Ribuan Kejadian Bencana Mengintai, Jabar Kampanyekan Cetak Biru JRCP
loading...
A
A
A
BANDUNG - Provinsi Jawa Barat (Jabar) menjadi salah satu provinsi rawan kejadian bencana. Bahkan, ribuan kejadian bencana selalu mengintai Jabar setiap tahunnya. Gubernur Jabar, Ridwan Kamil mengungkapkan, setiap tahunnya, sekitar 2.000 peristiwa bencana alam terjadi di hampir seluruh wilayah Jabar.
Dari ribuan peristiwa bencana alam tersebut, mayoritas diakibatkan oleh air dengan rincian bencana banjir di Jabar bagian tengah ke utara adalah banjir dan longsor di Jabar bagian tengah ke selatan. "Setiap tahunnya, terdapat sekitar 2.000 kejadian bencana alam yang mayoritas berasal dari air," ujar Kang Emil, sapaan akrabnya dalam keterangan resminya, Kamis (17/9/2020).
Menurut Kang Emil, dua jenis bencana alam itu umumnya terjadi akibat ulah manusia yang menyebabkan kerusakan alam. Penduduk Jabar yang jumlahnya hampir 50 juta jiwa pun, kata Kang Emil, menjadi potensi penyimpangan terhadap alam tersebut. (Baca: BMKG Bandung Keluarkan Peringatan Dini Ancaman Bencana Kekeringan)
Dengan kondisi tersebut, pihaknya telah menyusun cetak biru Jabar sebagai provinsi berbudaya tangguh bencana atau Jabar Resilience Culture Province (JRCP) untuk merespons bencana akibat takdir alam maupun ulah manusia tersebut.
"Pada dasarnya, kita jangan hanya berpikir mitigasi, tapi (juga) menghasilkan pandangan-pandangan untuk mengubah pola pikir yang bisa dijadikan warisan, seperti pada cetak biru Budaya Tangguh Bencana Jabar yang telah saya lahirkan," katanya.
Melalui cetak biru JRCP, Kang Emil berharap, seluruh warga Jabar paham dalam merespons bencana. Sehingga, akan lahir budaya tangguh bencana yang bisa diwariskan dari generasi ke generasi. "Jadi, kalau fondasi cetak biru budaya tangguh bencana bisa kita lahirkan, maka generasi berikutnya akan sangat tangguh," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar, Dani Ramdan menjelaskan, cetak biru JRCP merupakan panduan kebencanaan untuk menekan dampak yang ditimbulkan. "JRCP diharapkan bisa meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap potensi dampak bencana, sehingga dapat lebih bersahabat dengan alam," katanya.
Menurut Dani, penyusunan JRCP didasari oleh tingkat kerawanan bencana di Jabar yang tergolong tinggi. Selain karena faktor alam, bencana juga disebabkan oleh kerusakan lingkungan sebagai konsekuensi masifnya pembangunan. "Semua jenis bencana alam ada di Jawa Barat. Berangkat dari situ, kami rasa perlu adanya pedoman (JRCP) ini, agar masyarakat Jabar bisa hidup berdampingan dengan alam," katanya.
Dani memaparkan, cetak biru JRCP berisi berbagai kajian terkait perencanaan, seperti tingkat kerawanan di setiap daerah, permasalahan yang ditimbulkan, hingga indeks kesadaran masyarakatnya. "Saat ini, Jawa Barat memiliki indeks bencana sebesar 166 atau menempati urutan ke-11 dari 34 provinsi," sebutnya. (Baca: Bandung Raya Cerah Berawan, Selatan dan Timur Dibasahi Hujan Ringan)
Dani menyatakan, cetak biru yang JRCP yang disusun berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penguatan Kapasitas Budaya Masyarakat Tangguh Bencana di Jawa Barat itu juga menjadi panduan utama bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta komponen masyarakat lainnya dalam membangun budaya tangguh bencana.
r
Dari ribuan peristiwa bencana alam tersebut, mayoritas diakibatkan oleh air dengan rincian bencana banjir di Jabar bagian tengah ke utara adalah banjir dan longsor di Jabar bagian tengah ke selatan. "Setiap tahunnya, terdapat sekitar 2.000 kejadian bencana alam yang mayoritas berasal dari air," ujar Kang Emil, sapaan akrabnya dalam keterangan resminya, Kamis (17/9/2020).
Menurut Kang Emil, dua jenis bencana alam itu umumnya terjadi akibat ulah manusia yang menyebabkan kerusakan alam. Penduduk Jabar yang jumlahnya hampir 50 juta jiwa pun, kata Kang Emil, menjadi potensi penyimpangan terhadap alam tersebut. (Baca: BMKG Bandung Keluarkan Peringatan Dini Ancaman Bencana Kekeringan)
Dengan kondisi tersebut, pihaknya telah menyusun cetak biru Jabar sebagai provinsi berbudaya tangguh bencana atau Jabar Resilience Culture Province (JRCP) untuk merespons bencana akibat takdir alam maupun ulah manusia tersebut.
"Pada dasarnya, kita jangan hanya berpikir mitigasi, tapi (juga) menghasilkan pandangan-pandangan untuk mengubah pola pikir yang bisa dijadikan warisan, seperti pada cetak biru Budaya Tangguh Bencana Jabar yang telah saya lahirkan," katanya.
Melalui cetak biru JRCP, Kang Emil berharap, seluruh warga Jabar paham dalam merespons bencana. Sehingga, akan lahir budaya tangguh bencana yang bisa diwariskan dari generasi ke generasi. "Jadi, kalau fondasi cetak biru budaya tangguh bencana bisa kita lahirkan, maka generasi berikutnya akan sangat tangguh," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar, Dani Ramdan menjelaskan, cetak biru JRCP merupakan panduan kebencanaan untuk menekan dampak yang ditimbulkan. "JRCP diharapkan bisa meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap potensi dampak bencana, sehingga dapat lebih bersahabat dengan alam," katanya.
Menurut Dani, penyusunan JRCP didasari oleh tingkat kerawanan bencana di Jabar yang tergolong tinggi. Selain karena faktor alam, bencana juga disebabkan oleh kerusakan lingkungan sebagai konsekuensi masifnya pembangunan. "Semua jenis bencana alam ada di Jawa Barat. Berangkat dari situ, kami rasa perlu adanya pedoman (JRCP) ini, agar masyarakat Jabar bisa hidup berdampingan dengan alam," katanya.
Dani memaparkan, cetak biru JRCP berisi berbagai kajian terkait perencanaan, seperti tingkat kerawanan di setiap daerah, permasalahan yang ditimbulkan, hingga indeks kesadaran masyarakatnya. "Saat ini, Jawa Barat memiliki indeks bencana sebesar 166 atau menempati urutan ke-11 dari 34 provinsi," sebutnya. (Baca: Bandung Raya Cerah Berawan, Selatan dan Timur Dibasahi Hujan Ringan)
Dani menyatakan, cetak biru yang JRCP yang disusun berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penguatan Kapasitas Budaya Masyarakat Tangguh Bencana di Jawa Barat itu juga menjadi panduan utama bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta komponen masyarakat lainnya dalam membangun budaya tangguh bencana.
r
(don)