Pesan Baru Akhir Tahun Seni Preeet

Selasa, 29 Desember 2020 - 09:45 WIB
loading...
Pesan Baru Akhir Tahun Seni Preeet
Karya Ahmad Arief Affandi, Grafity di tangga menuju lantai dua yang dicat warna merah, kuning, biru, hitam, dan putih, pada setiap anak tangga bertuliskan, kemana, kamu, kelak, akan, dan kembali. foto: istimewa
A A A
YOGYAKARTA - Seni Preeet terbuka umum dengan agenda Pameran New Message Space (Ruang Pesan Baru) diplesetkan menjadi New Message Peace (Pesan Baru Damai) atau New Massage Space (Ruang Pijat Baru). Pameran ini digelar Bangunjiwo ArtDome (Rumah Teletubbies) Bantul, Yogyakarta , Minggu, 27 Desember 2020 – 27 Januari 2021.

Teristimewa pameran ini bersamaan dengan pameran penggalangan dana untuk seniman disabilitas disfungsi dua kaki, Edy Priyanto, korban tabrakan yang mengalami patah tulang bahu kanannya, luka di kepala dan pan di kaki lepas.

(baca juga: Pameran Seni Kontemporer dari Perupa Asia Tenggara di Museum MACAN )

Menampilkan 15 perupa dari latar belakang pendidikan dan budaya berbeda, Medan, Jawa Barat, Minang, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan, Palembang, yang berproses di Yogyakarta. Di antaranya; Deden FG, Paul Agustian, Riki Antoni, Desmond Zendrato, Baraliar/Chacha Baninu, Dadang Imawan/Dewi a.k.a. DuaDe, Ratih Alsaira, Ipo Hadi, Ahmad Arief Affandi, Agapitus Ronaldo, N. Rinaldy, Dadah Subagja, dan Windi Delta.

Seni Preeet menyajikan karya-karya di luar kebiasaan seniman nya, mural, grafiti, colagge, Instalasi, performance art. Karya seni yang tidak diseriusi tapi berpikir serius. Seperti bermain menciptakan aturan mainnya sendiri. Mungkin karya yang dikerjakannya tidak begitu popular. Mengadopsi dari hal-hal yang sepele.

Boleh dikatakan seni dasar dan jauh dari istilah seni avant-gard atau dikatakan seni tinggi. Secara berpikir bodoh seni tinggi kalau jatuh, berbahaya. Mari saksikan keseriusan kemasan seni dasar pada umumnya yang memiliki pesan baru senimannya. Pesan itu kembali ke seni dasar, belajar bermain atau mengeksplorasi gagasan.

(baca juga: Pameran Ikan Cupang di Mal Digandrungi Warga Depok )

Inti dari pesan Seni Preeet tetap konsisten saja. Pesannya bersifat mengingatkan yang ditujukan untuk diri sendiri. Meskipun sesungguhnya sebuah pesan itu juga berlaku umum. Seperti undang-undang Preeet berkata: “Kita tidak pikir apa yang orang pikir, kita berpikir apa yang kita masalahkan.”

Anggap saja Seni Preeet anak-anak yang selalu rindu mencintai sukacita, dan kasih sayang. Meskipun yang terlibat dalam pameran ini semua pemuda paruhbaya (dewasa), bukan anak-anak. Jangan sampai kita merasa paling baik dan paling benar sehingga merendahkan sesamanya, bahkan menghabisinya.

Belajar hidup tidak menyimpan rasa dendam, tidak merugikan orang, marah biasa, bertengkar sebentar setelah itu akur lagi. Hidup sementara, seni itu umurnya panjang. Tidak perlu terlalu ngotot dalam berkesenian, cukup ngotot dalam berkarya.

Karya-karya yang terdisplay seperti harapan senimannya, memilih tempat dan mengaturnya sendiri, hingga karya itu menempatkan bunyi pesan pada ruang. Ruang pesan baru melekat pada karya, letak karya, pertunjukkan dramatikal senimannya, diungkapkan melalui tulisan dan secara verbal.

Andai hal ini bagian dari kebebasan, demokrasi, atau toleransi; dengan cara seniman diberikan hak penuh mengatur penempatan, memasang karya sendiri, kemudian meresponnya. Sehingga tidak lagi membutuhkan ahli display atau mengatur kelayakan menurut aturan standar display. Mungkin ini tragedy mengurangi karakter sistem kerja kurasi.

Secara keseluruhan menunjukkan pesan baru ini disampaikan seperti sikap pasrah menyerah, mengikuti aturannya sendiri dan yang lainnya harus menerima segala konsekuensinya. Bisa jadi penyerahan hak penuh kepada seniman, bagian dari sikap pasrah menyerah. Sikap ini sangat berbahaya ketimbang yang arogan atau radikal.

Pasrah menyerah akan melepaskan tanggungjawabnya menjadi tanggungan bersama. Sementara sikap arogan atau radikal dipenuhi intrik dan kepentingan, tentunya bila menghukumnya tanpa merasa bersalah. Orang pasrah menyerah yang menghukumnya bersalah. Bukankah begitulah yang sering terjadi dan dapat kita saksikan.

Mengkhayal Menyampaikan Pesan
Hampir setahun situasi dan kondisi krisis karena pandemic Covid 19, yang paling egois dalam situasi ini adalah mengkhayal. Ketika perupa berkhayal mewujud ke dalam karya seni, disitu ada ruang pesan baru, ada pesan baru ruang.

Ada pesan baru dalam sebuah ruang, ada ruang apa dalam pesan baru? Ada jejak yang baru tertinggal atau sengaja ditinggal disebuah ruang. Membuat pesan apa yang baru dalam ruang? Meskipun kini pesan-pesan baru itu berhamburan dan berulang-ulang, bahkan berulang pesan yang sama, pesan seperti baru. Semua pesan baru itu berebut ruang, semua ruang berebut pesan baru.

(baca juga: Pameran Foto Kilas Balik 2018-2019, Herman Deru Apresiasi Pewarta Foto Palembang )

Pada kenyataannya mungkin pesan itu tidak ada, namun seperti nyata. Pesan baru itu dibuat seperti nyata, meskipun faktanya tidak ada. Adapun demikian faktanya nyata, pesan baru mengubahnya menjadi ilusi, disamarkan atau malah ditutupi dan dihilangkan.

Apa yang bisa ditangkap dari sebuah pesan baru, apa yang bisa diungkap dari pesan baru? Tentunya pesan baru itu seperti juga segala sesuatu yang dihadapi dialami dalam menjalani kehidupan. Berbagai macam persoalan saat ini, pengalaman dan pengetahuan baru, yang didedikasikan kepada bahasa seni.

Bagaimana membuat pesan dalam ruang baru, atau bagaimana membuat ruang baru dalam sebuah pesan itu. Membuat pesan baru menjadi ruang imajinasi, ruang imajinasi dalam pesan baru. Pesan baru yang bersifat pribadi atau umum.

Sebab akibat dari kepentingan pribadi yang tidak melibatkan kepentingan umum dan kepentingan umum yang bertalian dengan kepentingan pribadi. Bisa jadi pesan itu peristiwa atau hasil kontemplasi terhadap segala sesuatu.

Bangunjiwo ArtDome sebagai ruang seni baru di Yogyakarta, menjadi ruang pesan baru bagi karya seni dasar. Akibat dari protokol kesehatan Covid 19, memaksa diam di rumah, dan jaga jarak, sehingga banyak waktu luang untuk berkarya, melakukan eksplorasi.

Menunjuk Satu Jari untuk Orang, Empat Jari untuk Diri Sendiri
Pesan itu menunjuk orang lain hanya satu jari, yang empat jari tertuju untuk diri sendiri. Bagaimana mengaplikasikan pesan itu pada kehidupan sehari-hari diikuti oleh yang lainnya. Satu kata dan perbuatan. Memperbaiki diri sendiri tanpa berharap orang lain mengikuti. Bagaimana pesan karya seniman ini dapat sampai pada audien dengan sewajarnya bukan basa-basi.

Deden FG, performance art menggunakan alat gym, jogging, mengatur jadual, target pencapaian yang menyampaikan pesan, melangkah kecil berpikir untuk hidup sehat dan selalu menjaga stamina dengan baik, ke depan semakin sadar akan esensi kemampuan mengenal tubuhnya sendiri.

Paul Agustian, instalasi tanah, air, batu, emas dan perak yang dibatasi cat menyerupai batas wilayah seperti peta kepulauan. Pesannya harta kekayaan sebuah negri bisa dicuri hanya dengan menggunakan data yang dimanipulasi. Karena teknologi semakin canggih untuk menutupi ketidaktahuan, banyak masyarakat awam.

Riki Antoni, instalasi tumbuhan sejenis rumput ditanam di tanah dengan pot bekas ricecooker, tengkorak sapi, benang, kepala boneka terlepas badannya di display di WC. Pesannya bahwa hidup dan kematian adalah proses, dalam proses kehidupan ada jejak-jejak yang ditinggalkan, jejak kebaikan akan selalu berguna untuk proses generasi selanjutnya, jejak keburukan pun akan ada tempatnya, maka berperilaku bijaklah dalam meninggalkan jejak kehidupan itu sendiri.

(baca juga: Badai Pandemi COVID-19, Pemkab Sleman Dukung UMKM Lewat Pameran Online dan Offline )

Desmond Zendrato, instalasi kanibal dari boneka bayi disusun dengan boneka binatang. Posisi telungkup dibebani bererapa figure binatang didisplay di kolam ikan, seolah sedang menyelam dengan menggendong bayi dalam tabung. merespon suatu peristiwa atau fenomena dengan pikiran positif.

Baraliar/Chacha Baninu, instalasi dramatic bagaimana Bantuan sosial (Bansos) diperebutkan dengan visual patung-patung dari benang menarik figure yang bertuliskan Bansos. Bantuan Sosial yang diperuntukan masyarakat menjadi lahan koruptor korupsi. Pesannya sederhana, jangan kau makan yang bukan hakmu.

Dadang Imawan/Dewi a.k.a. DuaDe, menggunakan teknik montase dan kolase gambar, tulisan, foto, disusun sehingga menjadi Storytelling informasi pandemi covid 19, dampak yang ditimbulkan dan dirasakannya. Mereka menekankan sebagai pendidik di sekolah diffable merasakan dampak sosial ekonomi. Terutama akibat sekolah libur, siswanya tidak dapat mengikuti saran pemerintah, belajar secara online atau Pembelajaran Jarak Jauh. Mereka butuh sentuhan fisik, tatap muka dan bantuan secara langsung. Pesannya Setiap orang memiliki kebutuhan dan keperluan berbeda, penanganan berbeda serta cara berbeda.

Ratih Alsaira, instalasi figure perempuan dari bahan perca sedang duduk di sebuah kursi santai dengan memegang tanaman air di tangan. Pesannya buatlah diri kita nyaman terutama dalam suasana pandemic. Apabila setiap orang mampu membuat dirinya masing-masing merasa nyaman secara proporsional maka persoalan bisa disikapi dengan kepala dingin dan suasana damai akan terasa.

Ipo Hadi, instalasi benang berwarna warni di sebuah rak kayu tua, sebagian benangnya kusut dan menjuntai. Pesannya bahawa semua ada batasnya ada waktunya untuk berhenti. Yang kita harapkan berhenti dengan ikhlas, berhenti yang diridhoi, berhenti jika telah berusaha semampu kita, itulah berhenti yang nikmat.

Ahmad Arief Affandi, Grafity di tangga menuju lantai dua yang dicat warna merah, kuning, biru, hitam, dan putih, pada setiap anak tangga bertuliskan, kemana, kamu, kelak, akan, dan kembali. Apabila dibaca bolak balik bisa mengandung pengertian sama. Berpikirlah focus kepada satu tujuan untuk mencapai ridho Tuhan.

Agapitus Ronaldo, lukisan lolipop direspon mural, pesannya berjalanlah menuju lumbung ilmu, dimanapun berada, jangan pedulikan sejauh apa, pergilah untuk mendapatkannya.

N. Rinaldy, mural dinding dengan aksesoris wig (rambut palsu), dia berpesan hargailah pendapat orang lain. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, intinya jangan menyombongkan diri. Di atas langit ada langit.

Dadah Subagja, mural di tiang rumah dengan objek buah dan daun yang memberi kesan tumbuh dari langit. Dia ingin mengatakan, tak ada yg mustahil jika Tuhan berkehendak, menciptakan sistem biji ditanam tumbuh, berbuah, panen, dimakan jadi telek, bijinya tersisa di tanah dan tumbuh lagi. Bagi kita itu biasa, karena hanya menyaksikan bukan menciptakan. Pesannya berdoalah dan berusahalah bagaimana untuk memperlambat usia tanah agar tidak cepat tercemar. Sadarlah dan berpikirlah bahwa semua ini adalah keajaiban ini Allah yang buat.

Windi Delta, instalasi aluminium berbentuk robotic dengan figure sedang berdialog dengan mesin angkasa dielaborasi teknik drawing. Pesannya pencapaian intekektual tentang teknologi semakin tinggi tapi kenapa kita semakin jauh untuk saling mengerti dan memahami, tidakkah lelah dengan ambisi, ego dan batas dogmatis yang memiliki kepentingan sendiri. Kita mesti berpikir lebih jauh mengenai peradaban, agar manusia merasa seperti satu tubuh yang sakit dan yang lainpun sakit serta bahagia ketika yang lain pun Bahagia.

Melihat karya-karya seperti pesanan mulai bosan, meskipun sesungguhnya mereka tidak pernah memesan karya itu, namun umumnya mereka setuju, mengakui, merasakan ada kesamaan selera, kemungkinan memiliki keinginan sama.

Tembi, 22 Desember 2020
Kurapreeet
Jajang R Kawentar
(end)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1594 seconds (0.1#10.140)