Ketua MPR: Haluan Negara Miliki Fungsi Penuntun Pembangunan Nasional

Jum'at, 04 Desember 2020 - 04:43 WIB
loading...
Ketua MPR: Haluan Negara Miliki Fungsi Penuntun Pembangunan Nasional
Ketua MPR Bambang Soesatyo. Foto/SINDOnews/Nuriwan Trihendrawan
A A A
BOGOR - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, haluan negara memiliki peran dan fungsi sebagai kaidah penuntun pembangunan nasional.

"Dalam sistem berbangsa dan bernegara, kehadiran Pancasila mengandung prinsip-prinsip filosofis, sementara konstitusi mengandung prinsip-prinsip normatif. Dan haluan negara akan mengandung prinsip-prinsip direktif," kata Bamsoet saat berbicara di pada Focuss Group Discussion (FGD) berjudul Restorasi Haluan Negara dalam Paradigma Pancasila yang digelar kerja sama MPR, Aliansi Kebangsaan, Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Kamis (3/12/2020). (Baca juga: Bambang Soesatyo: Perketat Protokol Kesehatan di Sekolah )

Menurut Bamsoet, nilai filosofis Pancasila bersifat abstrak. Pasal-pasal konstitusi pada prinsipnya juga mengandung norma besar. Karenanya, diperlukan kaidah penuntun yang berisi arahan dasar tentang bagaimana cara melembagakan nilai Pancasila dan konstitusi tersebut ke dalam berbagai pranata publik. (Baca juga: FGD Aliansi Kebangsaan Ingatkan Kembali Pentingnya Haluan Negara )

"Pihak yang dapat memandu para penyelenggara negara dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan pembangunan secara terpimpin, terencana dan terpadu,” kata Bamsoet.

Sementara itu, Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengatakan, pendekatan kebudayaan dalam melaksanakan pembangunan atau sering juga disebut sebagai jalan kebudayaan (cultural way) dinilai menjadi pendekatan pembangunan yang paling tepat untuk Indonesia. Pendekatan model ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan selain negara sebagai pemeran utama.

“Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan memerlukan peran negara sekaligus juga partisipasi masyarakat Indonesia yang multikultur dan dilaksanakan melalui kebijakan inklusif yang nondiskriminatif,” kata Pontjo

Menurut Pontjo, dalam pendekatan ini, kebudayaan difungsikan sebagai rujukan yang mampu memberi arah bagi jalannya pembangunan dan masa depan bangsa. Dengan pendekatan budaya, berpeluang untuk mengembangkan, menggerakkan, dan menghubungkan pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam persoalan pembangunan nasional, kata Pontjo, selain soal pendekatan pembangunan, tak kalah pentingnya adalah model perencanaan pembangunannya yang juga harus disesuaikan dengan sistem khas kenegaraan. Yaitu Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 UUD 1945 dengan pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah.

"Pemberian otonomi yang seluas-seluasnya kepada daerah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan. Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan kepada daerah, maka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah harus tetap merupakan satu kesatuan dengan Pemerintahan Nasional," kata dia.

Dengan menggunakan pendekatan kebudayaan dalam pembangunan nasional serta memperhatikan karakteristik Indonesia, maka diperlukan tata kelola perencanaan pembangunan yang mampu mengoptimalkan partisipasi masyarakat serta mampu menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar-ruang, antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah.

“Perencanaan pembangunan seperti itu hanya mungkin dilaksanakan apabila kita memiliki Haluan Negara yang memuat kebijakan dasar sebagai perwujudan kehendak bersama dan konsensus seluruh rakyat Indonesia,” kata Pontjo.

Dalam konteks Negara kekeluargaan dengan demokrasi konsensus ala Indonesia, kebijakan dasar pembangunan tidaklah diserahkan kepada Presiden sebagai ekspresi kekuatan majoritarian. Tetapi kata Pontjo, kebijakan dasar rencana pembangunan harus dirumuskan bersama melalui mekanisme konsensus seluruh representasi kekuatan politik rakyat dalam suatu lembaga perwakilan terlengkap.

Pontjo mengingatkan bahwa Haluan Negara harus memuat arahan dasar (directive principles) yang mengandung dua tuntunan, yaitu haluan yang bersifat ideologis dan haluan yang bersifat strategisteknokratis dalam ranah pembangunan tata nilai (mental-spiritual-karakter), tata kelola (kelembagaan sosial-politik), dan tata sejahtera (material-teknologikal). Haluan ideologis berisi prinsip-prinsip fundamental sebagai kaidah penuntun dalam menjabarkan falsafah negara dan pasal-pasal Konstitusi ke dalam berbagai kebijakan publik, dan kebijakan pembangunan di segala bidang dan lapisan. Sedangkan haluan strategis-teknokratis berisi pola perencanaan pembangunan yang menyeluruh, terpadu dan terpimpin dalam jangka panjang secara bertahap dan berkesinambungan, dengan memperhatikan prioritas bidang dan ruang (wilayah).

Dalam diskusi yang sudah memasuki sesi kedua tersebut, berkembang wacana mengenai pemilihan ‘baju hukum’ yang paling tepat untuk mewadahi haluan negara. Wacana tersebut mengerucut pada dua pilihan alternatif, yaitu diatur langsung di dalam konstitusi atau diatur melalui ketetapan MPR.

Pakar Hukum Tata Negara UNPAD Prof Nandang menekankan, dengan menempatkan haluan negara dalam konstitusi, maka status hukumnya akan sangat kuat. Sedangkan Yudi Latif, Dewan Pakar Aliansi Kebangsaan memandang, haluan negara sebagai prinsip-prinsip direktif kebijakan dasar politik pembangunan seyogyanya terpisah dari konstitusi dan tidak sebangun dengan undang-undang. Dengan kata lain, ditetapkan oleh MPR melalui ketetapan MPR.
(nth)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2054 seconds (0.1#10.140)