Haji Darip, Jawara Betawi yang Berani Keroyok Tentara Jepang dan Belanda hingga Kocar Kacir
loading...
A
A
A
Bekasi menjadi medan pertempuran yang tak terduga bagi pasukan Belanda. Mereka harus menghadapi strategi gerilya yang sulit diprediksi.
Kelompok pejuang di bawah Haji Darip memanfaatkan kondisi geografis untuk menyerang dan menghilang dengan cepat. Markas mereka berpindah dari Klender ke Purwakarta demi menghindari serangan besar-besaran.
Selain kelompok Haji Darip, pasukan lain yang dikenal sebagai "Banteng Merah" turut memberikan perlawanan sengit.
Dipimpin oleh Haji Rian bin Sirun, pasukan ini memiliki sekitar 15 anggota bersenjata, termasuk dua revolver dan tiga karabin. Mereka kerap berpindah markas ke Pekayon dan Cikunir untuk menghindari deteksi musuh.
Di Teluk Pucung, sekitar 50 pejuang bersenjatakan pistol dan karabin terus melakukan serangan balik terhadap Sekutu. Kelompok ini memiliki kendaraan tempur sederhana, termasuk sepeda motor yang digunakan untuk patroli dan penyergapan mendadak.
Strategi Licik Sekutu untuk Menghentikan PerlawananMengetahui pergerakan para pejuang yang semakin sulit dikendalikan, Sekutu mulai menerapkan strategi intelijen.
Mereka menyusup ke lingkungan masyarakat dan mencari informasi tentang para pemimpin perlawanan. Salah satu taktik mereka adalah mengawasi pergerakan Haji Darip, terutama ketika ia pulang mengunjungi ibunya.
Informasi terakhir menyebutkan bahwa Haji Darip sempat kembali ke rumah pada 13 Desember 1945, yang kemudian memicu upaya pengejaran intensif oleh Belanda.
Namun, para pejuang sudah memahami siasat ini. Mereka dengan cepat mengubah pola pergerakan dan memperkuat barisan pertahanan.
Di Cikarang, pasukan yang dipimpin oleh Mas Kurdi, seorang mantan mantri cacar, serta Mohamad Nur dan Raden Sukirman, menjadi salah satu kekuatan ekstrem yang ditakuti Sekutu.
Haji Darip dan para pejuang lainnya tidak hanya mempertahankan wilayah Bekasi, tetapi juga menginspirasi perlawanan di berbagai daerah lain.
Kelompok pejuang di bawah Haji Darip memanfaatkan kondisi geografis untuk menyerang dan menghilang dengan cepat. Markas mereka berpindah dari Klender ke Purwakarta demi menghindari serangan besar-besaran.
Banteng Merah dan Perlawanan Rakyat
Selain kelompok Haji Darip, pasukan lain yang dikenal sebagai "Banteng Merah" turut memberikan perlawanan sengit.
Dipimpin oleh Haji Rian bin Sirun, pasukan ini memiliki sekitar 15 anggota bersenjata, termasuk dua revolver dan tiga karabin. Mereka kerap berpindah markas ke Pekayon dan Cikunir untuk menghindari deteksi musuh.
Di Teluk Pucung, sekitar 50 pejuang bersenjatakan pistol dan karabin terus melakukan serangan balik terhadap Sekutu. Kelompok ini memiliki kendaraan tempur sederhana, termasuk sepeda motor yang digunakan untuk patroli dan penyergapan mendadak.
Strategi Licik Sekutu untuk Menghentikan PerlawananMengetahui pergerakan para pejuang yang semakin sulit dikendalikan, Sekutu mulai menerapkan strategi intelijen.
Mereka menyusup ke lingkungan masyarakat dan mencari informasi tentang para pemimpin perlawanan. Salah satu taktik mereka adalah mengawasi pergerakan Haji Darip, terutama ketika ia pulang mengunjungi ibunya.
Informasi terakhir menyebutkan bahwa Haji Darip sempat kembali ke rumah pada 13 Desember 1945, yang kemudian memicu upaya pengejaran intensif oleh Belanda.
Namun, para pejuang sudah memahami siasat ini. Mereka dengan cepat mengubah pola pergerakan dan memperkuat barisan pertahanan.
Di Cikarang, pasukan yang dipimpin oleh Mas Kurdi, seorang mantan mantri cacar, serta Mohamad Nur dan Raden Sukirman, menjadi salah satu kekuatan ekstrem yang ditakuti Sekutu.
Haji Darip dan para pejuang lainnya tidak hanya mempertahankan wilayah Bekasi, tetapi juga menginspirasi perlawanan di berbagai daerah lain.