Guru Privat Ini Rela Jual Jamu Keliling Untuk Bertahan Hidup di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
SURABAYA - Ada yang berbeda dengan panas terik Surabaya siang ini. Sebuah sepeda tua tampak berhenti cukup lama di depan kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT) Jawa Timur. Pengemudinya tampak membawa boks di belakang bonceng sepedanya. Berdiri cukup lama sekitar 10 menit.
Sebuah pemandangan yang tidak seharusnya di tengah imbauan pembatasan sosial yang sedang digalakkan. Namun, sepertinya faktor kebutuhan hidup tidak bisa menunggu kata nanti untuk dipenuhi.
Pengemudi sepeda itu diketahui bernama Nasrul, sambil malu-malu dia memperkenalkan diri kepada tim ACT Jatim. Profesinya sebagai guru privat ngaji dan bahasa arab. Tetapi, di tengah pandemi begini, dia terpaksa berhenti mengajar. (Baca juga: Arungi Lautan Demi Bagikan Sembako Bagi Masyarakat Terpencil)
Untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama istri dan kedua anaknya, dia biasanya menjajakan sari kedelai sehari-hari.
Karena pelanggan sepi, dia kemudian beralih profesi dengan menjajakan jamu keliling, dengan harapan masyarakat banyak yang membeli dagangannya. Jamu yang dijual mulai sinom, temulawak, jahe merah, dan kunir asem.
Dampak virus corona ini juga dirasakan Nasrul. Penghasilan yang diterimannya pun ikut menurun. “Sekarang penghasilan sangat berkurang, orang-orang tidak banyak yang keluar rumah jadi agak sulit untuk menawarkan jamu secara langsung,” ungkap pria yang sempat mengenyam perkuliahan salah satu universitas negeri di Surabaya namun belum dapat terselesaikan karena faktor biaya ini.
“Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saya berjualan jamu, istri menjadi guru honorer di salah satu sekolah swasta di Surabaya. Penghasilan yang pas-pasan harus kami atur dengan bijak supaya bisa untuk biaya sekolah anak-anak di Pesantren dan biaya hidup sehari-hari,” tambah Nasrul.
Melalui program Operasi Beras Gratis ACT Jawa Timur, memberikan bantuan beras untuk warga prasejahtera di Surabaya. Nasrul dan beberapa masyarakat prasejahtera lainnya bisa sedikit menikmati hasil kepedulian dari masyarakat. Sejak Minggu (12/4) bersama Azhari School total sudah ada 1,5 ton beras yang disalurkan.
Sebuah pemandangan yang tidak seharusnya di tengah imbauan pembatasan sosial yang sedang digalakkan. Namun, sepertinya faktor kebutuhan hidup tidak bisa menunggu kata nanti untuk dipenuhi.
Pengemudi sepeda itu diketahui bernama Nasrul, sambil malu-malu dia memperkenalkan diri kepada tim ACT Jatim. Profesinya sebagai guru privat ngaji dan bahasa arab. Tetapi, di tengah pandemi begini, dia terpaksa berhenti mengajar. (Baca juga: Arungi Lautan Demi Bagikan Sembako Bagi Masyarakat Terpencil)
Untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama istri dan kedua anaknya, dia biasanya menjajakan sari kedelai sehari-hari.
Karena pelanggan sepi, dia kemudian beralih profesi dengan menjajakan jamu keliling, dengan harapan masyarakat banyak yang membeli dagangannya. Jamu yang dijual mulai sinom, temulawak, jahe merah, dan kunir asem.
Dampak virus corona ini juga dirasakan Nasrul. Penghasilan yang diterimannya pun ikut menurun. “Sekarang penghasilan sangat berkurang, orang-orang tidak banyak yang keluar rumah jadi agak sulit untuk menawarkan jamu secara langsung,” ungkap pria yang sempat mengenyam perkuliahan salah satu universitas negeri di Surabaya namun belum dapat terselesaikan karena faktor biaya ini.
“Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saya berjualan jamu, istri menjadi guru honorer di salah satu sekolah swasta di Surabaya. Penghasilan yang pas-pasan harus kami atur dengan bijak supaya bisa untuk biaya sekolah anak-anak di Pesantren dan biaya hidup sehari-hari,” tambah Nasrul.
Melalui program Operasi Beras Gratis ACT Jawa Timur, memberikan bantuan beras untuk warga prasejahtera di Surabaya. Nasrul dan beberapa masyarakat prasejahtera lainnya bisa sedikit menikmati hasil kepedulian dari masyarakat. Sejak Minggu (12/4) bersama Azhari School total sudah ada 1,5 ton beras yang disalurkan.
(nbs)