Langit Biru, Bukan Mimpi di Rumah Kaca
loading...
A
A
A
Menurut dia, menggunakan bahan bakar ramah lingkungan sudah menjadi konsensus dunia. Tujuannya menjaga ekosistem bumi tetap sehat untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di dalamnya. Penggunaan BBM RON rendah seperti Premium (RON 88), akan memperbesar efek rumah kaca, polusi udara, dan mempercepat pemanasan global.
Data yang diterbitkan IQAir Air Visual tahun 2019, menempatkan Indonesia pada peringkat keenam dunia, dengan kualitas udara terburuk. Kualitas udara di kota besar juga terus menurun sebelum pandemi COVID-19. Buruknya kualitas udara menyebabkan penyakit pernapasan seperti asma, kanker paru-paru, hingga penyakit jantung. Kanker paru-paru merupakan satu dari lima penyakit yang menyebabkan kematian terbesar di Indonesia.
Saat ini, kata dia, tersisa tujuh negara termasuk Indonesia yang masih menggunakan BBM dengan RON di bawah 90. Selain Indonesia, negara lainnya di Asia adalah Bangladesh. Negara-negara di Eropa, bahkan sudah mulai menggunakan Standar Emisi Euro V hingga VI B. Berbeda dengan Indonesia yang masih menggunakan mesin kendaraan Standar Emisi Euro II.
Pemerintah sebenarnya telah memiliki aturan tentang Standar Emisi Euro IV. Tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.
Euro IV mengatur kandungan nitrogen oksida pada kendaraan berbahan bakar bensin tidak boleh lebih dari 80 mg/km. Sedangkan untuk mesin diesel 250 mg/km dan 25 mg/km untuk diesel particulate matter. Level Standar Euro mengatur batas kandungan gas karbon dioksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, volatile hydrocarbon, dan partikel lain dari knalpot kendaraan.
Penerapan Standar Emisi Euro IV di Indonesia diharapkan dapat mengurangi efek rumah kaca hingga 23%. Kendati begitu, kata dia, perlu proses untuk merealisasikannya karena mempertimbangkan daya beli masyarakat. (Baca: Lebih Murah dari Pertamini, 30 SPBU Mini Pertamina Kini Hadir di Jawa Barat)
"Jadi sebenarnya rencana penghapusan Pertalite dan Premium adalah amanat pemerintah yang diwacanakan sejak lama. Bukan dorongan dari pihak manapun. Karena regulasi pemerintah tentang standar emisi kendaraan ramah lingkungan sudah ada, tinggal direalisasikan saja," beber dia.
Menurut Komaidi, perlu upaya terintegrasi melibatkan semua pihak merealisasikan BBM ramah lingkungan di Indonesia. Salah satunya mesti ada aturan yang mengatur agar Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) tidak lagi memproduksi kendaraan bermesin Standar Emisi Euro II.
"Memang tidak mudah, karena mobil di Indonesia masih banyak berstandar Euro II. Jadi memang harus ada upaya terintegrasi. Tidak hanya BBM-nya saja yang mesti ditingkatkan kualitasnya, tetapi juga otomotifnya juga harus bergerak ke sana," jelas dia.
Dia menjelaskan, Indonesia dengan BUMN migas PT Pertamina (Persero) telah mampu memproduksi BBM di atas RON 92. Kilang Cilacap bahkan mampu memproduksi BBM dengan kadar RON 98. Volume produksi kilang minyak Cilacap juga mampu menghasilkan 33,4% dari kapasitas kilang minyak nasional.
Data yang diterbitkan IQAir Air Visual tahun 2019, menempatkan Indonesia pada peringkat keenam dunia, dengan kualitas udara terburuk. Kualitas udara di kota besar juga terus menurun sebelum pandemi COVID-19. Buruknya kualitas udara menyebabkan penyakit pernapasan seperti asma, kanker paru-paru, hingga penyakit jantung. Kanker paru-paru merupakan satu dari lima penyakit yang menyebabkan kematian terbesar di Indonesia.
Saat ini, kata dia, tersisa tujuh negara termasuk Indonesia yang masih menggunakan BBM dengan RON di bawah 90. Selain Indonesia, negara lainnya di Asia adalah Bangladesh. Negara-negara di Eropa, bahkan sudah mulai menggunakan Standar Emisi Euro V hingga VI B. Berbeda dengan Indonesia yang masih menggunakan mesin kendaraan Standar Emisi Euro II.
Pemerintah sebenarnya telah memiliki aturan tentang Standar Emisi Euro IV. Tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.
Euro IV mengatur kandungan nitrogen oksida pada kendaraan berbahan bakar bensin tidak boleh lebih dari 80 mg/km. Sedangkan untuk mesin diesel 250 mg/km dan 25 mg/km untuk diesel particulate matter. Level Standar Euro mengatur batas kandungan gas karbon dioksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, volatile hydrocarbon, dan partikel lain dari knalpot kendaraan.
Penerapan Standar Emisi Euro IV di Indonesia diharapkan dapat mengurangi efek rumah kaca hingga 23%. Kendati begitu, kata dia, perlu proses untuk merealisasikannya karena mempertimbangkan daya beli masyarakat. (Baca: Lebih Murah dari Pertamini, 30 SPBU Mini Pertamina Kini Hadir di Jawa Barat)
"Jadi sebenarnya rencana penghapusan Pertalite dan Premium adalah amanat pemerintah yang diwacanakan sejak lama. Bukan dorongan dari pihak manapun. Karena regulasi pemerintah tentang standar emisi kendaraan ramah lingkungan sudah ada, tinggal direalisasikan saja," beber dia.
Menurut Komaidi, perlu upaya terintegrasi melibatkan semua pihak merealisasikan BBM ramah lingkungan di Indonesia. Salah satunya mesti ada aturan yang mengatur agar Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) tidak lagi memproduksi kendaraan bermesin Standar Emisi Euro II.
"Memang tidak mudah, karena mobil di Indonesia masih banyak berstandar Euro II. Jadi memang harus ada upaya terintegrasi. Tidak hanya BBM-nya saja yang mesti ditingkatkan kualitasnya, tetapi juga otomotifnya juga harus bergerak ke sana," jelas dia.
Dia menjelaskan, Indonesia dengan BUMN migas PT Pertamina (Persero) telah mampu memproduksi BBM di atas RON 92. Kilang Cilacap bahkan mampu memproduksi BBM dengan kadar RON 98. Volume produksi kilang minyak Cilacap juga mampu menghasilkan 33,4% dari kapasitas kilang minyak nasional.