7 Fakta Mengejutkan Kapolres Ngada Diciduk Mabes Polri, Diduga Terlibat Narkoba dan Asusila
loading...

Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWK) ditangkap oleh Divisi Propam Mabes Polri karena diduga terkait kasus narkoba dan tindak asusila. Foto/iNews TV/Joni Nura
A
A
A
JAKARTA - Kasus yang menjerat Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWK) hingga ditangkap oleh Divisi Propam Mabes Polri menjadi sorotan publik.
Sejak ditangkap pada 20 Februari 2025, muncul beragam spekulasi tentang keterlibatan AKBP FWK dalam kasus narkoba dan dugaan tindak asusila.
AKBP FWK yang saat itu masih aktif menjabat sebagai Kapolres Ngada, tiba-tiba diciduk oleh tim Divisi Propam Mabes Polri pada Kamis, 20 Februari 2025.
Penangkapan ini dilakukan secara langsung tanpa pemberitahuan awal kepada jajaran Polda NTT. Hal ini membuat banyak pihak, termasuk internal kepolisian di wilayah NTT, terkejut.
Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga, mengaku bahwa dirinya hanya menerima pemberitahuan singkat mengenai penangkapan tersebut tanpa detail kasus yang jelas.
"Saya hanya mendapat laporan bahwa AKBP FWK diamankan oleh Mabes Polri. Untuk perkara apa, saya belum tahu persis karena ditangani langsung Mabes," ujar Kapolda Daniel.
Isu keterlibatan AKBP FWK dalam penyalahgunaan narkoba dan kasus asusila langsung mencuat usai penangkapan. Berdasarkan informasi dari sumber internal kepolisian, dugaan awal menyebut AKBP FWK terlibat dalam kasus narkotika dan pornografi. Bahkan, kabarnya kasus tersebut melibatkan dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Namun, hingga kini, Mabes Polri belum memberikan keterangan resmi mengenai pasal-pasal yang disangkakan kepada AKBP FWK. Proses penyelidikan dan pemeriksaan masih terus berjalan, dan hasilnya dinantikan publik.
Pasca-penangkapan, AKBP FWK langsung diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif di Divisi Propam Mabes Polri. Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Chandra Novika, membenarkan bahwa AKBP FWK kini tengah berada di Jakarta.
“AKBP FWK sudah diamankan di Mabes Polri sejak 20 Februari 2025. Saat ini masih menjalani pemeriksaan Propam,” ungkap Kombes Henry.
Dalam proses pemeriksaan ini, Paminal Polda NTT juga turut serta mendampingi sebagai bentuk pengawasan dari satuan wilayah asal AKBP FWK. Apabila terbukti melakukan pelanggaran berat, AKBP FWK terancam sanksi etik hingga pemecatan tidak dengan hormat.
Demi menjaga stabilitas dan pelayanan masyarakat, Polda NTT bergerak cepat menunjuk Wakapolres Ngada sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kapolres. Langkah ini diambil untuk memastikan roda kepemimpinan di Polres Ngada tetap berjalan optimal.
“Penunjukan Wakapolres sebagai Plt Kapolres merupakan langkah darurat agar pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu,” jelas Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel.
Keputusan ini juga untuk menghindari kekosongan kepemimpinan yang berpotensi menciptakan ketidakpastian di kalangan personel Polres Ngada.
Kasus penangkapan Kapolres Ngada dengan dugaan pelanggaran berat langsung menyedot perhatian publik, bukan hanya di NTT, tetapi juga secara nasional. Masyarakat kaget, mengingat posisi Kapolres adalah figur penting yang seharusnya menjadi panutan dalam menjaga ketertiban dan penegakan hukum.
Isu narkoba dan dugaan pencabulan semakin memperkeruh citra kepolisian yang tengah berjuang membangun kepercayaan publik. Apalagi, ini bukan kali pertama oknum pejabat kepolisian tersandung kasus serupa.
Banyak pihak mendesak Mabes Polri agar membuka kasus ini secara transparan demi menjaga integritas institusi.
"Keterbukaan menjadi kunci agar tidak ada spekulasi liar yang bisa merusak nama baik Polri," ujar salah satu aktivis hukum di NTT.
Kasus yang menjerat AKBP FWK diduga tidak berdiri sendiri. Sumber di internal kepolisian menyebut, Propam Mabes Polri tengah mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat, baik dari kalangan internal Polri maupun pihak eksternal.
“Penyelidikan masih terus berkembang. Tidak menutup kemungkinan ada jaringan yang lebih luas di balik kasus ini,” ungkap sumber yang enggan disebut namanya.
Jika benar terbukti ada jaringan yang melibatkan lebih banyak pihak, kasus Kapolres Ngada bisa merembet menjadi skandal besar di tubuh Polri.
Apabila hasil pemeriksaan Propam Mabes Polri menunjukkan AKBP FWK benar melakukan pelanggaran berat, sanksi tegas sudah menanti. Sesuai Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, pelanggaran berat seperti penyalahgunaan narkoba dan pencabulan dapat berujung pada Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Kombes Henry Chandra Novika menegaskan, Polda NTT akan patuh pada hasil keputusan dari Mabes Polri.
“Kami menunggu hasil pemeriksaan Propam. Jika terbukti bersalah, tentu sanksi tegas akan diberikan,” katanya.
Selain sanksi internal, AKBP FWK juga berpotensi menghadapi proses pidana sesuai hukum yang berlaku. Pasal-pasal terkait penyalahgunaan narkoba, pencabulan, serta Undang-Undang ITE tentang pornografi bisa dikenakan secara berlapis.
Kasus AKBP FWK bukan sekadar skandal personal, tetapi mencerminkan tantangan besar dalam pembenahan institusi Polri. Ketika seorang pejabat setingkat Kapolres tersangkut kasus narkoba dan asusila, hal ini menciptakan preseden buruk bagi citra kepolisian secara keseluruhan.
Transparansi dalam mengungkap kasus ini menjadi penting untuk menunjukkan bahwa Polri serius dalam menegakkan prinsip zero tolerance terhadap pelanggaran hukum, tanpa pandang bulu. Publik berhak tahu sejauh mana komitmen Polri dalam membersihkan institusinya dari oknum-oknum bermasalah.
Kasus Kapolres Ngada AKBP FWK menunjukkan bahwa pengawasan internal Polri perlu lebih diperketat, khususnya bagi pejabat yang menduduki jabatan strategis. Proses rekrutmen, mutasi, hingga promosi jabatan harus benar-benar mengedepankan aspek integritas, bukan sekadar kepangkatan.
Skandal ini juga menjadi pengingat bahwa reformasi kultural di tubuh Polri harus terus digalakkan. Menjunjung tinggi nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya bukan sekadar slogan, tetapi harus tercermin nyata dalam perilaku seluruh anggota kepolisian.
Dengan terungkapnya seluruh fakta kasus ini secara transparan, diharapkan Polri dapat mengambil pelajaran penting demi memperbaiki sistem pengawasan dan membangun kembali kepercayaan masyarakat yang sempat tercoreng.
Sejak ditangkap pada 20 Februari 2025, muncul beragam spekulasi tentang keterlibatan AKBP FWK dalam kasus narkoba dan dugaan tindak asusila.
Berikut Ini 7 Fakta Terbaru Kasus Kapolres Ngada yang Menggemparkan:
1. Ditangkap Langsung oleh Tim Mabes Polri di Tengah Tugas Aktif
AKBP FWK yang saat itu masih aktif menjabat sebagai Kapolres Ngada, tiba-tiba diciduk oleh tim Divisi Propam Mabes Polri pada Kamis, 20 Februari 2025.
Penangkapan ini dilakukan secara langsung tanpa pemberitahuan awal kepada jajaran Polda NTT. Hal ini membuat banyak pihak, termasuk internal kepolisian di wilayah NTT, terkejut.
Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga, mengaku bahwa dirinya hanya menerima pemberitahuan singkat mengenai penangkapan tersebut tanpa detail kasus yang jelas.
"Saya hanya mendapat laporan bahwa AKBP FWK diamankan oleh Mabes Polri. Untuk perkara apa, saya belum tahu persis karena ditangani langsung Mabes," ujar Kapolda Daniel.
2. Dituding Terlibat Narkoba dan Kasus Asusila
Isu keterlibatan AKBP FWK dalam penyalahgunaan narkoba dan kasus asusila langsung mencuat usai penangkapan. Berdasarkan informasi dari sumber internal kepolisian, dugaan awal menyebut AKBP FWK terlibat dalam kasus narkotika dan pornografi. Bahkan, kabarnya kasus tersebut melibatkan dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Namun, hingga kini, Mabes Polri belum memberikan keterangan resmi mengenai pasal-pasal yang disangkakan kepada AKBP FWK. Proses penyelidikan dan pemeriksaan masih terus berjalan, dan hasilnya dinantikan publik.
3. Proses Pemeriksaan Intensif di Mabes Polri
Pasca-penangkapan, AKBP FWK langsung diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif di Divisi Propam Mabes Polri. Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Chandra Novika, membenarkan bahwa AKBP FWK kini tengah berada di Jakarta.
“AKBP FWK sudah diamankan di Mabes Polri sejak 20 Februari 2025. Saat ini masih menjalani pemeriksaan Propam,” ungkap Kombes Henry.
Dalam proses pemeriksaan ini, Paminal Polda NTT juga turut serta mendampingi sebagai bentuk pengawasan dari satuan wilayah asal AKBP FWK. Apabila terbukti melakukan pelanggaran berat, AKBP FWK terancam sanksi etik hingga pemecatan tidak dengan hormat.
4. Jabatan Kapolres Ngada Sementara Diisi Wakapolres
Demi menjaga stabilitas dan pelayanan masyarakat, Polda NTT bergerak cepat menunjuk Wakapolres Ngada sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kapolres. Langkah ini diambil untuk memastikan roda kepemimpinan di Polres Ngada tetap berjalan optimal.
“Penunjukan Wakapolres sebagai Plt Kapolres merupakan langkah darurat agar pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu,” jelas Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel.
Keputusan ini juga untuk menghindari kekosongan kepemimpinan yang berpotensi menciptakan ketidakpastian di kalangan personel Polres Ngada.
5. Menggemparkan Masyarakat dan Menjadi Perbincangan Nasional
Kasus penangkapan Kapolres Ngada dengan dugaan pelanggaran berat langsung menyedot perhatian publik, bukan hanya di NTT, tetapi juga secara nasional. Masyarakat kaget, mengingat posisi Kapolres adalah figur penting yang seharusnya menjadi panutan dalam menjaga ketertiban dan penegakan hukum.
Isu narkoba dan dugaan pencabulan semakin memperkeruh citra kepolisian yang tengah berjuang membangun kepercayaan publik. Apalagi, ini bukan kali pertama oknum pejabat kepolisian tersandung kasus serupa.
Banyak pihak mendesak Mabes Polri agar membuka kasus ini secara transparan demi menjaga integritas institusi.
"Keterbukaan menjadi kunci agar tidak ada spekulasi liar yang bisa merusak nama baik Polri," ujar salah satu aktivis hukum di NTT.
6. Dugaan Jaringan dan Keterlibatan Pihak Lain
Kasus yang menjerat AKBP FWK diduga tidak berdiri sendiri. Sumber di internal kepolisian menyebut, Propam Mabes Polri tengah mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat, baik dari kalangan internal Polri maupun pihak eksternal.
“Penyelidikan masih terus berkembang. Tidak menutup kemungkinan ada jaringan yang lebih luas di balik kasus ini,” ungkap sumber yang enggan disebut namanya.
Jika benar terbukti ada jaringan yang melibatkan lebih banyak pihak, kasus Kapolres Ngada bisa merembet menjadi skandal besar di tubuh Polri.
7. Ancaman Sanksi Berat Menanti AKBP FWK
Apabila hasil pemeriksaan Propam Mabes Polri menunjukkan AKBP FWK benar melakukan pelanggaran berat, sanksi tegas sudah menanti. Sesuai Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, pelanggaran berat seperti penyalahgunaan narkoba dan pencabulan dapat berujung pada Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Kombes Henry Chandra Novika menegaskan, Polda NTT akan patuh pada hasil keputusan dari Mabes Polri.
“Kami menunggu hasil pemeriksaan Propam. Jika terbukti bersalah, tentu sanksi tegas akan diberikan,” katanya.
Selain sanksi internal, AKBP FWK juga berpotensi menghadapi proses pidana sesuai hukum yang berlaku. Pasal-pasal terkait penyalahgunaan narkoba, pencabulan, serta Undang-Undang ITE tentang pornografi bisa dikenakan secara berlapis.
Kasus AKBP FWK bukan sekadar skandal personal, tetapi mencerminkan tantangan besar dalam pembenahan institusi Polri. Ketika seorang pejabat setingkat Kapolres tersangkut kasus narkoba dan asusila, hal ini menciptakan preseden buruk bagi citra kepolisian secara keseluruhan.
Transparansi dalam mengungkap kasus ini menjadi penting untuk menunjukkan bahwa Polri serius dalam menegakkan prinsip zero tolerance terhadap pelanggaran hukum, tanpa pandang bulu. Publik berhak tahu sejauh mana komitmen Polri dalam membersihkan institusinya dari oknum-oknum bermasalah.
Kasus Kapolres Ngada AKBP FWK menunjukkan bahwa pengawasan internal Polri perlu lebih diperketat, khususnya bagi pejabat yang menduduki jabatan strategis. Proses rekrutmen, mutasi, hingga promosi jabatan harus benar-benar mengedepankan aspek integritas, bukan sekadar kepangkatan.
Skandal ini juga menjadi pengingat bahwa reformasi kultural di tubuh Polri harus terus digalakkan. Menjunjung tinggi nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya bukan sekadar slogan, tetapi harus tercermin nyata dalam perilaku seluruh anggota kepolisian.
Dengan terungkapnya seluruh fakta kasus ini secara transparan, diharapkan Polri dapat mengambil pelajaran penting demi memperbaiki sistem pengawasan dan membangun kembali kepercayaan masyarakat yang sempat tercoreng.
(shf)