Jejak Abadi RSJ Lawang Melintasi Zaman, Melayani yang Termarjinalkan

Minggu, 13 Desember 2020 - 04:56 WIB
loading...
A A A
Jejak Abadi RSJ Lawang Melintasi Zaman, Melayani yang Termarjinalkan


Lama-kelamaan dirasakanbahwa kebutuhan akan tempat perawatan gangguan mental terus meningkat. Sensus penyandang gangguan mental di Jawa, dan Madura, pada tahun 1862 berujung pada pemikiran bahwa ada kebutuhan untuk membangun dua RSJ di Pulau Jawa.

Hal ini diwujudkan dalam Keputusan Kerajaan Belanda (Koninklijk Besluit) pada tanggal 30 Desember 1865 No. 100, Dr. F.H. Bouwer (seorang psikiater) dan Dr. A. M. Smith (seorang dokter Angkatan Laut) diutus ke Hindia Belanda, untuk mendapat keterangan mengenai kondisi di Hindia Belanda. Setelah melalui proses yang panjang, maka didirikanlah satu RSJ di Bogor yang diresmikan tahun 1882, menyusul kemudian RSJ di Sumber Porong Lawang

Sebelum Rumah Sakit Jiwa Lawang dibuka, perawatan pasien mental diserahkan kepada Dinas kesehatan Tentara (Militaire Gezondheids Dienst).Dalam rangka memperlancar penyaluran pasien ke masyarakat Hulshoff Pol mengajukan rencana perluasan Rumah Sakit Jiwa kepada Departemen Van Onderwijs en Eeredienst. Dimana pada tahun 1909 jumlah pasien mencapai 1.171 dan usaha-usaha perluasan rumah sakit untuk dapat menampung pasien amat mendesak.

(Baca juga: Mas-mas TRIP Berjuang Hingga Akhir Zaman... )

Pada waktu itu beratus-ratus pasien mental masih dititipkan di beberapa penjara sebelum dikirim ke rumah sakit jiwa. Dalam kurun waktu 1905-1906 tercatat salah seorang dokter pribumi pertama yang bekerja di RSJ Lawang adalah Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat, yang bersama-sama Dr. Soetomo melancarkan pergerakan bangsa pertama yaitu Boedi Oetomo.

Di masa itu, Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat telah mengembangkan pendekatan terapi alternatif dengan pendekatan "Rassen Psychologie". Dan RSJ Lawang mendapatkan izin dari Pemerintah Hindia Belanda, utuk membangun Anex di desa Suko, terletak lebih kurang 1 km ke arah timur di lereng Pegunungan Tengger.

Jejak Abadi RSJ Lawang Melintasi Zaman, Melayani yang Termarjinalkan


Antara tahun 1929-1935 RSJ Lawang, dan Anex Suko ditangani oleh tujuh orang dokter dan seorang profesor wanita, dengan kapasitas tempat tidur masing-masing 1.200 tempat tidur. Pada waktu itu RSJ Lawang juga dikembangkan menjadi pusat penelitian otak.

Jumlah pasien gangguan jiwa ini terus meningkat. Tahun 1940 jumlah pasien mencapai 3.400, dan pada tahun 1941 meningkat menjadi 4.200 oleh karena harus menampung pengungsian pasien dari koloni di Jawa Timur.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1799 seconds (0.1#10.140)