3 Polisi Dipecat Akibat Terlibat Kasus Pembunuhan Tahanan di Medan
loading...
A
A
A
MEDAN - Polda Sumatera Utara menjatuhi hukuman berat kepada tujuh orang polisi dalam kasus pembunuhan terhadap seorang tahanan Polrestabes Medan bernama Budianto Sitepu (42) pada akhir Desember 2024 lalu.
Tiga dari tujuh personel polisi yang dihukum itu bahkan menerima hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias dipecat. Sementara sisanya mendapat hukuman demosi dan penundaan kenaikan pangkat.
Hukuman itu diputus lewat Sidang Komisi Etik Profesi Polri (KEPP), Senin (3/2/2025).
Sidang ini merupakan tindak lanjut dari Laporan Polisi Nomor LP-A/501/XII/2024/Bidpropam yang dilaporkan oleh AKP Rahmadani.
Tiga personel yang dipecat adalah Ipda ID, Brigpol FY dan Briptu DA. Ketiganya juga harus menjalani penempatan khusus (patsus)selama 20 hari.
Meski demikian, ketiganya mengajukan banding atas putusan PTDH tersebut.
Sementara itu, empat anggota lainnya, yakni Aiptu RS, Aipda BA, Bripka TS, dan Brigpol BP dinyatakan bersalah secara etik dan dijatuhi sanksi demosi dengan masa bervariasi antara dua hingga enam tahun.
Mereka juga diwajibkan menjalani pembinaan rohani serta meminta maaf kepada pimpinan Polri dan keluarga korban.
Kapolda Sumut, Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi anggota yang mencoreng nama baik institusi. Dia menyampaikan bahwa setiap pelanggaran, sekecil apa pun, akan ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Pimpinan Polri berkomitmen untuk menjaga integritas dan memastikan bahwa setiap anggota yang melanggar etik san disiplin akan menerima konsekuensi sesuai ketentuan,” tegas Kasubbid Penmas, Kompol Siti Rohani Tampubolon.
Lebih lanjut, Kompol Siti Rohani menambahkan bahwa putusan sidang ini adalah bukti nyata bahwa Polda Sumut tidak akan menutup mata terhadap kesalahan anggotanya.
“kami ingin memastikan bahwa Polri tetap menjadi institusi yang dipercaya masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran akan terus diperketat,” jelasnya.
Dengan adanya sanksi tegas ini, Polda Sumut berharap dapat menjadi contoh bagi anggota lainnya agar tetap profesional dan berintegritas dalam menjalankan tugas.
Masyarakat pun diharapkan tidak ragu untuk melaporkan jika menemukan tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik kepolisian.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa Polri tidak akan memberikan ruang bagi anggota yang menyalahgunakan wewenang.
"Polda Sumut memastikan bahwa reformasi kepolisian terus berjalan dan setiap oknum yang melanggar akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku," tegasnya.
Diketahui, Budianto Sitepu (42) dinyatakan meninggal dunia saat dirawat di RS Bhayangkara Medan pada Kamis, 26 Desember 2024. Sebelum meninggal Budianto sempat ditahan di ruang tahanan Polrestabes Medan sejak Selasa, 24 Desember 2024.
Selain Budianto, dua warga lainnya, berinisial D dan G, juga menjadi korban penganiayaan. Namun keduanya selamat.
Peristiwa bermula pada Selasa, 24 Desember 2024 mala. Saat itu Ipda ID bersama enam personel lainnya mendatangi sebuah warung tuak di Kecamatan Sunggal, Deliserdang. Warung tersebut diketahui berada tepat di depan rumah mertua Ipda ID.
Meski tidak ada laporan resmi, mereka menangkap Budianto bersama D dan G dengan dalih tertangkap tangan. Penganiayaan diduga terjadi saat proses penangkapan.
Setelah ditangkap, korban dibawa ke Polrestabes Medan dan kembali mendapat perlakuan kasar.
Berdasarkan hasil otopsi, Budianto mengalami pendarahan pada batang otak, kepala, serta luka-luka di pipi, rahang, dan mata akibat kekerasan benda tumpul.
Pengakuan salah korban yang berhasil selamat, D, menyebut Ipda ID awalnya mereka yang sedang mabuk di warung tuak. Lalu terjadi adu mulut yang berujung kekerasan. D bersama korban lain kemudian dimasukkan ke dalam mobil dan terus dipukuli.
Setibanya di Polrestabes Medan, Budianto sudah dalam kondisi babak belur akibat dianiaya petugas. Dua hari kemudian, ia dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri dan meninggal dunia.
Tiga dari tujuh personel polisi yang dihukum itu bahkan menerima hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias dipecat. Sementara sisanya mendapat hukuman demosi dan penundaan kenaikan pangkat.
Hukuman itu diputus lewat Sidang Komisi Etik Profesi Polri (KEPP), Senin (3/2/2025).
Sidang ini merupakan tindak lanjut dari Laporan Polisi Nomor LP-A/501/XII/2024/Bidpropam yang dilaporkan oleh AKP Rahmadani.
Tiga personel yang dipecat adalah Ipda ID, Brigpol FY dan Briptu DA. Ketiganya juga harus menjalani penempatan khusus (patsus)selama 20 hari.
Meski demikian, ketiganya mengajukan banding atas putusan PTDH tersebut.
Baca Juga
Sementara itu, empat anggota lainnya, yakni Aiptu RS, Aipda BA, Bripka TS, dan Brigpol BP dinyatakan bersalah secara etik dan dijatuhi sanksi demosi dengan masa bervariasi antara dua hingga enam tahun.
Mereka juga diwajibkan menjalani pembinaan rohani serta meminta maaf kepada pimpinan Polri dan keluarga korban.
Kapolda Sumut, Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi anggota yang mencoreng nama baik institusi. Dia menyampaikan bahwa setiap pelanggaran, sekecil apa pun, akan ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Pimpinan Polri berkomitmen untuk menjaga integritas dan memastikan bahwa setiap anggota yang melanggar etik san disiplin akan menerima konsekuensi sesuai ketentuan,” tegas Kasubbid Penmas, Kompol Siti Rohani Tampubolon.
Lebih lanjut, Kompol Siti Rohani menambahkan bahwa putusan sidang ini adalah bukti nyata bahwa Polda Sumut tidak akan menutup mata terhadap kesalahan anggotanya.
“kami ingin memastikan bahwa Polri tetap menjadi institusi yang dipercaya masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran akan terus diperketat,” jelasnya.
Dengan adanya sanksi tegas ini, Polda Sumut berharap dapat menjadi contoh bagi anggota lainnya agar tetap profesional dan berintegritas dalam menjalankan tugas.
Masyarakat pun diharapkan tidak ragu untuk melaporkan jika menemukan tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik kepolisian.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa Polri tidak akan memberikan ruang bagi anggota yang menyalahgunakan wewenang.
"Polda Sumut memastikan bahwa reformasi kepolisian terus berjalan dan setiap oknum yang melanggar akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku," tegasnya.
Diketahui, Budianto Sitepu (42) dinyatakan meninggal dunia saat dirawat di RS Bhayangkara Medan pada Kamis, 26 Desember 2024. Sebelum meninggal Budianto sempat ditahan di ruang tahanan Polrestabes Medan sejak Selasa, 24 Desember 2024.
Selain Budianto, dua warga lainnya, berinisial D dan G, juga menjadi korban penganiayaan. Namun keduanya selamat.
Peristiwa bermula pada Selasa, 24 Desember 2024 mala. Saat itu Ipda ID bersama enam personel lainnya mendatangi sebuah warung tuak di Kecamatan Sunggal, Deliserdang. Warung tersebut diketahui berada tepat di depan rumah mertua Ipda ID.
Meski tidak ada laporan resmi, mereka menangkap Budianto bersama D dan G dengan dalih tertangkap tangan. Penganiayaan diduga terjadi saat proses penangkapan.
Setelah ditangkap, korban dibawa ke Polrestabes Medan dan kembali mendapat perlakuan kasar.
Berdasarkan hasil otopsi, Budianto mengalami pendarahan pada batang otak, kepala, serta luka-luka di pipi, rahang, dan mata akibat kekerasan benda tumpul.
Pengakuan salah korban yang berhasil selamat, D, menyebut Ipda ID awalnya mereka yang sedang mabuk di warung tuak. Lalu terjadi adu mulut yang berujung kekerasan. D bersama korban lain kemudian dimasukkan ke dalam mobil dan terus dipukuli.
Setibanya di Polrestabes Medan, Budianto sudah dalam kondisi babak belur akibat dianiaya petugas. Dua hari kemudian, ia dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri dan meninggal dunia.
(shf)