Cerita Menegangkan Kapten Sanjoto saat Memburu DN Aidit di Kota Semarang

Rabu, 30 September 2020 - 13:14 WIB
loading...
Cerita Menegangkan Kapten...
Kapten CPM (Purn) Sanjoto menceritakan bagaimana dirinya terlibat langsung memburu DN Aidit, pentolan PKI yang bertanggung jawab atas peristiwa G30S/PKI. Foto/SINDOnews/Ahmad Antoni
A A A
SEMARANG - Usia bukan menjadi suatu halangan untuk mengingat sejarah. Hal itu masih melekat pada sosok Kapten CPM (Purn) Sanjoto, seorang Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) di Kota Semarang.

(Baca juga: 3 Sumur 'Lubang Buaya' Banyuwangi, Saksi Bisu Kekejaman G30S PKI)
(Baca juga : Wow Mahal Nian, Obat Covid-19 Asal India Ini Dibanderol Rp3 Juta! )


Ya, meski usianya sudah menginjak 90 tahun, namun ingatan Kapten Sanjoto belum pudar saat menceritakan bagaimana dirinya terlibat langsung memburu DN Aidit, pentolan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang paling bertanggung jawab atas peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal dengan sebutan G30S/PKI .
Cerita Menegangkan Kapten Sanjoto saat Memburu DN Aidit di Kota Semarang

Sanjoto mengungkapkan, bagaimana detik-detik penggerebekan terhadap DN Aidit dan gerombolannya saat singgah di Kota Semarang, seminggu setelah peristiwa G30S/PKI tahun 1965.

(Baca juga : Dikenal Rajin Ibadah, Pelaku Vandalisme di Musala Sempat Ingin Bunuh Ibu Kandung )
(Baca juga: Pengamat: Jika Pancasila Berhasil Diubah, Kebangkitan PKI Nyata)

“Sebuah rumah di Jalan Belimbing Raya No 34 Peterongan, Semarang diketahui menjadi tempat singgah DN Aidit dan gerombolannya,” ungkap Sanjoto mengawali ceritanya kepada SINDOnews.
Cerita Menegangkan Kapten Sanjoto saat Memburu DN Aidit di Kota Semarang

Sanjoto yang saat itu masih berpangkat Peltu menuturkan, satu minggu setelah peristiwa G 30 S/PKI dirinya mendapat pemberitahuan dari pusat dan panglima bahwa yang mengendalikan G30S itu adalah PKI.

“Atas perintah panglima ( Kodam IV/Diponegoro saat itu) sama komandan saya (Kolonel Sumaedi) diperintahkan regu saya dan pimpinan saya mampir ke Kodim Semarang. Namun saat itu Komandan Kodim yang baru tak ada, yang ada kepala stafnya namanya Mayor Riyadi,” ungkapnya. (Baca juga: Ingatkan Kejamnya PKI, KAMI Serukan Kibarkan Bendera Merah Putih)

“Loh ada apa pak, saya itu diperintahkan sama komandan saya mencari rumah di Peterongan yang digunakan transit DN Aidit cs dari Jakarta. Wah kebetulan itu depan rumah saya banyak kendaraan. Saya lari ke sini sama pak Wiradi (almarhum) di situ bendera-bendera PKI itu banyak. Dari sejumlah tetangga bilang kalau 2 jam lalu sudah berangkat (melarikan diri). Waduh ketinggalan,” beber Sanjoto yang saat itu sebagai anggota Intel Pomdam.
Cerita Menegangkan Kapten Sanjoto saat Memburu DN Aidit di Kota Semarang

Ketika DN Aidit singgah di rumah Jalan Belimbing, dia telah mempersenjatai diri menjaga segala kemungkinan jika ada perlawanan dari komplotan PKI. (Baca juga: Mahfud MD Ngaku Selalu Nonton Film G30S PKI, Ini Alasannya)

“Waktu Aidit transit, saya dengan senjata lengkap, bawa 2 senjata salah satunya pistol. Saat perburuan waktu itu, saya bersama dengan 2 anggota kodim dan 3 anggota CPM,” sebutnya.

Ia menambahkan, ketika itu dirinya secara kebetulan telah membaca keadaan di dalam ruangan. Ternyata rombongan DNA (DN Aidit) pergi ke timur (Solo). “Lantas saya telepon sama komandan, saya laporan bahwa 2 jam yang lalu sudah tak ada, lari ke timur. Di Solo komandan saya telepon Dandenpom Solo dijawab sudah diberondong (tertangkap di Solo),” tutur kakek yang lahir pada 17 November 1930 ini
Cerita Menegangkan Kapten Sanjoto saat Memburu DN Aidit di Kota Semarang

Kini, rumah yang sempat menjadi persinggahan gembong PKI itu ditempati Sanjoto bersama istri dan keluarganya. Menurut pengakuannya, Sanjoto menempati rumah di Jalan Belimbing Raya 34 Peterongan sejak tahun 1969.

Namun demikian, saat itu rumah dalam kondisi kosong dan sempat disita negara. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, rumah tersebut kembali bisa ditempati Sanjoto setelah pemerintah mengetahui jika dirinya merupakan pejuang veteran kemerdekaan RI.

Untuk diketahui, Kapten Sanjoto juga pernah terlibat dalam Dwikora mengawal Jenderal Ahmad Yani di Singkawang, Kalimantan Barat. Dia adalah prajurit Corps Polisi Militer (CPM) yang ikut serta mengamankan dan mengawal Jenderal Ahmad Yani dan sejumlah perwira tinggi lainnya dalam persiapan konfrontasi dengan Malaysia.

Sanjoto juga mengisahkan ikut berperang di usia 12 tahun. Ia bergabung dengan organisasi kepemudaan atau Angkatan Muda Surakarta. “Saat itu saya ikut mengusir penjajah Jepang. Pokoknya ikut saja dan tidak pernah takut mati, terutama saat mendapatkan senjata bekas Kempetai atau Polisi Militer Jepang. Saya membawa senjata Arisaka dan pistol Nambu buatan Jepang. kemana-mana bersama pemuda lainnya saya bawa senjata itu,” beber dia.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2310 seconds (0.1#10.140)