PKBM: Jendela Ilmu di Wilayah 3T PKBM di Perbatasan

Senin, 04 Mei 2020 - 06:48 WIB
loading...
A A A
Selain Siriani, belasan remaja lainnya juga sedang sibuk berlatih mengetikkan biodatanya di Ms. Word. Terdapat satu remaja laki-laki yang terlihat sedang bersenda gurau dengan temannya yang sama-sama sudah selesai mengerjakan tugas. Kami pun menghampiri dan mencoba berbincang dengannya.

Remaja tersebut bernama Urai, begitulah ia memperkenalkan diri. Ia berusia 19 tahun, wajar jika memang secara penampilan wajah dan fisik seperti orang dewasa. Berperawakan tinggi, tegap namun agak kurus dengan rambut yang diwarnai emas di bagian poni. Ia juga merupakan peserta didik paket B seperti Siriani. berdomisili tidak jauh dari Balai Karangan hanya butuh waktu 10 menit untuk tiba ke PKBM Balai Mustika dengan menggunakan sepeda. Dalam kesehariannya, Urai bekerja menjadi buruh di Kebun Kelapa Sawit yang telah ia jalani sejak putus sekolah.

Ia bercerita bahwa tujuannya mengikuti kelas Paket B adalah untuk bisa melanjutkan ke Paket C dan pergi ke Pontianak untuk mencari kerja disana, bahkan jika mampu, ia berharap dapat melanjutkan ke perguruan tinggi.

“Saya ikut Paket B karena saat kelas 2 SMP, ayah-ibu tidak cukup uang untuk biaya sekolah saya, jadinya saya berhenti sekolah. Saya ikut ayah kerja di kebun sawit. Teman-teman saya satu kampung juga seperti itu. Sekolah sampai SMP, berhenti, lalu kerja di kebun sawit. Sekarang sudah ada uang, jadi mau lanjutin lagi sampai Paket C, terus ke Pontianak. Mau cari kerja saja disana, syukur kalau nanti bisa sambil kuliah,” ujar Urai dengan semangat.

Semangat Belajar

Dalam peringatan Hari Pendidikan tahun ini, ada baiknya kita dapat mencontoh semangat para peserta didik di wilayah terdepan Indonesia ini. Dengan keterbatasan akses pendidikan seperti mulai dari kurangnya biaya, jauhnya akses menuju sekolah dan kurang lengkapnya fasilitas, tidak menyurutkan semangat mereka dalam mengeyam pendidikan.

Di daerah perbatasan ini, negeri tetangga terasa lebih dekat kehadirannya melalui perkebunan sawit yang pengelolaannya berada dibawah perusahaan negara tetangga. Menjadi buruh di kebun sawit di usia belia juga sudah seperti menjadi budaya di masyarakat sini. Menurut Kepala PKBM Mustika, Baleng, banyak faktor yang menyebabkan warga putus sekolah, selain karena persoalan ekonomi, infrastruktur pendidikan yang belum memadai, jarak rumah ke sekolah, juga karena faktor usia.

“Di kampung-kampung sekitar sini bahkan di luar Kabupaten banyak yang putus sekolah, pertama karena biaya, jarak sekolah dan umur juga, diperparah dengan kebiasaan bekerja menjadi buruh sejak muda seperti sudah membudaya dan menjadi satu-satunya pilihan untuk menyambung hidup” kata Baleng.

Semangat di kondisi seperti itulah yang harus diteladani oleh para pelajar di seluruh Indonesia. Ketika beberapa wilayah yang memiliki fasilitas dan akses pendidikan yang mudah serta lengkap, masih ada saja yang menyepelekan pentingnya bersekolah. Di beberapa wilayah yang serba memiliki keterbatasan justru terdapat orang-orang yang sangat bersemangat dan menerobos semua halangan untuk bisa mengenyam pendidikan yang layak dan setara.

Upaya Mencerdaskan Wilayah 3T
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0871 seconds (0.1#10.140)