Akui Ada Pungutan, Kepala Kemenag Wajo: Sekedar Ucapan Terima Kasih
loading...
A
A
A
WAJO - Kasus dugaan pungutan liar (pungli) Bantuan Opersional Pendidikan tahun 2020 di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Wajo diakui oleh Kepala Kemenag, meski mereka berdalih hanya untuk ucapan terima kasih.
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Wajo, Anwar Amin mengatakan, permintaan sejumlah uang yang dilakukan sejumlah pegawai Kemenag kepada lembaga penerima BOP tahun anggaran 2020 tidak bisa digolongkan sebagai pungli, sebab permintaan itu atas dasar keikhlasan tanpa ada unsur paksaan.
"Pungli itu meminta paksa, kami tidak lakukan itu. Adapun uang yang kami dapatkan hanya sekedar ucapan terima kasih, dan kami tidak bisa menolak itu, itupun hanya Rp200 ribu, sekedar pembeli rokok dan uang makan," ujarnya kepada Sindonews, Jumat (5/3/2021).
Selain pembeli rokok dan makanan, Anwar juga mengakui adanya permintaan yang dilakukan sejumlah bawahannya kepada penerima penerima BOP tahun 2020 senilai Rp1 juta. Anwar berdalih bahwa uang senilai Rp1 juta yang diminta bawahannya diperuntukkan untuk membeli sejumlah buku, program dari Kemenag di Jakarta.
Namun sayangnya, jika merujuk pada petunjuk teknis (Juknis) penyaluran BOP dari Kemenag , pembelian buku seperti yang dimaksud Anwar, tidak masuk dalam Juknis penggunaan dana BOP tahun 2020.
"Yang Rp1 juta itu memang untuk pembeli buku, namun mungkin ada penerima BOP tidak senang. Memang ada program buku dan itu dari Jakarta. Semua disuruh beli itu, teman-teman lain sudah acc, cuman ada satu penerima BOP tidak setuju mungkin itu yang melapor," bebernya.
Pengamat Hukum dari Pelita Hukum Independen Indonesia (PHI) Kabupaten Wajo, Sudirman menjelaskan, jika pengutan dana BOP tahun 2020 yang dilakukan sejumlah Pegawai di Kemenag Kabupaten Wajo mempunyai dasar hukum itu sah sah saja.
Namun, ketika pungutan dana BOP itu tidak mempunyai payung hukum, maka hal tersebut merupakan perbuatan ilegal dan sudah termasuk kategori pungli.
"Kalau yang terjadi di Kemenag Wajo, itu sudah jelas pungli, sebab tadi waktu kami lakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di gedung DPRD , salah oknum pegawai sudah mengakui sambil meneteskan air mata," jelasnya.
Menurut Sudirman, besar kecilnya pungli yang terjadi di Kemenag Wajo , tetap dinamakan pungli, namun jika ditarik dalam dunia hukum besar kecilnya suatu pungli hanya menentukan kualitas daru perbuatan itu sendiri.
"Besar atau kecilnya pungli, itu namanya kualitas perbuatannya. Kasus pungli juga tidak melihat besar atau kecilnya," tandasnya.
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Wajo, Anwar Amin mengatakan, permintaan sejumlah uang yang dilakukan sejumlah pegawai Kemenag kepada lembaga penerima BOP tahun anggaran 2020 tidak bisa digolongkan sebagai pungli, sebab permintaan itu atas dasar keikhlasan tanpa ada unsur paksaan.
"Pungli itu meminta paksa, kami tidak lakukan itu. Adapun uang yang kami dapatkan hanya sekedar ucapan terima kasih, dan kami tidak bisa menolak itu, itupun hanya Rp200 ribu, sekedar pembeli rokok dan uang makan," ujarnya kepada Sindonews, Jumat (5/3/2021).
Selain pembeli rokok dan makanan, Anwar juga mengakui adanya permintaan yang dilakukan sejumlah bawahannya kepada penerima penerima BOP tahun 2020 senilai Rp1 juta. Anwar berdalih bahwa uang senilai Rp1 juta yang diminta bawahannya diperuntukkan untuk membeli sejumlah buku, program dari Kemenag di Jakarta.
Namun sayangnya, jika merujuk pada petunjuk teknis (Juknis) penyaluran BOP dari Kemenag , pembelian buku seperti yang dimaksud Anwar, tidak masuk dalam Juknis penggunaan dana BOP tahun 2020.
"Yang Rp1 juta itu memang untuk pembeli buku, namun mungkin ada penerima BOP tidak senang. Memang ada program buku dan itu dari Jakarta. Semua disuruh beli itu, teman-teman lain sudah acc, cuman ada satu penerima BOP tidak setuju mungkin itu yang melapor," bebernya.
Pengamat Hukum dari Pelita Hukum Independen Indonesia (PHI) Kabupaten Wajo, Sudirman menjelaskan, jika pengutan dana BOP tahun 2020 yang dilakukan sejumlah Pegawai di Kemenag Kabupaten Wajo mempunyai dasar hukum itu sah sah saja.
Namun, ketika pungutan dana BOP itu tidak mempunyai payung hukum, maka hal tersebut merupakan perbuatan ilegal dan sudah termasuk kategori pungli.
"Kalau yang terjadi di Kemenag Wajo, itu sudah jelas pungli, sebab tadi waktu kami lakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di gedung DPRD , salah oknum pegawai sudah mengakui sambil meneteskan air mata," jelasnya.
Menurut Sudirman, besar kecilnya pungli yang terjadi di Kemenag Wajo , tetap dinamakan pungli, namun jika ditarik dalam dunia hukum besar kecilnya suatu pungli hanya menentukan kualitas daru perbuatan itu sendiri.
"Besar atau kecilnya pungli, itu namanya kualitas perbuatannya. Kasus pungli juga tidak melihat besar atau kecilnya," tandasnya.
(agn)