Pemudik Ini Lolos Tiba di Gunungkidul Tanpa Pemeriksaan Sejak dari Jakarta
loading...
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Nasib baik dialami salah satu pemudik asal Gunungkidul. Rasa was-was sejak memutuskan pulang ke kampung halaman Sabtu (2/5/2020) berbanding terbalik ketika esok harinya dia bisa menginjakkan kaki di kampung halaman di desa Kalitekuk, Semin.
Dia adalah Gityanti,40, salah satu pemudik asal Kecamatan Semin. Setelah dua bulan serasa hidup dalam kerangkeng ketika penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, tiba-tiba Gityanti nekat ingin pulang kampung. Pada Sabtu lalu, janda beranak satu ini mendapatkan telpon dari salah satu sopir langganan bus yang kebetulan membawa mobil kecil mengantar bahan makanan dari kampung untuk kerabat di Jakarta.
"Saya awalnya ragu. Namun oleh sopir langganan saya diyakinkan Insya Allah aman bisa sampai rumah. Dari situ saya nekat. Saya ditawari harga Rp700 ribu," tuturnya ketika dihubungi SINDOnews Minggu (4/5/2020).( )
Rasa was-was ketika pertama di dalam kendaraan adalah pintu penjagaan di Cikarang. Di lokasi tersebut dia melihat ratusan mobil travel terparkir. Namun saat dia melintas di pos penjagaan sekitar pukul 17. 30 WIB ternyata pos penjagaan kosong. "Saya langsung mengucap syukur karena lolos pertama keluar Jakarta. Saya heran tidak ada petugas sama sekali," imbuhnya.
Hal yang sama setelah smapai Cilampek. Di lokasi ini lagi lagi mobil Suzuki APV yang ditumpangi berhasil terus melaju karena penjaga juga tidak berada di tempat.
"Ini kok jalan hanya milik kami karena suasana lengang sekali. Begitu juga di Pejagan yang biasanya kendaraan macet tidak terlihat petugas dan kami lolos melalui melalui jalur Purwokerto," lanjut dia seakan tidak percaya yang sedang dijalani untuk bisa pulang kampung.
Yanti di Jakarta hidup sebagai wedding organiser. Lantaran sepi order diapun mulai bingung. Setiap hari dia hanya terkurung di rumah kontrakan. Dia keluar hanya membeli makanan kemudian langsung kembali ke kontrakan.
"Bagaimana tidak stres dengan situasi di Jakarta seperti itu mas, akhirnya saya nekat meskipun hampir putus asa di dalam mobil saat mulai perjalanan," lanjut dia.
Minggu pagi (4/5/2020) begitu sampai kampung halamannya dia langsung disemprot disinfektan dan langsung diminta mandi dan mengganti semua baju yang dikenakan. Meskipun harus isolasi mandiri dia menerimanya.
"Dan saya tahu konsekuensi. Meskipun menjadi pembicaraan tetangga namun saya siap dan saya mengikuti protokol yang ada," lanjutnya.
Dia mengaku belum mengetahui kapan bisa kembali ke Jakarta dengan situasi sulit ini. Dia pulang kampung rutin setiap empat bulan sekali menengok orang tua dan anak yang ditinggal di kampung halaman di Desa Kalitekuk. Terlebih saat ini dia berusaha menunggu anaknya yang sebetar lagi lulus SMP dan akan melanjutkan ke bangku SLTA.
"Niatannya ya kembali ke Jakarta usaha saya di Jakarta. Namun saya menunggu situasi," ujarnya.
Sementara di Gunungkidul warga masyarakat di bebrapa lokasi telah menyiapkan lokasi karantina mandiri. Seperti di Desa Giri Sekar Panggang warga menerima pemudik dengan syarat harus isolasi di rumah kosong.
Dukuh Sawah Desa Giri Sekar, Anjar Gunantoro mengatakan, pihaknya membuat posko masuk kampung dan menyiapkan rumah kosong untuk karantina. "Di dusun kami ada lima dari Jakarta kemudian dari Bali semua harus dikarantina dulu. Sambil diperiksa suhu tubuhnya," ungkapnya.
Diapun bersyukur karena warga selalu komunikasi dengan petugas posko ketika ada informasi keluarganya mau pulang. "Ya kami tidak bisa menolak kalau sudah pulang. Namun ya harus isolasi. Dan bagi yang masih dirantina kami mohon jangan mudik dulu, " ucap Ketua Paguyuban Dukuh se - Gunungkidul ini.
Dia adalah Gityanti,40, salah satu pemudik asal Kecamatan Semin. Setelah dua bulan serasa hidup dalam kerangkeng ketika penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, tiba-tiba Gityanti nekat ingin pulang kampung. Pada Sabtu lalu, janda beranak satu ini mendapatkan telpon dari salah satu sopir langganan bus yang kebetulan membawa mobil kecil mengantar bahan makanan dari kampung untuk kerabat di Jakarta.
"Saya awalnya ragu. Namun oleh sopir langganan saya diyakinkan Insya Allah aman bisa sampai rumah. Dari situ saya nekat. Saya ditawari harga Rp700 ribu," tuturnya ketika dihubungi SINDOnews Minggu (4/5/2020).( )
Rasa was-was ketika pertama di dalam kendaraan adalah pintu penjagaan di Cikarang. Di lokasi tersebut dia melihat ratusan mobil travel terparkir. Namun saat dia melintas di pos penjagaan sekitar pukul 17. 30 WIB ternyata pos penjagaan kosong. "Saya langsung mengucap syukur karena lolos pertama keluar Jakarta. Saya heran tidak ada petugas sama sekali," imbuhnya.
Hal yang sama setelah smapai Cilampek. Di lokasi ini lagi lagi mobil Suzuki APV yang ditumpangi berhasil terus melaju karena penjaga juga tidak berada di tempat.
"Ini kok jalan hanya milik kami karena suasana lengang sekali. Begitu juga di Pejagan yang biasanya kendaraan macet tidak terlihat petugas dan kami lolos melalui melalui jalur Purwokerto," lanjut dia seakan tidak percaya yang sedang dijalani untuk bisa pulang kampung.
Yanti di Jakarta hidup sebagai wedding organiser. Lantaran sepi order diapun mulai bingung. Setiap hari dia hanya terkurung di rumah kontrakan. Dia keluar hanya membeli makanan kemudian langsung kembali ke kontrakan.
"Bagaimana tidak stres dengan situasi di Jakarta seperti itu mas, akhirnya saya nekat meskipun hampir putus asa di dalam mobil saat mulai perjalanan," lanjut dia.
Minggu pagi (4/5/2020) begitu sampai kampung halamannya dia langsung disemprot disinfektan dan langsung diminta mandi dan mengganti semua baju yang dikenakan. Meskipun harus isolasi mandiri dia menerimanya.
"Dan saya tahu konsekuensi. Meskipun menjadi pembicaraan tetangga namun saya siap dan saya mengikuti protokol yang ada," lanjutnya.
Dia mengaku belum mengetahui kapan bisa kembali ke Jakarta dengan situasi sulit ini. Dia pulang kampung rutin setiap empat bulan sekali menengok orang tua dan anak yang ditinggal di kampung halaman di Desa Kalitekuk. Terlebih saat ini dia berusaha menunggu anaknya yang sebetar lagi lulus SMP dan akan melanjutkan ke bangku SLTA.
"Niatannya ya kembali ke Jakarta usaha saya di Jakarta. Namun saya menunggu situasi," ujarnya.
Sementara di Gunungkidul warga masyarakat di bebrapa lokasi telah menyiapkan lokasi karantina mandiri. Seperti di Desa Giri Sekar Panggang warga menerima pemudik dengan syarat harus isolasi di rumah kosong.
Dukuh Sawah Desa Giri Sekar, Anjar Gunantoro mengatakan, pihaknya membuat posko masuk kampung dan menyiapkan rumah kosong untuk karantina. "Di dusun kami ada lima dari Jakarta kemudian dari Bali semua harus dikarantina dulu. Sambil diperiksa suhu tubuhnya," ungkapnya.
Diapun bersyukur karena warga selalu komunikasi dengan petugas posko ketika ada informasi keluarganya mau pulang. "Ya kami tidak bisa menolak kalau sudah pulang. Namun ya harus isolasi. Dan bagi yang masih dirantina kami mohon jangan mudik dulu, " ucap Ketua Paguyuban Dukuh se - Gunungkidul ini.
(nun)