Polesan Gizi Kedelai di Pusaran Kelompok Urban

Jum'at, 30 Oktober 2020 - 13:22 WIB
loading...
Polesan Gizi Kedelai di Pusaran Kelompok Urban
Kampung Tempe menjadi pusaran kelompok urban untuk bangkit di perantauan. Mereka menyajikan gizi yang diolah dari berbagai bahan kedelai menjadi aneka macam produk. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Kehidupan di kota besar adalah pertaruhan seni dalam bertahan hidup. Melalui jalan kedelai, kelompok urban tetap bisa bertahan dalam ruang kreatifitas dan menjaga generasi sehat melalui gizi tanpa batas.

(Baca juga: Pindang Tempoyak, Masakan Khas Palembang yang Selalu Jadi Buruan )

Yurianto (51), baru selesai mencuci kedelai dalam ember berukuran raksasa di teras rumahnya yang berada di Jalan Tenggilis Kauman Gang Buntu 27, Surabaya . Sebuah pohon belimbing menjadi atap yang teduh bagi dirinya ketika matahari yang terik di penghujung musim kemarau mencoba merayap masuk ke celah-celah rumahnya.

Ia harus bergegas, lembaran daun pisang yang sudah dibersihkan siap untuk dipotong kecil sesuai ukuran tempe . Beberapa plastik juga sudah dilipat, siap menampung kedelai yang akan dihantarkannya menjadi tempe di malam hari.

Jalan depan rumahnya tak telalu besar, hanya muat menampung dua sepeda motor yang bersisipan. Suara burung Cucak Ijo yang terus berkicau membenamkan persiapan senja yang akan menemaninya membungkus kedelai ke berbagai cetakan tempe .

(Baca juga: Kebun Binatang Surabaya Masih Jadi Jujukan Libur Panjang )

Kampung kecil yang padat penduduk selalu riuh di sore hari, gerbang masuk Kampung Kauman juga tertulis jelas sebagai Kampung Tempe . Deretan rumah kos menjadi bagian besar dari perkampungan masyarakat urban ini. Mereka memulai harapan, datang untuk meniti kesuksesan.

Sudah 20 tahun ini ia menjadi produsen tempe di Surabaya . Melancong jauh dari kampung halamannya yang ada di Cepu untuk mengadu nasib di kota besar. Modal nekat tentu tak cukup bagi dirinya untuk bisa menaklukan Surabaya . "Harus kreatif dan tahan banting," kata Yurianto, Jumat (30/10/2020).

Beruntung ia mengenal kedelai sejak kecil. Saat tiba di Kota Pahlawan, dalam benaknya hanya kepikiran untuk bisa membuka usaha kecil-kecilan sebagai jalan mengadu nasib. Keinginan kuat darinya itu yang membawanya untuk membuka usaha pembuatan tempe.

Usaha itu pun dimulai dari petak kamar kos kecil yang ada di kawasan Rungkut. Dengan tempat yang terbatas, ia harus berbagi tempat tidur dengan tumpukan tempe yang siap dikirimnya esok pagi ke berbagai pasar tradisional di Surabaya . Para pedagang di Pasar Wonokromo, Soponyono, Pabean sampai Keputran menjadi tempat distribusi tempe ke berbagai wilayah di Surabaya .
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.8117 seconds (0.1#10.140)