Jumlah Pengungsi Gunung Merapi Capai 1.294 Jiwa
loading...
A
A
A
SLEMAN - Sebanyak 1.294 jiwa warga tergolong kelompok rentan bahaya erupsi Gunung Merapi telah mengungsi ke desa penyangga (desa saudara) di Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten, Jawa Tengah dan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati menjelaskan, berdasarkan data Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BNPB, dari ribuan pengungsi tersebut, sebanyak 835 jiwa di antaranya warga Kabupaten Magelang, 133 jiwa warga Kabupaten Boyolali, 123 jiwa warga Kabupaten Klaten dan 203 jiwa warga Sleman. (Baca juga: Kisah Mbah Harjo Suwito, Pengungsi Gunung Merapi Tertua yang Pernah Ikut Romusha )
"Terkait kebutuhan makan dan minum di tempat evakuasi, sudah tersedia. Para sukarelawan membantu dalam penyediaan bahan baku seperti sayuran dan juru masak yang diproses di dapur umum atau pun mobil dapur lapangan," terangnya dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Rabu (11/11/2020) malam.
Pos pendukung di tempat penampungan tersedia dan siap untuk memberikan pelayanan. Pos kesehatan yang berada ditiap tempat evakuasi akhir (TEA) siaga 24 jam. Seperti pos-pos pendukung di TEA Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa. Tengah.
Pihak pemerintah desa menyiapkan tidak hanya tempat tetapi tenaga serta pelayanan kepada para warga yang harus dievakuasi. Ini menjadi bukti kuatnya sister village (desa saudara) dalam konteks kebencanaan, warga dari suatu desa membantu warga desa lainnya.
Raditya Jati menyatakan, pelayanan dari pemerintah desa tidak terlepas dari dukungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dari tingkat kabupaten maupun provinsi. Dalam upaya kesiapsiagaan maupun penanganan darurat, empat pemerintah daerah di tingkat kabupaten tersebut telah menetapkan status keadaan darurat, baik siaga maupun tanggap darurat.
"Status tersebut akan mempermudah BPBD dalam aksesibilitas sumber daya maupun akuntabilitas dalam penyelenggaraan operasi tanggap darurat," ujarnya.(Baca juga: Nekat Lompat dari Jembatan Sungai Serayu, Kakek Rasiwan Belum Ditemukan )
Pada masa kesiapsiagaan, BPBD terus mengevaluasi tantangan yang dihadapi apabila kondisi semakin kritis, seperti jalur dan transportasi evakuasi, jalur dan peralatan komunikasi, maupun penerapan protokol Kesehatan saat proses evakuasi maupun di tempat penampungan.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati menjelaskan, berdasarkan data Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BNPB, dari ribuan pengungsi tersebut, sebanyak 835 jiwa di antaranya warga Kabupaten Magelang, 133 jiwa warga Kabupaten Boyolali, 123 jiwa warga Kabupaten Klaten dan 203 jiwa warga Sleman. (Baca juga: Kisah Mbah Harjo Suwito, Pengungsi Gunung Merapi Tertua yang Pernah Ikut Romusha )
"Terkait kebutuhan makan dan minum di tempat evakuasi, sudah tersedia. Para sukarelawan membantu dalam penyediaan bahan baku seperti sayuran dan juru masak yang diproses di dapur umum atau pun mobil dapur lapangan," terangnya dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Rabu (11/11/2020) malam.
Pos pendukung di tempat penampungan tersedia dan siap untuk memberikan pelayanan. Pos kesehatan yang berada ditiap tempat evakuasi akhir (TEA) siaga 24 jam. Seperti pos-pos pendukung di TEA Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa. Tengah.
Pihak pemerintah desa menyiapkan tidak hanya tempat tetapi tenaga serta pelayanan kepada para warga yang harus dievakuasi. Ini menjadi bukti kuatnya sister village (desa saudara) dalam konteks kebencanaan, warga dari suatu desa membantu warga desa lainnya.
Raditya Jati menyatakan, pelayanan dari pemerintah desa tidak terlepas dari dukungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dari tingkat kabupaten maupun provinsi. Dalam upaya kesiapsiagaan maupun penanganan darurat, empat pemerintah daerah di tingkat kabupaten tersebut telah menetapkan status keadaan darurat, baik siaga maupun tanggap darurat.
"Status tersebut akan mempermudah BPBD dalam aksesibilitas sumber daya maupun akuntabilitas dalam penyelenggaraan operasi tanggap darurat," ujarnya.(Baca juga: Nekat Lompat dari Jembatan Sungai Serayu, Kakek Rasiwan Belum Ditemukan )
Pada masa kesiapsiagaan, BPBD terus mengevaluasi tantangan yang dihadapi apabila kondisi semakin kritis, seperti jalur dan transportasi evakuasi, jalur dan peralatan komunikasi, maupun penerapan protokol Kesehatan saat proses evakuasi maupun di tempat penampungan.
(msd)