KLHK Minta Produsen Galon Sekali Tarik Ulang Kemasan Bekas Pakai
loading...
A
A
A
BOGOR - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta produsen galon sekali pakai menjalankan sistem penarikan ulang kemasan bekas pakainya. Penarikan sampah plastik kemasan tersebut perlu dilakukan agar tidak mencemari lingkungan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, produsen galon sekali pakai harus memastikan tidak ada sampahnya yang bocor ke lingkungan. (Baca juga: Galon Sekali Pakai Bertentangan dengan Program Kurangi Sampah Plastik )
“Kami tekankan ke produsen galon sekali pakai ini harus diiringi dengan sistem penarikan galon yang sudah tidak digunakan itu dalam waste management. Artinya, produsen harus memastikan galon itu tidak dibuang ke TPA,” kata Rosa Vivien Ratnawati saat berbicara di konferensi pers Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021, Kamis (18/2/2021). (Baca juga: Astaga, 2.800 Kg Sampah Plastik Terkumpul dari Pantai Liang Pulau Bunaken )
Vivien menjelaskan, produsen harus menyiapkan waste manajemen mulai dari pengumpulan atau penarikan sampahnya dari konsumen, kemudian pencacahan dan kemudian didaur ulang sehingga tidak sampai ke tempat pembuangan akhir.
Apabila nanti ditemukan sampah kemasan galon sekali pakai yang bocor kelingkungan, maka dapat dikenai sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Kalau dibaca di pasal 40 UU 18 Tahun 2008, apabila kemudian sampah galon itu terbuang ke lingkungan atau bocor ke lingkungan maka sangat mungkin dipidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 10 tahun. Tentu saja ini yang saya harapkan juga bisa mendorong produsen yang menggunakan galon sekali pakai untuk bisa lebih aware dan bisa memperhatikan bagaimana masalah penarikan kembali galon sekali pakai itu dan kemudian dipastikan untuk tidak dibuang ke TPA atau tidak bocor ke lingkungan,” kata Vivien.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu yang lalu sebuah merek air minuman dalam kemasan mengeluarkan produk galon sekali pakai kemasan 15 liter. Kemunculan galon sekali pakai ini tentu saja memicu reaksi publik mempertanyakan sampah kemasannya.
Meskipun produsen mengklaim kemasan galon berbahan PET dan bisa didaur ulang, namun persoalan ditingkat rumah tangga adalah penyimpanan sampah galon yang ukurannya relatif besar. Masih ada kemungkinan sampah kemasan galon akan berakhir di TPA.
Produsen pun hingga saat ini belum menunjukkan adanya sistem pengelolaan sampah kemasan galon. Artinya, produsen berharap pengumpulan sampah kemasan galon dilakukan oleh pemulung. Yang artinya belum ada upaya produsen untuk bertanggung jawab langsung terhadap sampah industrinya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Saut Marpaung mengatakan, perlunya keterlibatan pihak swasta dalam hal ini produsen dalam pengelolaan sampah. “Hal ini bertujuan agar tidak semua kemasan itu terangkut ke TPA,” ujar Saut.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, produsen galon sekali pakai harus memastikan tidak ada sampahnya yang bocor ke lingkungan. (Baca juga: Galon Sekali Pakai Bertentangan dengan Program Kurangi Sampah Plastik )
“Kami tekankan ke produsen galon sekali pakai ini harus diiringi dengan sistem penarikan galon yang sudah tidak digunakan itu dalam waste management. Artinya, produsen harus memastikan galon itu tidak dibuang ke TPA,” kata Rosa Vivien Ratnawati saat berbicara di konferensi pers Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021, Kamis (18/2/2021). (Baca juga: Astaga, 2.800 Kg Sampah Plastik Terkumpul dari Pantai Liang Pulau Bunaken )
Vivien menjelaskan, produsen harus menyiapkan waste manajemen mulai dari pengumpulan atau penarikan sampahnya dari konsumen, kemudian pencacahan dan kemudian didaur ulang sehingga tidak sampai ke tempat pembuangan akhir.
Apabila nanti ditemukan sampah kemasan galon sekali pakai yang bocor kelingkungan, maka dapat dikenai sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Kalau dibaca di pasal 40 UU 18 Tahun 2008, apabila kemudian sampah galon itu terbuang ke lingkungan atau bocor ke lingkungan maka sangat mungkin dipidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 10 tahun. Tentu saja ini yang saya harapkan juga bisa mendorong produsen yang menggunakan galon sekali pakai untuk bisa lebih aware dan bisa memperhatikan bagaimana masalah penarikan kembali galon sekali pakai itu dan kemudian dipastikan untuk tidak dibuang ke TPA atau tidak bocor ke lingkungan,” kata Vivien.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu yang lalu sebuah merek air minuman dalam kemasan mengeluarkan produk galon sekali pakai kemasan 15 liter. Kemunculan galon sekali pakai ini tentu saja memicu reaksi publik mempertanyakan sampah kemasannya.
Meskipun produsen mengklaim kemasan galon berbahan PET dan bisa didaur ulang, namun persoalan ditingkat rumah tangga adalah penyimpanan sampah galon yang ukurannya relatif besar. Masih ada kemungkinan sampah kemasan galon akan berakhir di TPA.
Produsen pun hingga saat ini belum menunjukkan adanya sistem pengelolaan sampah kemasan galon. Artinya, produsen berharap pengumpulan sampah kemasan galon dilakukan oleh pemulung. Yang artinya belum ada upaya produsen untuk bertanggung jawab langsung terhadap sampah industrinya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Saut Marpaung mengatakan, perlunya keterlibatan pihak swasta dalam hal ini produsen dalam pengelolaan sampah. “Hal ini bertujuan agar tidak semua kemasan itu terangkut ke TPA,” ujar Saut.
(nth)