Soal Ombibus Law RUU Cipta Kerja, Sosiolog: Dampak Lingkungan Penting Dikritisi
loading...
A
A
A
BANDUNG - Sosiolog Unpad Budi Radjab berpendapat, aspek lingkungan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja lebih penting untuk dikritisi, tidak hanya soal aspek ketenagakerjaan.
Sebab, kata Budi yang hadir sebagai pembicara dalam sebuah diskusi yang digelar Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik Unpad dan Bandung School of Democracy di Jalan Banda, Kota Bandung, Selasa (15/9/2020) itu, RUU Cipta Kerja tidak hanya menyangkut soal buruh, tetapi juga ancaman kerusakan lingkungan. (BACA JUGA: Semua Kecamatan Berwarna Merah, Pemkot Bandung Terapkan AKB Diperketat )
"Lingkungan itu bersifat sustainable (keberlanjutan). RUU Cipta Kerja menyangkut soal lingkungan juga sehingga sama pentingnya untuk dikritisi," kata Budi Radjab. (BACA JUGA: Pascapenikaman Syakh Ali Jeber, Polda Jabar Siap Beri Pengamanan Ekstra kepada Ulama )
Budi mengemukakan, RUU Cipta Kerja mengusung semangat pembukaan investasi sebesar-besarnya agar menghasilkan produksi barang dan jasa di dunia industri. Dengan keran investasi yang dibuka lebar itu, meniscayakan kemudahan dalam perizinan yang bersinggungan dengan aspek lingkungan. (BACA JUGA: Gerebek Pesta DJ di Vila Ciwidey, Polisi Amankan 48 Orang )
Perizinan berkaitan lingkungan, seperti Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), dan izin Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH) yang mencakup soal izin pembuangan limbah cair dan penyimpanan limbah.
"Jangan sampai kemudahan investasi di RUU Cipta Kerja mengabaikan perlindungan lingkungan. Jangan sampai investasi besar justru merusak lingkungan," ujar Budi dalam diskusi bertama bertema "Omnibus Law antara Kepentingan Pengusaha dan Buruh" tersebut.
Selama ini, tutur Budi, isu perburuhan jadi sorotan karena dianggap kalangan buruh mengabaikan hak-hak buruh. Namun, bahasan soal dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kemudahan investasi kurang jadi perhatian. "Makanya, aturan investasi dalam RUU Cipta Kerja ini harus diperketat," tandas dia.
Sementara itu, Presiden BEM KEMA Unpad Riezal Ilham Pratama menyontohkan soal kebijakan pemerintah yang pro terhadap pembangunan infrastruktur namun berdampak terhadap kerusakan lingkungan.
"Contohnya banjir di Kabupaten Bandung Barat imbas pembangunan KCJB (Kereta Cepat Jakarta-Bandung). Jangan sampai kemudahan investasi di UU Cipta Kerja melahirkan kerusakan lingkungan. Sekarang kan izin Amdal dicabut, regulasi perizinan dalam investasi dipermudah," kata Riezal.
Riezal berharap RUU Cipta Kerja tidak disahkan jadi undang-undang karena selain mengancam lingkungan, juga sektor lain seperti ketenagakerjaan hingga aspek sosial kemasyarakatan.
"Bahkan konsesi lahan Hak Guna Usaha (HGU) diperpanjang jadi 90 tahun. Nanti pembukaan lahan untuk industri dan tambang semakin mudah dan bisa berdampak kepada banjir bandang. Sudah banyak kejadian (bencana banjir bandang akibat lahan hutan gundul). Itu kan bahaya," ujar dia.
Seharusnya, tutur Riezal, mind set pemerintah untuk menerapkan green economy sehingga sekalipun aspek investasi jadi acuan, harus tetap memperhatikan aspek lingkungan. "Harapannya, pembahasan RUU Cipta Kerja tidak usah dilanjutkan," tutur Riezal.
Selain Budi Radjab dan Riezal Ilham Pratama, diskusi itu juga menghadirkan perwakilan buruh, Koordinator SBSI 1992 Jabar Ajat Sudrajat. "Buruh menolak RUU Cipta Kerja dan lebih baik memperbaiki sejumlah aturan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga lebih proburuh," tandas Ajat.
Sebab, kata Budi yang hadir sebagai pembicara dalam sebuah diskusi yang digelar Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik Unpad dan Bandung School of Democracy di Jalan Banda, Kota Bandung, Selasa (15/9/2020) itu, RUU Cipta Kerja tidak hanya menyangkut soal buruh, tetapi juga ancaman kerusakan lingkungan. (BACA JUGA: Semua Kecamatan Berwarna Merah, Pemkot Bandung Terapkan AKB Diperketat )
"Lingkungan itu bersifat sustainable (keberlanjutan). RUU Cipta Kerja menyangkut soal lingkungan juga sehingga sama pentingnya untuk dikritisi," kata Budi Radjab. (BACA JUGA: Pascapenikaman Syakh Ali Jeber, Polda Jabar Siap Beri Pengamanan Ekstra kepada Ulama )
Budi mengemukakan, RUU Cipta Kerja mengusung semangat pembukaan investasi sebesar-besarnya agar menghasilkan produksi barang dan jasa di dunia industri. Dengan keran investasi yang dibuka lebar itu, meniscayakan kemudahan dalam perizinan yang bersinggungan dengan aspek lingkungan. (BACA JUGA: Gerebek Pesta DJ di Vila Ciwidey, Polisi Amankan 48 Orang )
Perizinan berkaitan lingkungan, seperti Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), dan izin Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH) yang mencakup soal izin pembuangan limbah cair dan penyimpanan limbah.
"Jangan sampai kemudahan investasi di RUU Cipta Kerja mengabaikan perlindungan lingkungan. Jangan sampai investasi besar justru merusak lingkungan," ujar Budi dalam diskusi bertama bertema "Omnibus Law antara Kepentingan Pengusaha dan Buruh" tersebut.
Selama ini, tutur Budi, isu perburuhan jadi sorotan karena dianggap kalangan buruh mengabaikan hak-hak buruh. Namun, bahasan soal dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kemudahan investasi kurang jadi perhatian. "Makanya, aturan investasi dalam RUU Cipta Kerja ini harus diperketat," tandas dia.
Sementara itu, Presiden BEM KEMA Unpad Riezal Ilham Pratama menyontohkan soal kebijakan pemerintah yang pro terhadap pembangunan infrastruktur namun berdampak terhadap kerusakan lingkungan.
"Contohnya banjir di Kabupaten Bandung Barat imbas pembangunan KCJB (Kereta Cepat Jakarta-Bandung). Jangan sampai kemudahan investasi di UU Cipta Kerja melahirkan kerusakan lingkungan. Sekarang kan izin Amdal dicabut, regulasi perizinan dalam investasi dipermudah," kata Riezal.
Riezal berharap RUU Cipta Kerja tidak disahkan jadi undang-undang karena selain mengancam lingkungan, juga sektor lain seperti ketenagakerjaan hingga aspek sosial kemasyarakatan.
"Bahkan konsesi lahan Hak Guna Usaha (HGU) diperpanjang jadi 90 tahun. Nanti pembukaan lahan untuk industri dan tambang semakin mudah dan bisa berdampak kepada banjir bandang. Sudah banyak kejadian (bencana banjir bandang akibat lahan hutan gundul). Itu kan bahaya," ujar dia.
Seharusnya, tutur Riezal, mind set pemerintah untuk menerapkan green economy sehingga sekalipun aspek investasi jadi acuan, harus tetap memperhatikan aspek lingkungan. "Harapannya, pembahasan RUU Cipta Kerja tidak usah dilanjutkan," tutur Riezal.
Selain Budi Radjab dan Riezal Ilham Pratama, diskusi itu juga menghadirkan perwakilan buruh, Koordinator SBSI 1992 Jabar Ajat Sudrajat. "Buruh menolak RUU Cipta Kerja dan lebih baik memperbaiki sejumlah aturan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga lebih proburuh," tandas Ajat.
(awd)