Demi Lindungi Warga dari Corona, Wali Kota Sorong Tak Gentar Hadapi Risiko Hukum
A
A
A
SORONG - Penutupan Bandara Dominic Eduard Osok (DEO) dan Pelabuhan Laut kota Sorong dalam rangka karantina wilayah, akhirnya resmi diberlakukan sejak 1 April 2020.
Hal ini tentunya merupakan langkah tegas yang dilakukan Wali Kota Sorong Lambert Jitmau, sebagai upaya pencegahan dan pemutusan mata rantai penyebaran virus corona (COVID-19) di wilayah Sorong, Papua Barat.
Namun yang jadi persoalan adalah penutupan akses bandara dan pelabuhan yang dilakukan sepihak oleh kepala daerah, ternyata bertentangan dengan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang Pemerintah Daerah (Pemda) menutup bandara dan pelabuhan, karena itu merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Jika ada kepala daerah yang nekad melakukan hal tersebut, maka terancam hukuman pidana 1 tahun penjara atau denda Rp100 juta. Terkait hal tersebut, Wali Kota Sorong Lambert Jitmau angkat bicara. (Baca juga: Dukung Tenaga Medis Kabupaten Bengkalis, Bea Cukai Sumbang APD)
Menurutnya, apa yang dilakukannya semata-mata adalah demi keselamatan dan kesehatan warga Kota Sorong. Dalam hal ini, penutupan bandara dan pelabuhan adalah karantina wilayah, bukan lockdown secara keseluruhan.
"Jangankan dipenjara satu tahun, dipenjara lima tahun juga saya siap. Yang penting warga saya yang ada di Kota Sorong aman dan selamat. Saya hanya menutup bandara dan pelabuhan, bukan lockdown secara keseluruhan," kata Lambert Jitmau kepada wartawan di Bandara Deo Sorong, Kamis (2/4/2020).
"Kalau bandara dan pelabuhan tidak tutup, orang datang bawa virus itu kesini, kita semua yang ada di sorong ini habis. Aktivitas perekonomian di Kota Sorong tetap berjalan, toko sembako masih ada yang buka, bank juga masih buka," tambahnya.
Oleh sebab itu, sambung Lambert, apa yang diinstruksikan Presiden Jokowi adalah demi kepentingan negara. Sebagai kepala daerah dan Wali Kota Sorong, apa yang diinstruksikannya menutup Bandara Deo dan Pelabuhan Sorong adalah demi kepentingan daerah.
"Kalau bandara dan pelabuhan tidak ditutup, maka kota sorong akan sama seperti jakarta, di mana penyebaran virus corona tidak bisa dibendung lagi. Saya tidak mau kota sorong seperti jakarta," tegasnya.
Lanjutnya, apa yang dilakukan Pemerintah Daerah ini adalah baik, semata-mata hanya ingin melindungi dan mengamankan warganya. "Saya menutup bandara dan pelabuhan ini, tidak ada maksud lain. Biar siapa mau bilang apa lagi, saya lebih condong melindungi warga saya yang ada di Kota Sorong," ucapnya.
Dijelaskannya, sebagaimana diketahui, Kota Sorong merupakan pintu gerbang di tanah Papua dan Papua Barat. Oleh karena itu, jika dirinya lengah dan tidak bisa mengambil keputusan dengan baik, maka masyarakat yang ada di wilayah Sorong khususnya dan Papua Barat umumnya, yang akan menjadi korban.
"Saya tutup bandara dan pelabuhan dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Kalau kita biarkan pesawat dan kapal masuk terus ke kota Sorong, itu sama saja kita memberikan peluang kepada orang-orang yang terinfeksi virus corona masuk ke sini," tandasnya.
Hal ini tentunya merupakan langkah tegas yang dilakukan Wali Kota Sorong Lambert Jitmau, sebagai upaya pencegahan dan pemutusan mata rantai penyebaran virus corona (COVID-19) di wilayah Sorong, Papua Barat.
Namun yang jadi persoalan adalah penutupan akses bandara dan pelabuhan yang dilakukan sepihak oleh kepala daerah, ternyata bertentangan dengan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang Pemerintah Daerah (Pemda) menutup bandara dan pelabuhan, karena itu merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Jika ada kepala daerah yang nekad melakukan hal tersebut, maka terancam hukuman pidana 1 tahun penjara atau denda Rp100 juta. Terkait hal tersebut, Wali Kota Sorong Lambert Jitmau angkat bicara. (Baca juga: Dukung Tenaga Medis Kabupaten Bengkalis, Bea Cukai Sumbang APD)
Menurutnya, apa yang dilakukannya semata-mata adalah demi keselamatan dan kesehatan warga Kota Sorong. Dalam hal ini, penutupan bandara dan pelabuhan adalah karantina wilayah, bukan lockdown secara keseluruhan.
"Jangankan dipenjara satu tahun, dipenjara lima tahun juga saya siap. Yang penting warga saya yang ada di Kota Sorong aman dan selamat. Saya hanya menutup bandara dan pelabuhan, bukan lockdown secara keseluruhan," kata Lambert Jitmau kepada wartawan di Bandara Deo Sorong, Kamis (2/4/2020).
"Kalau bandara dan pelabuhan tidak tutup, orang datang bawa virus itu kesini, kita semua yang ada di sorong ini habis. Aktivitas perekonomian di Kota Sorong tetap berjalan, toko sembako masih ada yang buka, bank juga masih buka," tambahnya.
Oleh sebab itu, sambung Lambert, apa yang diinstruksikan Presiden Jokowi adalah demi kepentingan negara. Sebagai kepala daerah dan Wali Kota Sorong, apa yang diinstruksikannya menutup Bandara Deo dan Pelabuhan Sorong adalah demi kepentingan daerah.
"Kalau bandara dan pelabuhan tidak ditutup, maka kota sorong akan sama seperti jakarta, di mana penyebaran virus corona tidak bisa dibendung lagi. Saya tidak mau kota sorong seperti jakarta," tegasnya.
Lanjutnya, apa yang dilakukan Pemerintah Daerah ini adalah baik, semata-mata hanya ingin melindungi dan mengamankan warganya. "Saya menutup bandara dan pelabuhan ini, tidak ada maksud lain. Biar siapa mau bilang apa lagi, saya lebih condong melindungi warga saya yang ada di Kota Sorong," ucapnya.
Dijelaskannya, sebagaimana diketahui, Kota Sorong merupakan pintu gerbang di tanah Papua dan Papua Barat. Oleh karena itu, jika dirinya lengah dan tidak bisa mengambil keputusan dengan baik, maka masyarakat yang ada di wilayah Sorong khususnya dan Papua Barat umumnya, yang akan menjadi korban.
"Saya tutup bandara dan pelabuhan dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Kalau kita biarkan pesawat dan kapal masuk terus ke kota Sorong, itu sama saja kita memberikan peluang kepada orang-orang yang terinfeksi virus corona masuk ke sini," tandasnya.
(maf)