Bandara Ewer Segera Beroperasi, Kabupaten Asmat Tingkatkan Daya Tarik Investor
loading...
A
A
A
AGATS - Bandara Ewer di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua, tidak lama lagi akan didarati pesawat jenis ATR guna meningkatkan frekuensi penerbangan ke wilayah itu.
Pemkab Asmat didukung Pemprov Papua dan Kementerian Perhubungan RI, terus mengembangkan bandara tersebut guna mewujudkan Asmat menjadi tujuan wisata.
Bupati Asmat Elisa Kambu memastikan kunjungan wisatawan domestik maupun manca negara ke Asmat akan meningkat signifikan jika konektivitas transportasi menjadi lebih mudah. "Banyak wisatawan sebenarnya mau ke Asmat tapi selama ini terkendala transportasi. Bandara ini salah satu upaya kita untuk mewujudkan Asmat sebagai daerah tujuan wisata," katanya.
Asmat merupakan surga dataran rendah di selatan Papua yang tidak memiliki akses jalan darat. Daerah ini menyimpan ragam pesona wisata memukau, mulai dari keindahan alam hingga kekayaan budaya yang memang sudah tersohor. "Kalau pesawat ATR sudah masuk maka banyak orang akan datang karena Asmat sudah cukup mendunia," kata Kambu.
Menurut Bupati Kambu, kepastian jadwal penerbangan reguler juga akan mengundang daya tarik investor masuk ke Asmat, untuk mengelola segala potensi guna mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. "Kalau bandara jadi, ada jadwal penerbangan reguler, pasti akan banyak orang datang. Ini tentu akan menumbuhkan sektor ekonomi, aktivitas perdagangan, kuliner, perhotelan dan sebagainya," kata dia.
Bandara Ewer dirintis sejak 1960an dengan landas pacu (runway) sepanjang 600 meter, ketika itu masih menggunakan tikar baja. Setelah Asmat menjadi kabupaten baru dimekarkan dari Kabupaten Merauke, pemerintah mulai berupaya meningkatkan kapasitas Bandara Ewer untuk bisa didarati pesawat berbadan besar.
Upaya tersebut mulai terwujud di masa kepemimpinan Elisa Kambu-Thomas Eppe Safanpo, melanjutkan pembangunan bupati sebelumnya Yuvensius Alfonsius Biakai (2010-2015) dan Penjabat Bupati Elisa F. Aury (2015). "Setelah saya dengan pak Thom (Thomas Safanpo) terpilih dan dilantik, kami fokus pada enam pembangunan infrastruktur utama, salah satunya adalah bandara," kata Kambu.
Kambu mengatakan, pembangunan Bandara Ewer menelan biaya cukup besar hingga ratusan miliar, yang bersumber dari APBD Kabupaten Asmat, Pemprov Papua, dan pemerintah pusat melalui Kemenhub RI. Fasilitas yang dikembangkan adalah landas pacu dari 600 m menjadi 1.650 m x 30 m, dimana 450 m dikerjakan pada 2019 yang tinggal menunggu uji teknis oleh Direktorat Bandar Udara Kemenhub, untuk syarat kelayakan pendaratan pesawat ATR.
"Landas pacu yang sudah digunakan 1.200 meter, sementara penambahan 450 meter belum digunakan. Karena masa pandemi Covid-19 sehingga belum dilakukan uji teknis oleh Direktorat Bandara," kata Kambu.
Pada sisi keselamatan dan keamanan penerbangan, Bandara Ewer kini telah dilengkapi dengan Fire Fighting Kategori IV (kendaraan pemadam kebakaran), serta melanjutkan pembuatan runway strip. "Mobil damkar ini salah satu persyaratan yang diminta sesuai prosedur pendaratan pesawat ATR. Atas kordinasi dengan pihak bandara, kendaraan damkar ini kita bawa dari Bandara Mopa, Merauke," katanya.
Selain itu, pembangunan terminal baru seluas 488 meter persegi (m2), didukung koridor berkonstruksi kayu yang sekaligus menghubungan terminal ke dermaga. Kemudian, perluasan lahan parkir pesawat (apron) dari 60 m x 40 m menjadi 90 m x 70 m dan landas hubung (taxiway) 86 m x 15 m. "Pembangunan bandara dilakukan secara gotong royong kabupaten, provinsi, dan pusat. Sinergitas ini adalah bagaimana upaya kita menghadirkan negara di tengah-tengah masyarakat," kata Kambu.
Beberapa maskapai komersial sedang mengajukan proving flight menggunakan pesawat ATR-42 ke Bandara Ewer yaitu Wings Air dan rencananya Trigana Air Service dengan kapasitas di atas 40 seat. "Setelah Direktorat Bandara melakukan peninjauan dan memberikan persetujuan tes landing, jika dinyatakan layak maka pesawat berbadan besar sudah bisa masuk," pungkas Bupati Kambu.
Pemkab Asmat didukung Pemprov Papua dan Kementerian Perhubungan RI, terus mengembangkan bandara tersebut guna mewujudkan Asmat menjadi tujuan wisata.
Bupati Asmat Elisa Kambu memastikan kunjungan wisatawan domestik maupun manca negara ke Asmat akan meningkat signifikan jika konektivitas transportasi menjadi lebih mudah. "Banyak wisatawan sebenarnya mau ke Asmat tapi selama ini terkendala transportasi. Bandara ini salah satu upaya kita untuk mewujudkan Asmat sebagai daerah tujuan wisata," katanya.
Asmat merupakan surga dataran rendah di selatan Papua yang tidak memiliki akses jalan darat. Daerah ini menyimpan ragam pesona wisata memukau, mulai dari keindahan alam hingga kekayaan budaya yang memang sudah tersohor. "Kalau pesawat ATR sudah masuk maka banyak orang akan datang karena Asmat sudah cukup mendunia," kata Kambu.
Menurut Bupati Kambu, kepastian jadwal penerbangan reguler juga akan mengundang daya tarik investor masuk ke Asmat, untuk mengelola segala potensi guna mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. "Kalau bandara jadi, ada jadwal penerbangan reguler, pasti akan banyak orang datang. Ini tentu akan menumbuhkan sektor ekonomi, aktivitas perdagangan, kuliner, perhotelan dan sebagainya," kata dia.
Bandara Ewer dirintis sejak 1960an dengan landas pacu (runway) sepanjang 600 meter, ketika itu masih menggunakan tikar baja. Setelah Asmat menjadi kabupaten baru dimekarkan dari Kabupaten Merauke, pemerintah mulai berupaya meningkatkan kapasitas Bandara Ewer untuk bisa didarati pesawat berbadan besar.
Upaya tersebut mulai terwujud di masa kepemimpinan Elisa Kambu-Thomas Eppe Safanpo, melanjutkan pembangunan bupati sebelumnya Yuvensius Alfonsius Biakai (2010-2015) dan Penjabat Bupati Elisa F. Aury (2015). "Setelah saya dengan pak Thom (Thomas Safanpo) terpilih dan dilantik, kami fokus pada enam pembangunan infrastruktur utama, salah satunya adalah bandara," kata Kambu.
Kambu mengatakan, pembangunan Bandara Ewer menelan biaya cukup besar hingga ratusan miliar, yang bersumber dari APBD Kabupaten Asmat, Pemprov Papua, dan pemerintah pusat melalui Kemenhub RI. Fasilitas yang dikembangkan adalah landas pacu dari 600 m menjadi 1.650 m x 30 m, dimana 450 m dikerjakan pada 2019 yang tinggal menunggu uji teknis oleh Direktorat Bandar Udara Kemenhub, untuk syarat kelayakan pendaratan pesawat ATR.
"Landas pacu yang sudah digunakan 1.200 meter, sementara penambahan 450 meter belum digunakan. Karena masa pandemi Covid-19 sehingga belum dilakukan uji teknis oleh Direktorat Bandara," kata Kambu.
Pada sisi keselamatan dan keamanan penerbangan, Bandara Ewer kini telah dilengkapi dengan Fire Fighting Kategori IV (kendaraan pemadam kebakaran), serta melanjutkan pembuatan runway strip. "Mobil damkar ini salah satu persyaratan yang diminta sesuai prosedur pendaratan pesawat ATR. Atas kordinasi dengan pihak bandara, kendaraan damkar ini kita bawa dari Bandara Mopa, Merauke," katanya.
Selain itu, pembangunan terminal baru seluas 488 meter persegi (m2), didukung koridor berkonstruksi kayu yang sekaligus menghubungan terminal ke dermaga. Kemudian, perluasan lahan parkir pesawat (apron) dari 60 m x 40 m menjadi 90 m x 70 m dan landas hubung (taxiway) 86 m x 15 m. "Pembangunan bandara dilakukan secara gotong royong kabupaten, provinsi, dan pusat. Sinergitas ini adalah bagaimana upaya kita menghadirkan negara di tengah-tengah masyarakat," kata Kambu.
Beberapa maskapai komersial sedang mengajukan proving flight menggunakan pesawat ATR-42 ke Bandara Ewer yaitu Wings Air dan rencananya Trigana Air Service dengan kapasitas di atas 40 seat. "Setelah Direktorat Bandara melakukan peninjauan dan memberikan persetujuan tes landing, jika dinyatakan layak maka pesawat berbadan besar sudah bisa masuk," pungkas Bupati Kambu.
(alf)