Jejak Abadi RSJ Lawang Melintasi Zaman, Melayani yang Termarjinalkan
loading...
A
A
A
Bahkan, pasien berkebangsaan Eropa, yang telah dirawat sejak tahun 1941 tersebut, masih sempat ditangani hingga meninggal dunia pada tahun 2002-an. Dia merupakan pasien terlama yang menjalani perawatan di RSJ Lawang , yakni sekitar 64 tahun lamanya.
Pada awalnya RSJ ini berada di daerah yang terpisah jauh dari permukiman penduduk. Menempati lahan yang sangat luas, yakni sekitar 299 hektar. Dilengkapi berbagai fasilitas untuk terapi penyembuhan gangguan jiwa.
Para pasien, diajak untuk berkegiatan sehari-hari, seperti bertani, beternak, dan membuat keterampilan. Bahkan, di lingkungan RSJ ini juga ada tempat pemakaman, karena banyak pasien yang dirawat dan tidak pulang ke tempat asalnya hingga meninggal dunia.
(Baca juga: Dwarapala Saksi Bisu Ketangguhan Desa Menjaga Arjuna )
Dari catatan sejarah RSJ Lawang , usaha pengadaan fasilitas rumah sakit dan rumah perawatan (Doorganghuizen) merupakan suatu perkembangan yang penting dalam dunia psikiatri. Untuk meningkatkan pelayanan perawatan pasien di RSJ Lawang, pada waktu itu mulai diadakan kegiatan terapi kerja dan bermacam-macam persiapan untuk usaha hiburan.
Untuk upaya memperlancar penyaluran pasien mental ke masyarakat, sejak tahun 1926 RSJ Lawang mengantarkan kembali pasien yang sudah tenang ke desanya. Disusul dengan konsep Doorganghuizen yang diajukan oleh Travaglino. Bagi pasien yang mengalami defek/kronis dan sudah tenang, ditampung pada koloni pertanian (Werkenrichtingen).
Dalam kurun waktu 1942-1945, RSJ Lawang mengalami penurunan pelayanan, karena kurangnya sarana perawatan dan adanya penyakit menular, jumlah pasien menurun sampai 800 orang. Tahun 1947 jumlah pasien sebanyak 1.200 orang, gabungan antara Anex Suko, dan RSJ Lawang . Pada tahun 1950-1966 RSJ Lawang menerima pengungsian pasien dari RSJ Pulau Laut, Kalimantan Selatan, sebanyak 120 pasien dan 40 orang pegawai.
Kurun waktu 1966 sampai dengan sekarang, mulai terjadi beberapa pengembangan pengobatan dan perawatan pasien gangguan jiwa, baik pada Unit Rawat Inap, maupun Rawat Jalan dan Keswamas. Pengembangan unit penunjang medik berupa pemeriksaan laboratorium (drug monitoring), radio diagnostik, dan elektromedik.
Konsep RSJ Lawang yang awalnya menjadi tempat pengasingan bagi para ODGJ, secara perlahan mulai terbuka. Bahkan, mulai banyak melibatkan komunitas di masyarakat untuk terlibat melakukan penanganan gangguan jiwa.
Pada awalnya RSJ ini berada di daerah yang terpisah jauh dari permukiman penduduk. Menempati lahan yang sangat luas, yakni sekitar 299 hektar. Dilengkapi berbagai fasilitas untuk terapi penyembuhan gangguan jiwa.
Para pasien, diajak untuk berkegiatan sehari-hari, seperti bertani, beternak, dan membuat keterampilan. Bahkan, di lingkungan RSJ ini juga ada tempat pemakaman, karena banyak pasien yang dirawat dan tidak pulang ke tempat asalnya hingga meninggal dunia.
(Baca juga: Dwarapala Saksi Bisu Ketangguhan Desa Menjaga Arjuna )
Dari catatan sejarah RSJ Lawang , usaha pengadaan fasilitas rumah sakit dan rumah perawatan (Doorganghuizen) merupakan suatu perkembangan yang penting dalam dunia psikiatri. Untuk meningkatkan pelayanan perawatan pasien di RSJ Lawang, pada waktu itu mulai diadakan kegiatan terapi kerja dan bermacam-macam persiapan untuk usaha hiburan.
Untuk upaya memperlancar penyaluran pasien mental ke masyarakat, sejak tahun 1926 RSJ Lawang mengantarkan kembali pasien yang sudah tenang ke desanya. Disusul dengan konsep Doorganghuizen yang diajukan oleh Travaglino. Bagi pasien yang mengalami defek/kronis dan sudah tenang, ditampung pada koloni pertanian (Werkenrichtingen).
Dalam kurun waktu 1942-1945, RSJ Lawang mengalami penurunan pelayanan, karena kurangnya sarana perawatan dan adanya penyakit menular, jumlah pasien menurun sampai 800 orang. Tahun 1947 jumlah pasien sebanyak 1.200 orang, gabungan antara Anex Suko, dan RSJ Lawang . Pada tahun 1950-1966 RSJ Lawang menerima pengungsian pasien dari RSJ Pulau Laut, Kalimantan Selatan, sebanyak 120 pasien dan 40 orang pegawai.
Kurun waktu 1966 sampai dengan sekarang, mulai terjadi beberapa pengembangan pengobatan dan perawatan pasien gangguan jiwa, baik pada Unit Rawat Inap, maupun Rawat Jalan dan Keswamas. Pengembangan unit penunjang medik berupa pemeriksaan laboratorium (drug monitoring), radio diagnostik, dan elektromedik.
Konsep RSJ Lawang yang awalnya menjadi tempat pengasingan bagi para ODGJ, secara perlahan mulai terbuka. Bahkan, mulai banyak melibatkan komunitas di masyarakat untuk terlibat melakukan penanganan gangguan jiwa.