Mencetak Santri Jadi Pemimpin yang Amanah Dunia Akhirat
loading...
A
A
A
"Sepengetahuan keluarga berdiri sekitar tahun 1937, sesuai tahun yang ditandakan pada bangunan masjid yang dulunya musala," kata Gus Udin.
Mbah Mansyur merupakan seorang pendatang. Pada kisaran tahun 1920an ia mulai bermukim di Desa Kunir. Kunir kala itu, kata Gus Udin, belum semaju sekarang.
Desa Kunir yang oleh sebagian orang tua di Blitar dijuluki "Acehnya" Blitar. Yakni karena faktor pesantren dan banyaknya sekolah keagamaan, saat itu masih berlandskap hutan, tegalan dan sawah.
Tepat di sebelah selatan desa adalah Kali Brantas yang sekaligus menjadi pembatas dengan wilayah Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung.
Jarak Kunir-Ngunut kurang dari satu kilometer. Selain pabrik gula Kunirwungu (Kunir-Kaliwungu) yang berdiri sejak era Kolonial Belanda, di Ngunut juga bercokol lokalisasi (pelacuran) cukup besar.
Komplek pelacuran tersebut sampai hari ini masih berdiri tegak. "Saat itu penduduk Kunir juga masih jarang. Rata rata yang terbanyak masyarakat abangan," jelas Gus Udin.
Menurut Gus Udin, Mbah Mansyur berasal dari Ponpes Mangunsari, Kabupaten Tulungagung. Bila ditelusur lebih jauh ke belakang, leluhurnya itu berdzuriyat (keturunan) pada Kiai Kasan Besari, Tegalsari, Ponorogo.
"Soal dzuriyat secara detil, keluarga Ponpes Mangunsari yang lebih tahu," kata Gus Udin yang tidak ingin keliru.
Sebagai keluarga besar ponpes Mangunsari Tulungagung, Mansyur muda dikenal sebagai sosok intelektual yang sekaligus alim. Gelar haji dia sandang sejak muda. Kemudian, nyantri kemana mana, termasuk selama lima tahun memperdalam ilmu agama di tanah suci.
"Ada cerita saat berangkat haji dengan kapal laut itu, kapal yang dinaiki Mbah Mansyur sempat terdampar di Madura. Sambil menunggu waktu, selama di Madura digunakan untuk nyantri," terang Gus Udin.
Mbah Mansyur merupakan seorang pendatang. Pada kisaran tahun 1920an ia mulai bermukim di Desa Kunir. Kunir kala itu, kata Gus Udin, belum semaju sekarang.
Desa Kunir yang oleh sebagian orang tua di Blitar dijuluki "Acehnya" Blitar. Yakni karena faktor pesantren dan banyaknya sekolah keagamaan, saat itu masih berlandskap hutan, tegalan dan sawah.
Tepat di sebelah selatan desa adalah Kali Brantas yang sekaligus menjadi pembatas dengan wilayah Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung.
Jarak Kunir-Ngunut kurang dari satu kilometer. Selain pabrik gula Kunirwungu (Kunir-Kaliwungu) yang berdiri sejak era Kolonial Belanda, di Ngunut juga bercokol lokalisasi (pelacuran) cukup besar.
Komplek pelacuran tersebut sampai hari ini masih berdiri tegak. "Saat itu penduduk Kunir juga masih jarang. Rata rata yang terbanyak masyarakat abangan," jelas Gus Udin.
Menurut Gus Udin, Mbah Mansyur berasal dari Ponpes Mangunsari, Kabupaten Tulungagung. Bila ditelusur lebih jauh ke belakang, leluhurnya itu berdzuriyat (keturunan) pada Kiai Kasan Besari, Tegalsari, Ponorogo.
"Soal dzuriyat secara detil, keluarga Ponpes Mangunsari yang lebih tahu," kata Gus Udin yang tidak ingin keliru.
Sebagai keluarga besar ponpes Mangunsari Tulungagung, Mansyur muda dikenal sebagai sosok intelektual yang sekaligus alim. Gelar haji dia sandang sejak muda. Kemudian, nyantri kemana mana, termasuk selama lima tahun memperdalam ilmu agama di tanah suci.
"Ada cerita saat berangkat haji dengan kapal laut itu, kapal yang dinaiki Mbah Mansyur sempat terdampar di Madura. Sambil menunggu waktu, selama di Madura digunakan untuk nyantri," terang Gus Udin.