Narapidana yang Jadi Otak Pencurian Mobil Dijebloskan ke Sel Pengasingan
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Makassar telah memberikan sanksi tegas kepada Ari Wibowo, tahanan yang mengendalikan aksi pencurian kendaraan bermotor dan penipuan, serta penggelapan melalui sambungan telepon dari dalam sel.
Kepala Pengamanan Lapas Kelas 1 Makassar, Muhammad Ali menyampaikan, narapidana kasus pencurian dengan kekerasan itu telah dijebloskan ke sel pengasingan atau sel merah untuk 12 hari ke depan. Masa penghukuman tersebut kemungkinan akan bertambah lagi.
"Kita lihat dulu sejauh mana tingkat kesadaran yang bersangkutan selama di sel merah. Kalau tidak ada perubahan akan berlanjut lagi masa 12 hari dan itu diputuskan oleh tim pengamat pemasyarakatan," kata Ali kepada SINDOnews, Kamis (10/9/2020).
Dia melanjutkan, jika Ari masih membandel tetap menggunakan handphone ataupun melanggar aturan pembinaan pemasyarakatan Lapas, dia akan diberi sanksi lain.
"Di dalam sel merah yang bersangkutan tidak boleh ditengok siapa pun. Hanya menggunakan celana tidak ada alat-alat apapun, termasuk alat mandi. Kalau sudah keluar dan masih melanggar aturan, kita cabut hak-haknya. Hak menerima remisi dan pembebasan bersyarat," tegas Ali.
Ali mengaku, pengungkapan kasus dari Polsek Ujung Pandang ini dijadikan sebagai bahan evaluasi internal Lapas Kelas 1 Makassar. Dia menegaskan, pada prinsipnya pihaknya menginginkan bagaimana proses pembinaan berjalan baik hingga narapidana kembali ke lingkungan masyarakat.
"Itu kan bisa merusak institusi. Kita mau bawa ini warga binaan menjadi lebih baik. Kita rangkul mereka untuk berubah, tanpa ada kekerasan fisik. Karena di sini itu mereka stresnya. Tapi kalau mereka melanggar yah tidak ada dispensasi, pasti kita tindak cepat," bebernya.
Ali menuturkan saat ini pihaknya telah membentuk tim investigasi untuk menyelidiki siapa-siapa yang terlibat. Mencari tahu siapa yang membantu Ari hingga bisa menggunakan handphone dan mengendalikan kejahatan dari balik jeruji. Dia memastikan siapapun yang terlibat membantu Ari, akan diberikan sanksi tegas.
"Dia (Ari) masuk ke sini tanggal 6 Agustus. Jadi baru sebulan. Kita sementara investigasi kapan direncanakan kejahatan itu, bagaimana mendapatkan handphone. Kalau ternyata ada yang meminjamkan handphone orang. Orang itu akan kita sanksi juga, termasuk petugas (sipir)," ungkapnya.
Ali mengakui kecolongan akibat membludaknya jumlah narapidana, belum lagi petugas Lapas yang terbilang sedikit dibandingkan warga binaan. Pihaknya selalu berupaya untuk menjaga tingkat stres para narapidana, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Kalau mereka mengamuk bahaya kita bisa mati. Bahkan mereka kalau mendengar di luar ada isu atau kritik yang menyinggung mereka jadi panas, bawaannya emosi. Kita juga tidak bisa sidak terus-menerus. Kalau mereka emosi mati semua kita di kantor. Apalagi di masa pandemi ini mereka tidak pernah dijenguk keluarga," tuturnya.
Ali juga merespons terkait sorotan untuk memisahkan blok antara residivis dan non residivis. Dia mengaku hal itu sulit diadakan, karena konsentrasi pihaknya untuk pembinaan, bagaimana supaya mereka dibina lebih baik, sebelum kembali ke lingkungan masyarakat.
"Kecuali kasus-kasus berat yang ancaman hukuman mati seperti pembunuhan dan korupsi itu memang kita pisah. Apalagi tempat juga terbatas, orang juga terbatas. Kami melihatnya pembinaan mereka diajak untuk beribadah, melakukan usaha, memberikan keterampilan, supaya mereka berguna kalau ke luar dari sini," pungkasnya.
Kepala Pengamanan Lapas Kelas 1 Makassar, Muhammad Ali menyampaikan, narapidana kasus pencurian dengan kekerasan itu telah dijebloskan ke sel pengasingan atau sel merah untuk 12 hari ke depan. Masa penghukuman tersebut kemungkinan akan bertambah lagi.
"Kita lihat dulu sejauh mana tingkat kesadaran yang bersangkutan selama di sel merah. Kalau tidak ada perubahan akan berlanjut lagi masa 12 hari dan itu diputuskan oleh tim pengamat pemasyarakatan," kata Ali kepada SINDOnews, Kamis (10/9/2020).
Dia melanjutkan, jika Ari masih membandel tetap menggunakan handphone ataupun melanggar aturan pembinaan pemasyarakatan Lapas, dia akan diberi sanksi lain.
"Di dalam sel merah yang bersangkutan tidak boleh ditengok siapa pun. Hanya menggunakan celana tidak ada alat-alat apapun, termasuk alat mandi. Kalau sudah keluar dan masih melanggar aturan, kita cabut hak-haknya. Hak menerima remisi dan pembebasan bersyarat," tegas Ali.
Ali mengaku, pengungkapan kasus dari Polsek Ujung Pandang ini dijadikan sebagai bahan evaluasi internal Lapas Kelas 1 Makassar. Dia menegaskan, pada prinsipnya pihaknya menginginkan bagaimana proses pembinaan berjalan baik hingga narapidana kembali ke lingkungan masyarakat.
"Itu kan bisa merusak institusi. Kita mau bawa ini warga binaan menjadi lebih baik. Kita rangkul mereka untuk berubah, tanpa ada kekerasan fisik. Karena di sini itu mereka stresnya. Tapi kalau mereka melanggar yah tidak ada dispensasi, pasti kita tindak cepat," bebernya.
Ali menuturkan saat ini pihaknya telah membentuk tim investigasi untuk menyelidiki siapa-siapa yang terlibat. Mencari tahu siapa yang membantu Ari hingga bisa menggunakan handphone dan mengendalikan kejahatan dari balik jeruji. Dia memastikan siapapun yang terlibat membantu Ari, akan diberikan sanksi tegas.
"Dia (Ari) masuk ke sini tanggal 6 Agustus. Jadi baru sebulan. Kita sementara investigasi kapan direncanakan kejahatan itu, bagaimana mendapatkan handphone. Kalau ternyata ada yang meminjamkan handphone orang. Orang itu akan kita sanksi juga, termasuk petugas (sipir)," ungkapnya.
Ali mengakui kecolongan akibat membludaknya jumlah narapidana, belum lagi petugas Lapas yang terbilang sedikit dibandingkan warga binaan. Pihaknya selalu berupaya untuk menjaga tingkat stres para narapidana, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Kalau mereka mengamuk bahaya kita bisa mati. Bahkan mereka kalau mendengar di luar ada isu atau kritik yang menyinggung mereka jadi panas, bawaannya emosi. Kita juga tidak bisa sidak terus-menerus. Kalau mereka emosi mati semua kita di kantor. Apalagi di masa pandemi ini mereka tidak pernah dijenguk keluarga," tuturnya.
Ali juga merespons terkait sorotan untuk memisahkan blok antara residivis dan non residivis. Dia mengaku hal itu sulit diadakan, karena konsentrasi pihaknya untuk pembinaan, bagaimana supaya mereka dibina lebih baik, sebelum kembali ke lingkungan masyarakat.
"Kecuali kasus-kasus berat yang ancaman hukuman mati seperti pembunuhan dan korupsi itu memang kita pisah. Apalagi tempat juga terbatas, orang juga terbatas. Kami melihatnya pembinaan mereka diajak untuk beribadah, melakukan usaha, memberikan keterampilan, supaya mereka berguna kalau ke luar dari sini," pungkasnya.
(luq)