Usai Divaksin Nakes di Blitar Meninggal Positif COVID-19, DPRD: Masyarakat Bisa Takut
loading...
A
A
A
BLITAR - Meninggalnya satu orang tenaga kesehatan (Nakes) RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, usai disuntik vaksin COVID-19 , mengundang perhatian DPRD Kabupaten Blitar. Anggota legislatif dari Partai Gerindra, Wasis Kunto Atmojo menilai kasus yang terjadi sebagai preseden buruk.
Jika tidak segera ada penjelasan rasional terkait penyebab kematian , kata Wasis, tidak salah jika muncul persepsi di masyarakat bahwa vaksinasi berbahaya bagi kesehatan. "Tidak salah jika kemudian muncul persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat takut dan bisa menolak vaksin," ujar Wasis Kunto Atmojo kepada SINDOnews.com, Minggu (21/2/2021).
Nakes atas nama Erny Kusuma Sukma Dewi (33) meninggal dunia setelah divaksin COVID-19 tahap pertama 28 Januari 2021. Sebelum meninggal, pada 6 Februari 2021 atau sembilan hari usai divaksin, Erny tiba-tiba mengalami panas disertai sesak nafas. Saat dirawat di rumah sakit dan di swab test, hasilnya terkonfirmasi positif COVID-19 .
Erny meninggal dunia pada 14 Februari 2021. Sejauh ini Pemkab Blitar, khususnya pihak RSUD Ngudi Waluyo belum bisa menjelaskan penyebab kematian . "Yang menjadi tanda tanya, usai divaksin malah positif dan akhirnya meninggal dunia," tambah Wasis.
Bagi Wasis kasus kematian nakes Erny usai divaksin adalah persoalan serius. Pemerintah, yakni dalam hal ini pihak yang berwenang harus menjelaskan secara gamblang. Apakah kematian yang terjadi disebabkan vaksinasi atau ada sebab lain. Mengingat yang bersangkutan sejak awal juga dinyatakan lolos screening vaksinasi. "Harus ada penjelasan terkait penyebab dari kematian nakes bersangkutan," tegas Wasis.
Dengan kasus yang terjadi, Wasis juga meminta pemerintah menghentikan semua yang berbau intimidasi kepada masyarakat. Pemerintah diminta tidak lagi menakut-nakuti warga dengan ancaman denda atau penjara bagi mereka yang menolak vaksinasi. Sebab tanpa diancam, warga masyarakat sudah takut terpapar virus COVID-19 .
Yang dilakukan pemerintah saat ini, kata Wasis adalah meyakinkan warga masyarakat. Bahwa vaksinasi aman . Kemudian ada jaminan kepada masyarakat jika terjadi hal hal diluar perkiraan paska vaksinasi dilakukan. "Jangan lagi mengancam. Pemerintah sebaiknya bisa meyakinkan masyarakat jika vaksinasi aman ," tegas Wasis.
Kendati demikian Wasis juga mengatakan, upaya pemerintah menyediakan vaksin untuk masyarakat serta sudah melalui uji BPOM serta para ahli, patut untuk diapresiasi. Sementara kematian Erny dinilai pihak RSUD Ngudi Waluyo tidak mempengaruhi vaksinasi tahap kedua. Tidak ada nakes lain yang merasa takut atau menolak vaksin.
Menurut Direktur RSUD Ngudi Waluyo, Endah Woro Utami, proses vaksinasi tahap kedua tetap berjalan sesuai rencana. "Tidak mempengaruhi nakes lain," ujar Woro. Pada vaksinasi tahap kedua, dari data 572 nakes yang harus disuntik kembali, baru 560 nakes yang sudah menjalani. Ada 12 orang yang masih tertunda.
Sementara karena keterbatasan jumlah vaksin, masih ada 170 nakes di RSUD Ngudi Waluyo yang belum menjalani vaksinasi tahap pertama dan kedua. Mengenai kasus kematian nakes Erny paska menjalani vaksinasi tahap pertama, Woro mengaku sudah melaporkan ke pihak berwenang di Pemprov Jawa Timur. "Segala analisis dan kemungkinan kita kembalikan ke ahlinya," kata Woro.
Jika tidak segera ada penjelasan rasional terkait penyebab kematian , kata Wasis, tidak salah jika muncul persepsi di masyarakat bahwa vaksinasi berbahaya bagi kesehatan. "Tidak salah jika kemudian muncul persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat takut dan bisa menolak vaksin," ujar Wasis Kunto Atmojo kepada SINDOnews.com, Minggu (21/2/2021).
Nakes atas nama Erny Kusuma Sukma Dewi (33) meninggal dunia setelah divaksin COVID-19 tahap pertama 28 Januari 2021. Sebelum meninggal, pada 6 Februari 2021 atau sembilan hari usai divaksin, Erny tiba-tiba mengalami panas disertai sesak nafas. Saat dirawat di rumah sakit dan di swab test, hasilnya terkonfirmasi positif COVID-19 .
Erny meninggal dunia pada 14 Februari 2021. Sejauh ini Pemkab Blitar, khususnya pihak RSUD Ngudi Waluyo belum bisa menjelaskan penyebab kematian . "Yang menjadi tanda tanya, usai divaksin malah positif dan akhirnya meninggal dunia," tambah Wasis.
Bagi Wasis kasus kematian nakes Erny usai divaksin adalah persoalan serius. Pemerintah, yakni dalam hal ini pihak yang berwenang harus menjelaskan secara gamblang. Apakah kematian yang terjadi disebabkan vaksinasi atau ada sebab lain. Mengingat yang bersangkutan sejak awal juga dinyatakan lolos screening vaksinasi. "Harus ada penjelasan terkait penyebab dari kematian nakes bersangkutan," tegas Wasis.
Dengan kasus yang terjadi, Wasis juga meminta pemerintah menghentikan semua yang berbau intimidasi kepada masyarakat. Pemerintah diminta tidak lagi menakut-nakuti warga dengan ancaman denda atau penjara bagi mereka yang menolak vaksinasi. Sebab tanpa diancam, warga masyarakat sudah takut terpapar virus COVID-19 .
Yang dilakukan pemerintah saat ini, kata Wasis adalah meyakinkan warga masyarakat. Bahwa vaksinasi aman . Kemudian ada jaminan kepada masyarakat jika terjadi hal hal diluar perkiraan paska vaksinasi dilakukan. "Jangan lagi mengancam. Pemerintah sebaiknya bisa meyakinkan masyarakat jika vaksinasi aman ," tegas Wasis.
Kendati demikian Wasis juga mengatakan, upaya pemerintah menyediakan vaksin untuk masyarakat serta sudah melalui uji BPOM serta para ahli, patut untuk diapresiasi. Sementara kematian Erny dinilai pihak RSUD Ngudi Waluyo tidak mempengaruhi vaksinasi tahap kedua. Tidak ada nakes lain yang merasa takut atau menolak vaksin.
Menurut Direktur RSUD Ngudi Waluyo, Endah Woro Utami, proses vaksinasi tahap kedua tetap berjalan sesuai rencana. "Tidak mempengaruhi nakes lain," ujar Woro. Pada vaksinasi tahap kedua, dari data 572 nakes yang harus disuntik kembali, baru 560 nakes yang sudah menjalani. Ada 12 orang yang masih tertunda.
Sementara karena keterbatasan jumlah vaksin, masih ada 170 nakes di RSUD Ngudi Waluyo yang belum menjalani vaksinasi tahap pertama dan kedua. Mengenai kasus kematian nakes Erny paska menjalani vaksinasi tahap pertama, Woro mengaku sudah melaporkan ke pihak berwenang di Pemprov Jawa Timur. "Segala analisis dan kemungkinan kita kembalikan ke ahlinya," kata Woro.
(eyt)