Sikapi Komoditas Dilarang LIPI, Balitbang Kalbar Disarankan Buat Penelitian Tandingan

Kamis, 10 Desember 2020 - 12:53 WIB
loading...
Sikapi Komoditas Dilarang LIPI, Balitbang Kalbar Disarankan Buat Penelitian Tandingan
Sikapi Komoditas Dilarang LIPI, Balitbang Kalbar Disarankan Buat Penelitian Tandingan
A A A
PONTIANAK - Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) memiliki banyak komoditas khas yang berpotensi mampu meningkatkan perekonomian masyarakat jika dikelola dengan baik dan benar. Namun belakangan ini, beberapa komoditas yang ada mengalami pelarangan dari hasil rekomendasi penelitian pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Menyikapi hal tersebut Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Kalbar Junaidi berharap, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kalbar bisa membuat penelitian tandingan agar komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi tetap bisa dimanfaatkan masyarakat.

Junaidi mencontohkan seperti tanaman kratom dan ikan belida. Harapannya pemerintah pusat bisa memberikan masa transisi meski referensinya diambil dari hasil penelitian LIPI. “Pertanyaan saya kalau ikan belida dilarang, di Kapuas Hulu mau bikin kerupuk basah pakai apa, rasanya berbeda (jika tidak menggunakan ikan belida),” ungkapnya saat membuka Rakornis Kelitbangan se-Kalbar tahun 2020 di Hotel Ibis, Selasa (8/12/2020).

Jawaban dari pihak terkait di pusat menurutnya sederhana bahwa ikan belida hanya dilindungi namun tidak dilarang. Namun hal itu tetap menimbulkan ketakutan di masyarakat, karena siapa yang bisa menjamin ketika ikan belida dilindungi, masyarakat yang mengolahnya tidak disanksi. “Aparat hukum kalau sudah dilarang, ada orang (memanfaatkan) nanti akan disanksi, oleh karena itu saya sampaikan,” katanya.

Hal yang sama juga disebutkan dia terjadi pada kayu gaharu buaya yang dilarang. Junaidi berharap Balitbang Kalbar bisa menelitinya sebagai tandingan dari hasil penelitian LIPI di pusat. “Kita (Kalbar) kan banyak gaharu buaya, ada yang sudah budidaya. Kalau bisa kita berhasil mengembangkan budidaya gaharu buaya mengapa dilarang,” tanyanya.

Ia menyebut sampai saat ini tidak diketahui pasti apa dasar LIPI memberikan referensi pelarangan gaharu buaya. Junaidi berharap hal itu bukan pesanan pihak-pihak tertentu yang mencari keuntungan.

“Ada yang mengatakan, pengusahanya mengatakan itu kerjaan mafia, karena di daerah lain ada yang mirip-mirip. Gaharu ini salah satu bahan membuat parfum, dari sedikit itu bisa jadi parfum dijual dengan harga mahal. Itu bisa dari negara lain yang sejenis (monopoli), karena kita mahal dan dilindungi, mudah-mudahan LIPI melakukan itu bukan pesanan, tapi karena murni dia melindungi gaharu, karena dianggap hampir punah,” paparnya.

Dalam kesempatan yang sama Kepala Balitbang Kalbar Herkulana Mekarryani menambahkan, kegiatan Rakornis yang digelar memang tujuanya untuk menerima masukan dalam penyempurnaan topik penelitian ke depan. “Ini yang disebut idea concept paper yang kelanjutan, nanti di 10 Desember lebih mengerucut, hari ini (kemarin) untuk gambaran umum, masukan dari Pemda Kabupaten/Kota,” ungkapnya.

Masukan-masukan yang diterima serta penelitian yang bisa disinergikan dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Kalbar nantinya akan dibahas kembali bersama majelis pertimbangan Balitbang. Penelitian ini nantinya bakal dilakukan pada 2022 mendatang

“Kami akan susun juga roadmap (penelitian) dari 2022-2027, bersama kabupaten/kota dan akan disempurnakan untik kegiatan blueprint Kelitbangan karena memang Pemprov Kalbar belum ada blueprint Kelitbangan,” pungkasnya.
(atk)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1313 seconds (0.1#10.140)