Anthon Sihombing: Pelarungan ABK Diperbolehkan Jika Telah Memenuhi Persyaratan yang Ada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Nahkoda Niaga Indonesia (INNI), Anthon Sihombing meminta pemerintah memastikan apakah kapal berbendera China yang melakukan pelarungan jenazah (buried at sea) terhadap ABK Indonesia, telah mematuhi ketentuan dalam International Maritime Organization (IMO).
"Jadi pemerintah tolong mengkroscek melalui KBRI kita atau atase, tim kita, sampai di mana pemerintah China mengimplementasikan aturan-aturan dari IMO," ujar Anthon dalam keterangan tertulisnya yang diterima Senin (11/5/2020).
Ia meminta pemerintah Indonesia memastikan melalui aparat terkait, ada tidaknya pelanggaran dalam peristiwa yang rekaman videonya viral di media sosial tersebut.
Meski begitu, Anthon yang juga Ketua IMO Watch itu, menyebut pelarungan jenazah bisa dilakukan, asal memenuhi sejumlah syarat. Syarat ini sesuai peraturan internasional dan aturan hukum di Indonesia. (BACA JUGA: Viral Video, Kemenhub Pastikan Hak ABK Indonesia yang Dibuang ke Laut Terpenuhi)
Antara lain, nahkoda harus menjelaskan alasan kenapa jasad harus dilarung, dan di mana posisinya. "Kalau memang jauh dari pantai atau ke suatu pelabuhan itu adalah hal yang wajar," kata dia.
Pelarungan jenazah juga boleh dilakukan apabila saat itu kapal berada di perairan internasional, dan tidak ada tempat penyimpanan jenazah di kapal. Lalu jasad diduga membawa penyakit menular.
"Di samping itu juga nahkoda yang berkoordinasi dengan pelabuhan terdekat di negara tersebut, menolak (jenazah) karena ada indikasi jenazah memiliki penyakit menular," jelasnya.
"Seperti di Jepang peraturan sangat ketat sekali, hal itu terjadi pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ada bangkai ular satu saja mati langsung distop itu kapal, kapal langsung dikarantina, apalagi kalau manusia," imbuh Anthon.
Selain itu, ada juga kekhususan bagi kapal-kapal ikan seperti yang diatur dalam Torre molinos protokol di Spanyol dan Cape Town Agrement yang dibuat IMO aturan-aturan tambahan khusus bagi kapal ikan, dimana kapal tak diperbolehkan membawa jenazah. Kemudian ILO Seafarer’s Service Regulation, yang telah mengatur prosedur pelarungan jenazah (burial at sea).
"Saya dulu pernah berlayar ke Bremen, New Orleans, Amerika, dari Amerika ke Jepang utara itu memakan waktu 45 hari. Di tengah pelayaran ada kejadian serupa, langsung kita larungkan. Hal tersebut juga pernah dilakukan kapal Pelni, kapal pemerintah," jelasnya.
"Jadi pemerintah tolong mengkroscek melalui KBRI kita atau atase, tim kita, sampai di mana pemerintah China mengimplementasikan aturan-aturan dari IMO," ujar Anthon dalam keterangan tertulisnya yang diterima Senin (11/5/2020).
Ia meminta pemerintah Indonesia memastikan melalui aparat terkait, ada tidaknya pelanggaran dalam peristiwa yang rekaman videonya viral di media sosial tersebut.
Meski begitu, Anthon yang juga Ketua IMO Watch itu, menyebut pelarungan jenazah bisa dilakukan, asal memenuhi sejumlah syarat. Syarat ini sesuai peraturan internasional dan aturan hukum di Indonesia. (BACA JUGA: Viral Video, Kemenhub Pastikan Hak ABK Indonesia yang Dibuang ke Laut Terpenuhi)
Antara lain, nahkoda harus menjelaskan alasan kenapa jasad harus dilarung, dan di mana posisinya. "Kalau memang jauh dari pantai atau ke suatu pelabuhan itu adalah hal yang wajar," kata dia.
Pelarungan jenazah juga boleh dilakukan apabila saat itu kapal berada di perairan internasional, dan tidak ada tempat penyimpanan jenazah di kapal. Lalu jasad diduga membawa penyakit menular.
"Di samping itu juga nahkoda yang berkoordinasi dengan pelabuhan terdekat di negara tersebut, menolak (jenazah) karena ada indikasi jenazah memiliki penyakit menular," jelasnya.
"Seperti di Jepang peraturan sangat ketat sekali, hal itu terjadi pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ada bangkai ular satu saja mati langsung distop itu kapal, kapal langsung dikarantina, apalagi kalau manusia," imbuh Anthon.
Selain itu, ada juga kekhususan bagi kapal-kapal ikan seperti yang diatur dalam Torre molinos protokol di Spanyol dan Cape Town Agrement yang dibuat IMO aturan-aturan tambahan khusus bagi kapal ikan, dimana kapal tak diperbolehkan membawa jenazah. Kemudian ILO Seafarer’s Service Regulation, yang telah mengatur prosedur pelarungan jenazah (burial at sea).
"Saya dulu pernah berlayar ke Bremen, New Orleans, Amerika, dari Amerika ke Jepang utara itu memakan waktu 45 hari. Di tengah pelayaran ada kejadian serupa, langsung kita larungkan. Hal tersebut juga pernah dilakukan kapal Pelni, kapal pemerintah," jelasnya.