Kisah Pasukan Khusus Penjaga Terang di Tengah Banjir Semarang

Senin, 01 Maret 2021 - 06:30 WIB
loading...
Kisah Pasukan Khusus...
Petugas PLN berjibaku menjaga terang di tengah banjir yang melanda Kota Semarang, Jawa Tengah.
A A A
SEMARANG - Banjir yang merendam Kota Semarang , Jawa Tengah bukan hanya melumpuhkan urat nadi perekonomian, tetapi juga menimbulkan ancaman tak kalah besar. Sengatan listrik menjadi momok menakutkan di seluruh kawasan terdampak banjir.

Setidaknya terdapat tiga orang yang meninggal dunia akibat tersengat listrik ketika banjir menerjang. Dua orang tewas ketika banjir yang terjadi pada 6 Februari, yakni di Semarang Utara dan Semarang Timur. Korban jiwa kembali terjadi pada 26 Februari, yakni seorang pengguna jalan tersengat listrik tiang lampu penerangan jalan umum (LPJU) di Jalan Raya Kaligawe.

Baca juga: Genangan Banjir Semarang Masih Tinggi, Mobil Belum Bisa Lewat Jalan Kaligawe

Meski banjir, aliran listrik tidak diputus total agar aktivitas warga masih berjalan. Pemadaman dilakukan setelah petugas PLN memastikan jaringan di lokasi tak aman. Sebab jika dilakukan pemadaman menyeluruh akan menghambat aktivitas masyarakat dan banjir protes di media sosial.

Kisah Pasukan Khusus Penjaga Terang di Tengah Banjir Semarang


“Sekadar info kondisi terkini Parang Barong VII Tlogosari, koyo kota mati. Banjir dan listrik mati,” ungkap seorang warga melalui grup percakapan.

Manajer PT PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Semarang, Donny Ardiansyah, mengatakan, memiliki tim khusus yang bersiaga selama cuaca ekstrem. Pasukan itu tergabung melalui Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) yang bersiaga dan bertugas 24 jam penuh.

“Kemarin kita terjunkan 3 tim, karena kita dibantu dari Demak dan Salatiga. Kita dari Semarang ada 12 orang, lalu ditambah dari Demak dan Salatiga masing-masing 8 personel, sehingga total ada 28 personel,” kata Donny, Minggu (28/2/2021).

Dia menjelaskan, penambahan personel PDKB sangat diperlukan mengingat intensitas hujan sangat tinggi pada awal Februari. Bertepatan dengan program Jateng di Rumah Saja yang dicetuskan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, banjir besar menerjang Semarang pada 6 - 7 Februari.

“Mereka (petugas dari Demak dan Salatiga) ini melakukan backup, membantu kita untuk terjun di Semarang. Sebab, di awal-awal Februari tepatnya tanggal 6 - 7, cuaca ekstrem. Mereka selama empat hari membantu melakukan recovery daerah-daerah yang padam (listrik) agar kembali terang,” katanya.

Selain tingginya curah hujan, banjir juga diperparah dengan gelombang pasang air laut. Akibatnya sejumlah sungai meluap, hingga airnya melimpas ke jalan. Pompa-pompa yang dioperasikan tak berdaya mengatasi gelontoran banjir. Diperburuk dengan sedimentasi di drainase hingga banjir tak mudah surut.

Kisah Pasukan Khusus Penjaga Terang di Tengah Banjir Semarang


“Tanggal 6 dan 7 Februari itu luar biasa (banjirnya). Beberapa wilayah terdampak banjir, termasuk di Terboyo, Tlogosari, kemudian Semarang Barat ada di Puri Anjasmoro, Semarang Indah, termasuk Madukoro,” beber dia.

“Jadi kita bagi-bagi tim (PDKB) ke lokasi-lokasi terdampak banjir. Untuk meng-cover minimal pengamanan dulu. Ketika terjadi banjir, memang kita mengutamakan keselamatan masyarakat dan lingkungan, itu paling utama,” terangnya.

Petugas yang dilengkapi sepatu boot, helm, hingga rompi berwarna jingga menerobos genangan banjir. Tak mudah menuju lokasi, karena genangan banjir di beberapa titik mencapai lebih dari satu meter. Truk operasional tak bisa menembus lokasi, hingga petugas harus berjalan kaki.

“Kita menggunakan kendaraan khusus, jadi biar mempercepat (pekerjaan), menggunakan crane. Kalau kendala ya pada debit air tinggi, karena kendaraan kecil tidak bisa masuk, maka kita menggunakan kendaraan yang agak besar. Alhamdulillah masih bisa menerjang,” ungkapnya.

Mereka mengecek setiap gardu dan instalasi PLN. Bila dinilai tak aman dan mengancam keselamatan, langsung diputus. “Kemudian temen-temen menyusuri beberapa section atau jalur yang bisa kita padamkan. Tidak semua kita padamkan, tapi setelah dilakukan pengecekan kondisi di lokasi, jaringan, dan lain-lain akhirnya kita isolasi beberapa (jaringan), jadi bisa nyala (tidak pemadaman),” jelasnya.

Baca juga: Banjir Kaligawe Semarang Surut, Arus Lalin di Genuk Padat Merayap

Para petugas ini mengaku diliputi dilema ketika harus memutuskan untuk melakukan pemadaman listrik. Sebab, listrik menjadi kebutuhan utama masyarakat. Hampir semua aktivitas warga membutuhkan listrik, bukan hanya untuk penerangan tetapi juga sumber energi.

“Yang perlu masyarakat pahami, bahwa kami tidak ingin memadamkan listrik. Tidak ingin, tapi karena situasi untuk keselamatan masyarakat umum makanya kita ambil tindakan (pemadaman). Mohon maaf dengan kondisi yang sangat tidak memungkinkan, harus kita padamkan untuk keselamatan masyarakat,” tandasnya.

“Setelah itu baru teman-teman melakukan cek lokasi, sejauh mana yang bisa dinyalakan, mana yang belum. Maka kita lakukan isolasi beberapa titik yang terdampak jadi ada beberapa yang nyala dan ada yang belum,” lugas dia.

Dia juga mengaku memantau informasi yang beredar di media sosial. Banyak warga mengeluhkan pemadaman listrik selama berhari-hari. Merespons informasi itu, petugas PLN rutin terjun ke lokasi untuk memantau genangan banjir sebelum memutuskan untuk menyambung aliran listrik kembali.

“Kemarin (banjir) tingginya luar biasa, seperti yang ada di medsos Terboyo hampir sepinggang kemudian Puri Anjasmoro. Yang kita khawatirkan air masuk ke rumah. Di Puri Anjasmoro itu ada beberapa rumah yang kosong tidak ditinggali atau orangnya pergi kita enggak tahu,” tutur dia.

“Tiba-tiba jika saklar ditekan, menyalakan malah bahaya. Apalagi jika ada kabel di lantai. Yang kita khawatirkan ada air yang masuk ke dalam rumah. Kita antisipasi, sekali lagi yang paling pertama adalah keselamatan masyarakat umum,” tegasnya.

Pemadaman listrik akibat banjir yang merendam Kota Semarang pada awal Februari itu paling lama mencapai satu pekan. Sebab, genangan banjir tak kunjung surut sehingga petugas PDKB belum berani menyambung aliran listrik.

“Intinya kita tidak pemadaman tidak ingin, tapi karena situasi dan kondisi. Paling lama (pemadaman) kemarin itu seminggu. Jadi tanggal 6 - 7 Februari, ada yang tanggal 13 Februari baru nyala full. Karena intensitas hujan 6 - 13 Februari itu kan tiap malam enggak berhenti. Kadang berhenti kemudian hari besok hujan lagi,” ujarnya.

“Kita sambil mengamati kondisi air itu, teman-teman hampir tiap hari cek lokasi. Bahkan pagi, siang, sore, malam pun kita cek lagi kondisi di lapangan. Menembus genangan banjir, ada yang jalan kaki ada yang pakai perahu karet,” lanjutnya.

Pihaknya juga rutin menjalin komunikasi dengan BPBD Kota Semarang untuk memantau debit banjir. Sedikit bernapas lega, banjir kembali menerjang Ibu Kota Jawa Tengah pada Selasa 23 Februari. Hujan deras sejak siang hingga sore mengakibatkan banjir besar termasuk Kantor Gubernur Jateng di Jalan Pahlawan.

“Kita jalin komunikasi dan dapat ada info dari BPBD dan dinas terkait. Misalnya banjirnya setinggi 30 - 40 sentimeter, instalasi mereka (warga) biasanya masih aman karena ada di atas. Yang kita khawatirkan apabila banjirnya sudah di atas 80 sentimeter, itu yang menjadi perhatian kita,” lugasnya.

“Kalau untuk banjir saat ini (sejak 23 Februari) hanya kita sendiri (PDKB Semarang). Tidak ada backup dari Demak dan Salatiga. Masih bisa kita atasi sendiri. UP3 itu membawahi Kota Semarang dan Kabupaten Semarang,” kata dia.

Manajer Humas PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Jateng & DIY, Haris, memastikan pihaknya bersiaga 24 jam untuk mengantisipasi cuaca ekstrem saat ini. Tim khusus PDKB menjadi tumpuan utama dalam situasi maraknya bencana.

“Yang kami gerakkan adalah tim PDKB. Tim khusus PLN, yang memang menangani situasi banjir, dalam kondisi apa pun. Langkah yang mereka lakukan saat banjir adalah mematikan beberapa titik gardu, dengan tujuan adalah keselamatan ketenagalistrikan,” tuturnya.

“Jadi apabila air sudah mulai menggenang, mendekati beberapa gardu, maka secara otomatis PLN akan mematikan. Dia (PDKB) akan memantau sampai air itu betul-betul sudah surut, kalau air sudah surut mereka akan memastikan bahwa gardu-gardu yang terkena air sudah pasti kering, baru mereka menyalakan listriknya,” jelasnya.

Pihaknya juga tak henti mengedukasi masyarakat pelanggan PLN ketika rumahnya terendam banjir. Di antaranya mematikan aliran instalasi listrik, cabut peralatan listrik yang masih tersambung dengan stop kontak, dan pindahkan perangkat elektronik ke tempat lebih tinggi.

“Kadang masyarakat yang masih terkena pemadaman, mereka menggerutu. Kok enggak nyala-nyala, padahal kalau itu dinyalakan akan membahayakan. Makanya kita juga edukasi kepada masyarakat trik-trik menghadapi bahaya saat musim banjir, melalui medsos,” pungkasnya.
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4220 seconds (0.1#10.140)