Serikat Pekerja Sulsel Tolak Pembayaran THR dengan Dicicil
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Serikat pekerja Sulsel tidak setuju jika Tunjangan Hari Raya (THR) dibayar dengan cara dicicil atau diangsur, sebagaimana kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulsel, Basri Abbas, mencicil THR bertentangan dengan PP Nomor 78/2015 Tentang Pengupahan.
"Dimana THR sudah jelas pendapatan non upah, dan kewajiban bagi pengusaha yang harus dipersiapkan 1 tahun sebelumnya. Artinya jauh sebelum ada Covid-19," tukas Basri kepada SINDOnews.
Baca : Tolak Kartu Pra Kerja, Serikat Buruh Sulsel Minta Pelatihan di BLK
"Jadi tidak ada hubungannya dengan kondisi sekarang. Karena dana THR seharusnya bukan dari hasil produksi sekarang, tapi THR merupakan dana yang harus disiapkan oleh pengusaha sebelum ada covid," tambahnya.
Basri meminta, para pengusaha tetap membayar THR sesuai dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 6/2016 Tentang THR Keagamaan. Yakni pembayarannya dilakukan selambat-lambatnya seminggu sebelum hari raya Idul Fitri. Jika ada yang pengusaha yang tidak menjalankan peraturan itu, akan dikenakan denda 5%.
Olehnya itu dia mengimbau kepada seluruh pekerja agar tidak membuat kesepakatan tentang THR. Sebagaimana yang diatur dalan surat edaran Kemnaker. Pasalnya, bertentangan dengan PP 78/2015 yang juga menjadi acuan pembayaran THR.
"Kami dari SPSI sangat menyesalkan tindakan pemerintah membuat surat edaran itu. Seharusnya pemerintah melindungi pekerja, butuh biaya hidup menghadapi kondisi seperti ini," keluh Basri.
Terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel, Andi Darmawan Bintang berharap, perusahaan dan dan pekerja harus mengutamakan dialog secara transparan. Kesepakatan mekanisme atas pembayaran THR tidak boleh diputuskan secara sepihak.
"Apabila ternyata perusahaan dalam jangka menurut ketentuan bahwa minus 7 hari tidak bisa bayar THR secara penuh, maka perusahaan berdiskusi untuk melakukan pencicilan. Tetapi perlu diketahui bahwa itu tidak bisa diambil secara satu pihak daripada pengusaha saja," imbuh Wawan.
Kalaupun belakangan terpaksa disepakati THR dicicil, maka pengusaha harus memberi kepastian terhadap para pekerja terkait nominal dan batas waktu pembayaran. Termasuk soal denda jika kesepakatan dilanggar. Hal ini juga ditegaskan dalam surat edaran Kemnaker RI.
"Jika nanti dianggap melakukan pelanggaran dan tentu kita ketahui peraturan terkait dengan pelanggaran tersebut akan diberikan sanksi. Baik sanksi adminsitrasi, dan terakhir dengan penghentian usaha sampai dengan perusahaan tersebut memberikan THR kepada pekerjanya," urai dia.
Wawan melanjutkan, pihaknya pun telah mendirikan posko pengaduan THR tahun 2020 si tiap kantor kabupaten/kota di Sulsel. Hal ini sebagai bentuk pengawalan agar hak tenaga kerja dan kewajiban pengusaha, bisa berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Baca Juga : Kartu Pra Kerja Disebut Tidak Efektif, Serikat Pekerja Minta Bantuan Tunai
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulsel, Basri Abbas, mencicil THR bertentangan dengan PP Nomor 78/2015 Tentang Pengupahan.
"Dimana THR sudah jelas pendapatan non upah, dan kewajiban bagi pengusaha yang harus dipersiapkan 1 tahun sebelumnya. Artinya jauh sebelum ada Covid-19," tukas Basri kepada SINDOnews.
Baca : Tolak Kartu Pra Kerja, Serikat Buruh Sulsel Minta Pelatihan di BLK
"Jadi tidak ada hubungannya dengan kondisi sekarang. Karena dana THR seharusnya bukan dari hasil produksi sekarang, tapi THR merupakan dana yang harus disiapkan oleh pengusaha sebelum ada covid," tambahnya.
Basri meminta, para pengusaha tetap membayar THR sesuai dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 6/2016 Tentang THR Keagamaan. Yakni pembayarannya dilakukan selambat-lambatnya seminggu sebelum hari raya Idul Fitri. Jika ada yang pengusaha yang tidak menjalankan peraturan itu, akan dikenakan denda 5%.
Olehnya itu dia mengimbau kepada seluruh pekerja agar tidak membuat kesepakatan tentang THR. Sebagaimana yang diatur dalan surat edaran Kemnaker. Pasalnya, bertentangan dengan PP 78/2015 yang juga menjadi acuan pembayaran THR.
"Kami dari SPSI sangat menyesalkan tindakan pemerintah membuat surat edaran itu. Seharusnya pemerintah melindungi pekerja, butuh biaya hidup menghadapi kondisi seperti ini," keluh Basri.
Terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel, Andi Darmawan Bintang berharap, perusahaan dan dan pekerja harus mengutamakan dialog secara transparan. Kesepakatan mekanisme atas pembayaran THR tidak boleh diputuskan secara sepihak.
"Apabila ternyata perusahaan dalam jangka menurut ketentuan bahwa minus 7 hari tidak bisa bayar THR secara penuh, maka perusahaan berdiskusi untuk melakukan pencicilan. Tetapi perlu diketahui bahwa itu tidak bisa diambil secara satu pihak daripada pengusaha saja," imbuh Wawan.
Kalaupun belakangan terpaksa disepakati THR dicicil, maka pengusaha harus memberi kepastian terhadap para pekerja terkait nominal dan batas waktu pembayaran. Termasuk soal denda jika kesepakatan dilanggar. Hal ini juga ditegaskan dalam surat edaran Kemnaker RI.
"Jika nanti dianggap melakukan pelanggaran dan tentu kita ketahui peraturan terkait dengan pelanggaran tersebut akan diberikan sanksi. Baik sanksi adminsitrasi, dan terakhir dengan penghentian usaha sampai dengan perusahaan tersebut memberikan THR kepada pekerjanya," urai dia.
Wawan melanjutkan, pihaknya pun telah mendirikan posko pengaduan THR tahun 2020 si tiap kantor kabupaten/kota di Sulsel. Hal ini sebagai bentuk pengawalan agar hak tenaga kerja dan kewajiban pengusaha, bisa berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Baca Juga : Kartu Pra Kerja Disebut Tidak Efektif, Serikat Pekerja Minta Bantuan Tunai
(sri)