri Wahyu Febrianti, pada workshop pengesahan hasil penetapan dan penegasan batas desa, awal Desember 2020 lalu.
Inovator Peta Baper, Ikbal Cahyadi, menyebutkan, inovasi ini mulai diperkenalkan pada 2018. Ada 4 kecamatan menjadi lokus kegiatan, yaitu Malangke, Bonebone, Sukamaju dan Sukamaju Selatan. Rinciannya, 48 desa dan satu kelurahan. Penyelesaian pemetaan membutuhkan waktu dua tahun.
“Ini sudah kita lokakaryakan melalui kegiatan pengesahan hasil penetapan dan penegasan batas desa pada akhir Desember 2020 kemarin,” ungkap Ikbal dalam siaran pers Pemkab Luwu Utara .
Inovasi yang kemudian diberi nama Peta Baper ini, merupakan inovasi "keroyokan” alias kolaboratif. Banyak stakeholder terlibat di dalamnya, di antaranya pemerintah daerah, kecamatan, desa, NGO, dan masyarakat.
Inovasi ini berangkat dari masalah bahwa belum tersedianya peta tematik batas desa untuk mempertegas letak dan posisi wilayah antardesa. Sekaligus menyelesaikan setiap konflik batas desa yang acap kali terjadi. Tak hanya di Luwu Utara, tapi juga di seluruh Indonesia.
Padahal Presiden Joko Widodo sejak 2016 telah meluncurkan program Kebijakan Satu Peta. Ada 85 peta tematik yang harus diselesaikan. 84 di antaranya selesai. Sisa satu yang belum, yaitu peta batas desa.
Salah satu kebaruan inovasi ini adalah penggunaan dana desa dalam menyelesaikan pemetaan batas desa. Bahkan Luwu Utara yang pertama memetakan batas desa menggunakan dana desa. Atas inovasi ini, Kemendagri mengapresiasi Peta Baper sebagai inovasi visioner.
“Penyelesaian batas desa menjadi perhatian Presiden. Beliau ingin mempercepat penyelesaian peta batas desa menggunakan dana desa. Nah, Luwu Utara pertama melakukannya,” kata Kasubdit Fasilitasi Tata Wilayah Desa Kemendagri , Sri Wahyu Febrianti, pada workshop pengesahan hasil penetapan dan penegasan batas desa, awal Desember 2020 lalu.
Inovator Peta Baper, Ikbal Cahyadi, menyebutkan, inovasi ini mulai diperkenalkan pada 2018. Ada 4 kecamatan menjadi lokus kegiatan, yaitu Malangke, Bonebone, Sukamaju dan Sukamaju Selatan. Rinciannya, 48 desa dan satu kelurahan. Penyelesaian pemetaan membutuhkan waktu dua tahun.
“Ini sudah kita lokakaryakan melalui kegiatan pengesahan hasil penetapan dan penegasan batas desa pada akhir Desember 2020 kemarin,” ungkap Ikbal dalam siaran pers Pemkab Luwu Utara .