Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi, Peneliti Sosial: MA Perlu Tinjau Perpres 64/2020

Kamis, 14 Mei 2020 - 22:34 WIB
loading...
Iuran BPJS Kesehatan...
Foto/infografik.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Keputusan pemerintah untuk tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan terus menuai kecaman. Pasalnya, kenaikan BPJS Kesehatan sebelumnya telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA).

Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Vunny Wijaya, menyatakan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan perlu ditinjau lagi oleh MA secara lebih terintegrasi. Apalagi, kebijakan baru itu dikeluarkan di tengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini.

Menurut dia, aturan baru itu berpeluang digugat kembali oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang sebelumnya telah menggugatnya.

(Baca: Gubernur Jabar Tuntut Penjelasan Komprehensif soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan)

“Kenaikan iuran BPJS Kesehatan , terlepas sebelum atau bahkan saat pandemi usai, pada dasarnya perlu ditinjau dan dicermati, khususnya pada manajemen penyelenggara atau BPJS Kesehatan itu sendiri dan aspek pelayanan yang diberikan,” tutur Vunny kepada SINDOnews, Kamis (14/5/2020).

Menurut dia, hingga saat ini layanan BPJS Kesehatan masih jauh dari ideal, apalagi merata. Ketimpangan tampak jelas antarkota dan daerah. Pemanfaatan dana BPJS Kesehatan juga patut ditinjau untuk meneliti tepat sasaran tidaknya sasaran serta kemungkinan terjadinya penyimpangan.

Dia mencontohkan dokter mengarahkan pasien peserta BPJS yang bisa lahir normal agar melakukan operasi sesar karena tindakan itu ditanggung BPJS Kesehatan.

Vunny menerangkan, sejak berdiri iuran BPJS Kesehatan yang ditetapkan sebenarnya belum didasarkan pada perhitungan aktuaria. Iuran yang telah dibatalkan MA ditetapkan berdasarkan perhitungan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) yang belum sesuai.

(Baca: Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Ini Kata Ridwan Kamil)

Munurut PAI, iuran peserta mandiri kelas 1 seharusnya sebesar Rp274.204 per bulan, kelas 2 sebesar Rp190.639, dan kelas 3 sebesar Rp131.195. “Ini menjadi kegalauan tersendiri bagi internal pemerintah pusat, sedangkan pemerintah dan BPJS juga belum mampu memberikan pelayanan yang ideal,” singgung Vunny.

Keberlanjutan BPJS Kesehatan sebagai salah satu program prioritas pemerintah memang penting untuk tetap memberikan perhatian kepada masyarakat di tengah pandemi. Namun, untuk kondisi saat ini, Vunny melihat kenaikan itu tidak tepat.

“Lebih cenderung semakin memberatkan peserta dari berbagai kelas. Makanya, pemerintah harus clear juga terkait alasan kenaikan iuran BPJS,” cetus dia.

Vunny mendukung perihal iuran kelas III yang nantinya akan dibiaya pemerintah pusat dan daerah. Hanya saja, langkah itu menimbulkan pertanyaan dengan kondisi keuangan negara saat ini terkait kemampuan pemerintah memberikan bantuan dana bagi seluruh peserta kelas III. Belum lagi, masih banyak daerah belum mandiri secara fiskal.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1479 seconds (0.1#10.140)