Pemerintah Kembali Larang Mudik, Bagaimana Nasib Pekerja Moda Transportasi Umum?

Selasa, 30 Maret 2021 - 13:47 WIB
loading...
Pemerintah Kembali Larang Mudik, Bagaimana Nasib Pekerja Moda Transportasi Umum?
Terminal Tingkir Kota Salatiga, terlihat lengang, Selasa (26/5/2020). Foto/SINDOnews/Angga Rosa
A A A
SALATIGA - Ketua Organda Kabupaten Semarang, Hadi Mustofa meminta kepada pemerintah untuk memikirkan nasib masyarakat yang terdampak kebijakan larangan mudik saat lebaran nanti, khususnya para pelaku usaha dan pekerja moda transportasi umum.



Dengan adanya kebijakan larangan mudik , maka para pelaku usaha dan pekerja moda transportasi umum tidak dapat mengais rezeki pada momen mudik lebaran. "Mudik merupakan momen bagi pelaku usaha dan pekerja moda transportasi umum mencari rezeki. Jika mudik dilarang , kami berharap pemerintah memikirkan nasib mereka yang tidak bisa bekerja akibat larangan mudik ," katanya, Selasa (30/3/2021).



Dia menyatakan, pihaknya mendukung kebijakan larangan mudik demi mencegah penularan COVID-19. Hanya, kata dia, masyarakat terdampak juga harus dipikirkan secara bijak. "Dengan adanya kebijakan larangan mudik , banyak pekerja transportasi umum yang menganggur. Padahal saat lebaran tentunya banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Saya berharap pemerintah bisa memberikan bantuan kepada mereka," ujarnya.



Di sisi lain, Hadi Mustofa juga meminta pemerintah tidak tebang pilih dalam membatasi operasional moda transportasi umum pada saat mudik lebaran nanti. Semua moda transportasi umum mulai dari travel, bus, kereta api hingga pesawat udara harus berhenti beroperasional selama mudik Lebaran.

"Jika yang dilarang hanya travel, bus, mobil pribadi tentunya larangan mudik yang tujuannya untuk mencegah penularan COVID-19 akan tidak maksimal. Sebab para perantau masih bisa mudik dengan menggunakan kereta api atau pesawat terbang," katanya.



Sementara itu, sopir bus PO Safari jurusan Semarang-Solo, Erik (45) mengatakan, selama pandemi COVID-19 ini, dalam satu perjalanan pulang pergi Semarang-Solo untuk mendapatkan biaya operasional saja tidak bisa. Sehingga perusahaan sering nombok.

"Seperti tadi, satu PP (pulang - pergi) hanya dapat uang Rp120.000. Padahal biaya operasional mencapai sekitar Rp500.000. Untuk beli solar Rp450.000 dan lainnya untuk bayar mandor di terminal," ujarnya.



Dia mengaku, tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa pasrah dalam menghadapi kondisi usaha jasa transportasi yang semakin terpuruk ini. Sebab dirinya harus tetap bekerja lantaran demi melayani masyarakat yang masih membutuhkan jasa transportasi.

"Ya mau bagaimana lagi. Meski tidak mendapatkan hasil, ya tetap bekerja. Sebab perusahaan meminta saya untuk tetap berangkat (kerja). Kami berharap, wabah COVID-19 bisa cepat berlalu dan penumpang ramai lagi," ujarnya.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3278 seconds (0.1#10.140)