Dosen UMI Lapor Polda Sulsel, Mengaku Korban Pemukulan Aparat Kepolisian
loading...
A
A
A
"Kita mendesak Kapolda Sulsel agar mendorong pelanggaran pidana kasus ini serta pelanggaran etiknya. Hal tersebut untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri," paparnya.
Kepada SINDOnews, AM mengaku telah menjadi korban salah sasaran aparat kepolisian saat menyisir massa aksi unjuk rasa penolakan pengesahan UU Cipta Kerja. Dosen Fakultas Hukum itu, mengaku peristiwa tersebut dialaminya di Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakukang Kamis 8 Oktober lalu. AM bilang tindakan represif aparat dialaminya sekitar pukul 21.50 Wita persis di depan mini market dekat tempatnya mengajar.
Keributan antara pendemo dan aparat kepolisian yang mendorong massa dengan water canon dan flash ball atau gas air mata, membuat AM terjebak. Tempatnya dikepung asap sisa-sisa alat pengurai massa polisi, alhasil beberapa polisi yang menyisir massa, ikut membawa dirinya.
"Saya tidak lari karena merasa tidak bersalah dan bukan bagian dari massa aksi. Tiba-tiba datang sekitar 20 orang oknum aparat kepolisian. Saya sudah bilang, saya bukan bagian dari massa aksi. Saya perlihatkan KTP, tapi tetap tidak diindahkan," AM menjelaskan.
AM menyebut, dirinya baru saja pulang dari warung makan di Jalan Prof Basalamah. Lalu hendak mencetak dokumen-dokumen penting di depan Universitas Bosowa , Jalan Urip Sumoharjo, namun melihat aksi demonstrasi masih terjadi ia memilih singgah di balai-balai seberang jalan depan minimarket.
"Saya kebetulan terjebak (kerumunan massa) saya tegaskan saya bukan bagian dari massa aksi, saya tidak menyentuh aspal, hanya berdiri di pinggir dekat balai-balai. Saya mau ngeprint, di langganan saya depan Unibos," jelas AM.
Tanpa dia sadari kondisi memanas sudah terjadi, polisi sudah mengepung massa aksi dengan kepulan asap sisa gas air mata. Dia memilih bertahan meskipun sejumlah aparat sudah menyisir. AM yang merasa tak bersalah sehingga tidak berlari menyelamatkan diri.
AM hanya berusaha menghindari gas air mata yang disebutkan dia, secara sporadis dilontarkan aparat. Dia terkepung asap bersama penjual bakso dan tukang parkir yang biasa mangkal di daerah depan minimarket. Namun AM ikut diamankan polisi.
Lebih lanjut, AM mengaku langsung mendapatkan pukulan bahkan setelah menunjukkan identitasnya. Seingatnya ada 15 orang yang datang mengerumuninya, bahkan memukul titik mematikan tubuhnya. Kepala, dada, punggung belakang sampai kaki AM tak luput dari amukan polisi.
Kepada SINDOnews, AM mengaku telah menjadi korban salah sasaran aparat kepolisian saat menyisir massa aksi unjuk rasa penolakan pengesahan UU Cipta Kerja. Dosen Fakultas Hukum itu, mengaku peristiwa tersebut dialaminya di Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakukang Kamis 8 Oktober lalu. AM bilang tindakan represif aparat dialaminya sekitar pukul 21.50 Wita persis di depan mini market dekat tempatnya mengajar.
Keributan antara pendemo dan aparat kepolisian yang mendorong massa dengan water canon dan flash ball atau gas air mata, membuat AM terjebak. Tempatnya dikepung asap sisa-sisa alat pengurai massa polisi, alhasil beberapa polisi yang menyisir massa, ikut membawa dirinya.
"Saya tidak lari karena merasa tidak bersalah dan bukan bagian dari massa aksi. Tiba-tiba datang sekitar 20 orang oknum aparat kepolisian. Saya sudah bilang, saya bukan bagian dari massa aksi. Saya perlihatkan KTP, tapi tetap tidak diindahkan," AM menjelaskan.
AM menyebut, dirinya baru saja pulang dari warung makan di Jalan Prof Basalamah. Lalu hendak mencetak dokumen-dokumen penting di depan Universitas Bosowa , Jalan Urip Sumoharjo, namun melihat aksi demonstrasi masih terjadi ia memilih singgah di balai-balai seberang jalan depan minimarket.
"Saya kebetulan terjebak (kerumunan massa) saya tegaskan saya bukan bagian dari massa aksi, saya tidak menyentuh aspal, hanya berdiri di pinggir dekat balai-balai. Saya mau ngeprint, di langganan saya depan Unibos," jelas AM.
Tanpa dia sadari kondisi memanas sudah terjadi, polisi sudah mengepung massa aksi dengan kepulan asap sisa gas air mata. Dia memilih bertahan meskipun sejumlah aparat sudah menyisir. AM yang merasa tak bersalah sehingga tidak berlari menyelamatkan diri.
AM hanya berusaha menghindari gas air mata yang disebutkan dia, secara sporadis dilontarkan aparat. Dia terkepung asap bersama penjual bakso dan tukang parkir yang biasa mangkal di daerah depan minimarket. Namun AM ikut diamankan polisi.
Lebih lanjut, AM mengaku langsung mendapatkan pukulan bahkan setelah menunjukkan identitasnya. Seingatnya ada 15 orang yang datang mengerumuninya, bahkan memukul titik mematikan tubuhnya. Kepala, dada, punggung belakang sampai kaki AM tak luput dari amukan polisi.